Banten | LIPUTAN9NEWS
Kisah pun berlanjut, sebelum nantinya memang harus dihentikan, seperti ketika kau membaca lembar-lembar buku fiksi dan dongeng kesukaanmu. Dan meskipun kisah dan cerita ini hanya dongeng rekaan semata, hanya hasil angan-angan pikiran dan imajinasi benak jiwa, tidak menutup kemungkinan bagian-bagian tertentu dari riwayat yang diceritakannya memiliki kemiripan dengan kehidupan nyata. Atau kau pernah membacanya dari dongeng yang lain dengan versi yang berbeda, tapi punya kepedihan dan kegembiraan yang tak jauh berbeda. Kali ini cerita kita sedikit kembali ke belakang.
Jauh sebelum ditemukan bangsa Amarik yang dipimpin kaum munafik yang senang menjarah dan menindas, Negeri Telaga Kahana adalah negeri yang tak mengenal rasa cemas dan tak mengalami rasa khawatir akan datangnya ancaman yang mengusik hidup mereka sehari-hari.
Dapat dikatakan, dan ini mendekati kebenaran meski tak akurat, kerakusan dan keserakahan yang datang dari luar negeri mereka-lah yang telah membuat para penduduk Negeri Telaga Kahana mengenal perang dan senjata. Bahkan pada batas-batas tertentu, mengenal kemarahan dan kebencian dalam hati dan jiwa mereka yang sebelumnya bersih dan murni bagai salju yang turun dari langit jernih negeri mereka. Juga dari rasa dendam yang sebelumnya tidak mereka kenal dan tak mereka rasakan.
Hal itu tak lain karena perang-lah yang telah memperkenalkan kepada mereka sekian pembunuhan dan kejahatan oleh manusia dengan teramat jelas di depan mata mereka.
Sebelum mengenal perang, para penduduk negeri itu hanya mengenal kematian sebagai sejumlah peristiwa kodrati yang alamiah, yaitu ketika mereka yang dijemput maut menjelma sebentuk asap sebelum kemudian menghilang ke udara. Akan tetapi, setelah mengenal perang dan pembunuhan, mereka yang mati tak lagi menjelma sebentuk asap dan menghilang ke keheningan dan kesejukan udara di negeri mereka yang menakjubkan itu.
Begitulah, sejumlah keajaiban yang sebelumnya ada dan terjadi pada mereka pun menghilang setelah mereka mengenal perang dan kejahatan. Singkatnya, setelah mereka mengenal senjata dan kebrutalan serta kebuasaan dan kerakusan.
Konon, berdasarkan sejumlah dongeng dan hikayat yang dipercaya para penduduk negeri itu, nenek moyang negeri Telaga Kahana berasal dari Negeri Sunda yang legendaris dan masyhur ke seantero jagat dunia, yang juga dipercaya sebagai asal muasal para penduduk atau Bangsa Farisa alias orang-orang Farsana.
Namun, benar atau tidaknya sejumlah dongeng dan hikayat tersebut, pada kenyataannya para penduduk Negeri Telaga Kahana berwujud seperti para peri dan sekaligus seperti manusia. Sedangkan orang-orang Farsana adalah orang-orang atau manusia-manusia yang mempercayai bahwa mereka diciptakan oleh Tuhan yang Esa, yang di masa lalu mereka menyebutnya dengan nama Ahuramazda yang Maha Agung.
Hal itu tentu saja berbeda dengan para penduduk negeri Telaga Kahana yang menyebut Tuhan mereka dengan nama Sang Hyang Kersa (Tuhan yang Maha Esa), nama yang mereka warisi dari leluhur mereka di Negeri Sunda yang masyhur.
Sebagai penduduk negeri Telaga Kahana, Zipora adalah keturunan Pangeran Ramada (yang merupakan pemimpin kaumnya) dan Putri Artamis yang legendaris, sebelum akhirnya Pangeran Ramada menjelma sebentuk asap dan menghilang ke udara, yang disusul kemudian oleh kematian Putri Artamis karena dilanda kesedihan dan kesepian setelah ditinggalkan suaminya.
