Sidoarjo | LIPUTAN9NEWS
Siapakah Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani itu? Beliau adalah seorang tokoh ulama ahli fiqih terkemuka yang sangat terkenal dalam dunia tarekat sebagai seorang wali dan sufisme. Beliau lahir pada tanggal 1 Ramadhan 471 Hijriyah Atau 23 Maret 1078, Provinsi Gilan, Iran.
Sedangkan nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Muhyiddin Abdul Qadir al-Jailani bin Abi Shalih As-Sayyid Musa bin Junki Dausit bin As-Sayyid Abdullah Al-Jili bin As-Sayyid Yahya Az-Zahid bin As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Dawud bin As-Sayyid Musa bin As-Sayyid Abdullah bin As-Sayyid Musa Al-Juni.
Beliau terlihat istimewa sejak masih kecil, ambil salah satu contohnya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani sejak kecil sudah ikut serta berpuasa Ramadhan. Kisah ini tersebutkan dalam kitab Fawaid Al Mukhtarah pada halaman 449 sebagaimana berikut:
قَالَتْ أُمُّ الشَّيْخِ عَبْدِ القَادِرِ الجِيلَانِيِّ: لَمَّا وَضَعْتُ وَلَدِي عَبْدَ القَادِرِ كَانَ لَا يَرْضَعُ ثَدْيًا فِي نَهَارِ رَمَضَانَ، وَلَقَدْ غُمَّ عَلَى النَّاسِ هِلَالُ رَمَضَانَ، فَأَتَوْنِي وَسَأَلُونِي عَنْهُ، فَقُلْتُ لَهُمْ: إِنَّهُ لَمْ يَلْتَقِمِ اليَوْمَ ثَدْيًا، ثُمَّ ٱتَّضَحَ أَنَّ ذَلِكَ اليَوْمَ كَانَ مِنْ رَمَضَانَ، وَٱشْتُهِرَ بِبَلَدِنَا فِي ذَلِكَ الوَقْتِ أَنَّهُ وُلِدَ لِلأَشْرَافِ وَلَدٌ لَا يَرْضَعُ فِي نَهَارِ رَمَضَانَ
Artinya: “Ibu Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkisah:”Saat aku melahirkan anakku (Abdul Qadir), setiap tiba siang bulan Ramadhan, ia enggan menyusu. Pernah suatu ketika, hilal Ramadan sulit untuk dilihat lantaran cuaca mendung. Maka, masyarakat sekitar pun berbondong-bondong mendatangi rumah si ibu dan bertanya apakah anak beliau (Abdul Qadir) mau ataukah enggan untuk menyusu? Si ibu menjawab bahwa si bayi saat ini enggan untuk menyusu. Maka mereka pun memutuskan istbat Ramadan di hari tersebut. Dan kejadian ini menjadi terkenal bahwa ada bayi yang ikut serta berpuasa (enggan menyusu) di siang Ramadan.”
Terkait dengan penghormatannya terhadap bulan Ramadhan ini, Bahkan dalam sebuah karyanya Kitab Al-Ghunyah Li Thalibi Thoriq Al-Haq, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani pernah menyatakan:
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَان نَظَرَ إِلَى خَلْقِهِ وَإِذَا نَظَرَ إِلَى عَبْدٍ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا.
(من كتاب الغنية لطالبي طريق الحق، للشيخ عبد القادر الجيلاني)
Artienya: “Apabila telah datang malam pertama dari bulan suci Ramadhan, niscaya Allah Ta’ala pasti memandang hamba-Nya dengan pandangan Rahmat-Nya. Apabila hamba tersebut dipandang oleh Allah Ta’ala dengan pandangan Rahmat-Nya, niscaya hamba tersebut tidak disiksa untuk selama-lamanya.”
Bahkan dalam daya spirit spiritualnya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Ramadhan memiliki makna dan keistimewaan sendiri. Beliau memberikan penjelasan arti kata Ramadhan yang jarang diketahui umat muslim. Secara bahasa, Ramadhan sering dimaknai bulan yang panas menyengat atau membakar. Makna ini berasal dari kata Romadh (رمض) yang artinya Matahari pada bulan ini memang jauh lebih menyengat dibanding bulan-bulan lain.
