Jakarta, LIPUTAN 9 NEWS
Keputusan pemerintah membatalkan kenaikan uang kuliah tunggal atau UKT tahun ini belum sepenuhnya melegakan dunia pendidikan. Sebab, beragam aturan terkait Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) belum dicabut yang memungkinkan polemik berulang.
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji menilai keputusan ini belum menyentuh akar masalah selama kebijakan PTNBH masih berlaku, kenaikan UKT bisa terjadi setiap tahun.
“Tahun ini bisa jadi enggak naik karena dibatalkan, tapi tahun depan pasti naik. Jelas ini akan terjadi karena penyebab utama dari kenaikan UKT adalah PTNBH,” ujar Ubaid kepada NU Online, Selasa (28/05/24).
Menurut Ubaid, sejak berlaku PTN BH pada 2012 silam, kampus-kampus PTN beriorientasi profit. Hal ini jelas bertentangan dengan amanah UUD 45, terutama pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Oleh karena itu pihaknya mendesak pemerintah dan DPR segera mencabut aturan terkait PTN BH.
“PTN-BH itu hanyalah kamuflase saja. Negara bertanggung jawab penuh untuk menyediakan layanan pendidikan tinggi, jangan malah dialihkan ke masyarakat melalui badan hukum dan skema UKT,” tutur Ubaid.
Sebelumnya, Mendikbudristekdikti Nadiem Anwar Makarim mengumumkan pembatalan kenaikan uang kuliah tunggal untuk tahun ini. Pengajuan kenaikan UKT tahun depan akan dievaluasi satu per satu. Hal ini disampaikan Nadiem usai dipanggil Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta.
“Kami Mendikbudristek telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT di tahun ini. Dan kami akan mengevaluasi semua permintaan peningkatan UKT dari PTN,” ujar Nadiem kepada wartawan.
Kenaikan UKT sempat ramai usai mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menuntut revisi aturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi soal UKT yang berlaku untuk calon mahasiswa baru 2024.
“Saya masuk UIN Jakarta lewat jalur mandiri, kenaikan UKT membuat mahasiswa baru guncang, bingung dengan kondisi seperti itu. Banyak teman saya memilih tidak melanjutkan karena tidak mampu membayar UKT. Saya sendiri masih mempertimbangkan,” kata Fahmi.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Prof Imam Subchi mengatakan, penyesuaian UKT seperti ditetapkan pada KMA Nomor 386 Tahun 2024 dilakukan berdasar perhitungan rasional mengikuti kebutuhan pembiayaan masing-masing program studi dengan tetap berpedoman pada Undang-Undang Pendidikan Tinggi maupun PMA Nomor 7 Tahun 2018 tentang UKT di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri.
“Dan, penetapan setiap mahasiswa pada 7 kelompok UKT juga dilakukan dengan memperhatikan tingkat kemampuan ekonomi masing-masing mahasiswa, orang tua, atau pihak-pihak yang menanggung pembiayaannya,” katanya.
Menurut Imam, saat penetapan kelompok UKT misalnya, dilakukan proses verifikasi yang ketat dimana setiap mahasiswa yang diterima dipersilahkan untuk mengirimkan berkas-berkas pendukung penentuan kelompok UKT masing-masing.
Jika keberatan akan hasil verifikasi, maka mahasiswa, orang tua, dan pihak pemberi biaya bisa melakukan proses klarifikasi atas tarif UKT tersebut melalui dekanat fakultas masing-masing. (HAZAT)