Setelah kematian Pangeran Ramada dan Putri Artamis itulah, para penduduk negeri Telaga Kahana mempercayakan tampuk kepemimpinan negeri mereka kepada suami Zipora, sebelum akhirnya juga gugur dalam perang pertama mereka dalam rangka mempertahakan diri dari serangan pasukan dan para prajurit Amarik yang brutal dan tak mengenal belas-kasihan.
Demikianlah, selanjutnya, kepemimpinan itu dipercayakan kepada Zipora sendiri sebagai yang paling berhak sebagai keturunan langsung Pangeran Ramada dan Putri Artamis yang jelita, karena mereka ragu menyerahkan kepemimpinan tersebut kepada anak laki-laki Zipora, Ilias, yang kala itu masih kanak-kanak.
Barangkali mereka tak ingin membebankan kepemimpinan tersebut kepada bocah tulus yang harus terlebih dahulu matang dan berkembang sebagai lelaki, yang kala itu masih sebagai penggembala binatang-binatang ternak mirip domba, tapi yang ukurannya hanya sebesar kelinci ketika dewasa.
Siapa sangka, kecerdasan dan kedigdayaan mendiang Pangeran Ramada itu ternyata menitis dan menetes kepada cucunya, Ilias. Dan saat itu, pasukan khusus dari Negeri Farisa dan Negeri Lubnan itu akhirnya sampai di Kota Damas, sejumlah pasukan yang memiliki ragam keahlian dan keterampilan bertempur yang ternyata dipimpin Ilias, yang kini telah menjadi seorang jenderal tampan dan gagah dengan pangkat tertinggi. Jenderal Roshtam sendiri yang memberikan pangkat tertinggi tersebut atas restu langsung Raja Nazad Ahmadi dari Negeri Farisa.
Kedatangan Jenderal Ilias dan pasukan khususnya itu disambut langsung oleh Raja Rashab dan panglima perang tertinggi Negeri Suryan, yaitu Jenderal Runi Kalimi yang terkenal cerdik dan berkepala dingin, hingga seringkali hitungan dan strategi perangnya berhasil membuat kalang-kabut lawan-lawannya.
Sementara itu, ribuan pasukan Siis yang terus bergerak atas instruksi Rakab Dagabdi itu telah mencapai separuh jarak perjalanan mereka menuju Kota Ramad, di saat Ghasim sang prajurit Negeri Suryan didikan Jenderal Saada yang telah gugur beberapa waktu lalu telah berhasil menghimpun dan menyiagakan para pemuda di Kota Ramad untuk menjadi prajurit dadakan dan telah berhasil menungungsikan anak-anak, para lansia, kaum ibu serta kaum perempuan untuk hijrah ke Kota Daraa, sebuah kota yang cukup jauh dari kota mereka, kota Ramad yang tengah menanti ajang pertarungan melawan pasukan Siis yang terkenal bengis, keji, dan brutal itu. Pasukan yang dibentuk oleh bangsa Amarik dan bangsa Asrael.
Setelah mengadakan pembicaraan singkat di Kota Damas itu, Jenderal Ilias, Raja Rashab, dan Jenderal Runi Kalimi sepakat bahwa Ilias yang kini telah menjadi jenderal itu akan memberi kesempatan kepada para pemuda di kota Ramad untuk berjuang mempertahankan kota mereka dari gempuran pasukan Siis yang dipimpin Rakab Dagabdi Uba, sebelum ia dan pasukan khususnya akan turun tangan langsung demi menumpas garnisun pertama pasukan Siis yang menuju kota Ramad, sebelum garnisun lainnya datang, dan karena itu ia harus menghemat tenaga dan strategi tempurnya agar tidak habis dalam waktu singkat.
Dalam kesepakatan itu juga ditetapkan bahwa Jenderal Runi Kalimi dipercayakan untuk menyiagakan seluruh komandan, para jenderal, dan tentara Negeri Suryan untuk menghadapi garnisun atau pasukan Siis lainnya yang diperkirakan akan datang ke Negeri Suryan dengan jumlah yang lebih besar dan persenjataan perang yang lebih canggih. Bersambung
Sulaiman Djaya, (Pemerhati Kebudayaan)