Keterangan ini bisa kita temui masih dalam kajian Kitab Al-Ghunyah Li Thalibi Thoriq Al-Haq Juz 2, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani menjabarkan arti Ramadhan yang terdiri dari lima huruf:
Pertama, Ra’ (ﺭ) artinya: Ridhwanuh (ridhanya Allah) Ridho Allah akan sepenuhnya ditampung oleh orang yang berpuasa secara lahir maupun bathin, syariat, thoriqoh maupun hakikat. Di bulan Ramadhan, melimpahkan ridha-Nya.
Kedua, Mim (ﻡ) artinya: Mahaabatuhu (Cintanya Allah) Cintanya Allah yang turun dengan sepenuhnya bagi orang yang berpuasa. Untuk itu sudah seharusnya kita menyambut cinta itu dengan menahan diri dari rasa cinta pada selain Allah.
Ketiga, Dhadh (ض) artinya: Dhomanuhu (Jaminan Allah) Jaminan Allah kepada siapa pun di bulan ini yang berdoa, beribadah, bermunajat, dijamin diterima, karena semua pintu surga dibuka oleh Allah.
Selanjutnya yang kemempat, Alif (ﺍ) artinya: Ulfatuhu (Kasih Sayang Allah) Kasih sayang Allah yang tercurah pada para hamba-Nya yang berpuasa.
Kelima, Nun (ﻥ) artinya: Nuuruhu (Cahaya Allah) Cahaya Allah memancar penuh di bulan suci dengan ditandai turunnya Al-Qur’an secara keseluruhan 30 juz di malam Lailatul Qadar, yang dinilai lebih baik ketimbang seribu bulan cahaya.
Hal ini sebetulnya sangat selaras sekali dengan Hadits Qudsi, Allah berfirman: “Setiap amal manusia kembali padanya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu hanya untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya sendiri…” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Surga senantiasa berhias diri dari tahun ke tahun ketika memasuki bulan suci Ramadhan.
Oleh karena itu Ketika ketemu tanggal 1 Ramadhan Syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jailani menyambutnya dengan doa khusus sebagaiamana berikut:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا شَهْرَ الصِّيَامِ.
Salam bagimu wahai bulan Ramadhan
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا شَهْرَ الْقِيَامِ.
Salam bagimu wahai bulan qiyam (bulan untuk mendirikan salat tarawih)
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا شَهْرَ اْلاِيْمَانِ.
Salam bagimu wahai bulan iman
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا شَهْرَ الْقُرْأَنِ.
Salam bagimu wahai bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا شَهْرَ اْلاَنْوَارِ.
Salam bagimu wahai bulan yang penuh Cahaya
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا شَهْرَ الْمَغْفِرَةِ وَالْغُفْرَانِ.
Salam bagimu wahai bulan yang penuh ampunan
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا شَهْرَ الدَّرَجَاتِ وَالنَّجَاتِ مِنَ الدَّرَكَاتِ.
Salam bagimu wahai bulan (untuk menaikkan) derajat dan keselamatan dari derajat yang rendah
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا شَهْرَ التَّائِبِيْنَ الْعَابِدِيْنَ.
Salam bagimu wahai bulan bagi orang-orang yang bertaubat dan ahli ibadah
اَلسَّلاََمُ عَلَيْكِ يَا شَهْرَ الْعَارِفِيْنَ.
Salam bagimu wahai bulan milik orang-orang yang ma’rifat
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا شَهْرَ الْمُجْتَهِدِيْنَ.
Salam bagimu wahai bulan milik orang-orang yang bersungguh-sungguh
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا شَهْرَ اْلأَمَانِ.
Salam bagimu wahai bulan yang aman
كُنْتِ لِلْعَاصِيْنَ حَبْسًا وَلِلْمُتَّقِيْنَ اُنْسًا.
