Jakarta, LIPUTAN 9 NEWS
Seperti diberitakan Liputan9news sebelumnya, Ahad (28/07/24). Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendapat laporan adanya distorsi buku bermuatan sejarah pendirian NU. Laporan tersebut disampaikan dalam konferensi pers hasil rapat pleno PBNU di Hotel Bidakara, Jakarta.
Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) meminta lembaga pendidikan, termasuk pesantren-pesantren, menindaklanjuti hal tersebut.
“PBNU memerintahkan kepada lembaga pendidikan Rabithah Ma’ahid al Islamiyah atau asosiasi pesantren-pesantren, untuk melakukan penelitian menyeluruh terhadap laporan adanya upaya penyimpangan atau membuat narasi yang menyimpang tentang sejarah berdirinya NU,” ujar Kiai yang akrab dipanggil Gus Yahya.
Perisiwa itu juga mendaptkan perhatian Ketua Lakpesdam PBNU KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil). Ia menyikapi persoalan tersebut dengan mengatakan bahwa hari-hari ini berita tentang kebijakan PBNU untuk menarik dan kemudian merevisi buku-buku pelajaran tentang sejarah NU yg kurang “pas” menjadi bahan perbincangan yang panas di masyarakat, terutama di kalangan nahdliyyin. Kebijakan ini, oleh sebagian pihak, lalu dijadikan alat untuk makin meningkatkan agenda mereka untuk menyerang para habaib.
“Saya secara personal tetap memegang pendapat Gus Yahya, Ketum PBNU, yaitu: kita harus tetap husnuzzan pada para habaib, terutama soal nasab yg diperselisihkan akhir-akhir ini. Gus Yahya mewanti-wanti: di balik kisruh ini jangan-jangan ada agenda politik yang dimainkan oleh aktor politik tertentu untuk tujuan-tujuan mereka sendiri. Kita harus waspada,” ucap Gus Ulil dalam postingan akun medsosnya, Selasa (16/08/24).
Menurut Gus Ulil, Jika ada sejarah NU yg ditulis secara tidak tepat, ya kita koreksi, dan inilah yg hendak dilakukan PBNU. Itu sudah kewajiban PBNU sebagai “owner” dari sejarahnya sendiri. Tetapi juga hal yg tidak bisa diingkari bahwa tradisi santri dan pesantren adalah menghormati dzurriyyah rasul dan ahlul bait, asal menghormatinya dalam batas-batas yang wajar dan masuk akal.
“Karena itu, di tengah kemelut ini, kita sebagai warga NU, harus tetap memakai akal sehat, tetap bersikap moderat. Misalnya: kita tetap hormat pada habaib seperti Habib Luthfi Pekalongan,” tuturnya.
Selanjutnya, Gus Ulil memberikan alasan kenapa harus menulis postingan terkait distorsi buku sejarah dan kebijakan PBNU untuk menarik dan merevisinya.
“Saya menulis ini karena baru saja membaca postingan yang “menunggangi” kebijakan PBNU untuk kepentingan agendanya sendiri. Bahkan menyebut Habib Luthfi dengan “Kabib”. Ya jangan begitu lah,” seru Gus Ulil.
“Kita tetap hormati para habaib, karena itu tradisi NU. Jika ada prilaku satu dua habaib yg kurang pas, kita kritik dan koreksi. Mahabbah dan cinta tidak berarti menolak kritik. Bisa kok kita mahabbah sambil tetap kritis,” pungkasnya. (HAZAT)