Engkau adalah penjara bagi orang-orang yang melakukan maksiat dan kesenangan bagi orang-orang yang bertakwa
اَلسَّلاَمُ عَلَى اْلقَنَادِيْلِ وَالْمَصَابِيْحِ الزَّاهِرَةِ. وَالْعُيُوْنِ السَّاهِرَةِ. وَالدُّمُوْعِ الْهَاطِلَةِ. وَالْمَحَارِيْبِ الْمُتَعَطِّرَةِ. وَاْلعَبَرَاتِ الْمُنْسَكِبَةِ الْمُتَفَطِّرَةِ. وَاْلاَنْفَاسِ الصَّاعِدَةِ مِنَ الْقُلُوْبِ الْمُحْتَقِرَةِ.
Salam bagi pelita yang bersinar, mata-mata yang terjaga, airmata yang terus menetes, mihrab-mihrab yang semerbak mewangi, airmata yang tumpah, dan nafas-nafas yang naik dari hati yang hina
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ قَبِلْتَ صِيَامَهُمْ وَصَلاَتَهُمْ وَبَدَّلْتَ سَيِّئاَتِهِ بِحَسَنَاتِهِ. وَاَدْخَلْتَهُ بِرَحْمَتِكَ فِى جَنَّاتِكَ. وَرَفَعْتَ دَرَجَاتِهِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الراَّحِمِيْنَ.
Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang Engkau terima puasa dan sholatnya, yang Engkau ganti kejelekannya dengan kebaikan, yang Engkau masukkan ke dalam surga-Mu dengan rahmat-Mu, dan yang Engkau angkat derajatnya dengan rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Asih.”
Do’a ini bisa kita temui dalam Kitab Al-Ghunyah Li Thalibi Thoriq Al-Haq, Halaman 270 -271. Sedangkan tatacaranya membaca doa ini adalah dibaca pada malam tanggal 1 Ramadhan ba’da Maghrib.
Ini adalah sebagian kecil dari bukti kealiman dan akhlak terpuji Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam menyambut bulan Ramadhan. Bahkan karena kealimannya ini banyak para Ulama’ terkemuka memberikan pujian. Sebagai contohnya, Imam Adz-Dzahabi beliau memuji Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam karyanya kitab Siyar A’lam An Nubala sebagai dengan untaian kalimat:
الشَّيْخُ الإِمَامُ العَالِمُ الزَّاهِدُ العَارِفُ القُدْوَةُ شَيْخُ الإِسْلَامِ عَلَمُ الأَوْلِيَاء
Artinya: Seorang Syaikh, imam, ulama, yang zuhud, arif, panutan, Syaikh Islam, dan pemuka para wali”
Begitu pula Imam As-Sam’ani, beliau tak ketinggalan ikut memuji Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani.
كَانَ عَبْدُ القَادِرِ مِنْ أَهْلِ جَيْلَانَ، إِمَامَ الحَنَابِلَةِ وَشَيْخَهُمْ فِي عَصْرِهِ، فَقِيهٌ، صَالِحٌ، دَيِّنٌ، خَيِّرٌ، كَثِيرُ الذِّكْرِ، دَائِمُ الفِكْرِ، سَرِيعُ الدَّمْعَةِ
Artinya: Abdul Qadir berasal dari daerah Jilan. Ia adalah imam dan pemimpin ulama Mazhab Hanbali di masanya. Seorang faqih (ahli fikih), saleh, religius, dermawan, banyak berzikir, selalu berpikir mendalam, dan mudah meneteskan air mata (karena keimanan dan ketakwaannya).” (Siyar A’lam An Nubbala’, juz 20 halaman 441)
Untaian kalimat ini sebetulnya menggambarkan keutamaan dan karakteristik mulia Syekh Abdul Qadir al-Jailani, baik dalam sisi keilmuan maupun ketakwaannya. Semoga Bermanfaat…..AAmiin…..AAmiin….Yaa Mujibassaailiin.
Dr. Heru Siswanto, M.Pd.I., Ketua Program Studi PAI-BSI (Pendidikan Agama Islam-Berbasis Studi Interdisipliner) dan dosen Pascasarjana IAI Al-Khoziny Buduran Sidoarjo; Dosen PAI-Terapan Politeknik Pelayaran Surabaya; Pengasuh Balai Peduli Pendidikan Indonesia; Pengurus LTMNU PCNU Sidoarjo; Ketua LDNU MWCNU Krembung.