JAKARTA | LIPUTAN9NEWS
Memaknai Himbauan Ruhani dari Rais dan Mudir Ali JATMAN, KH. Achmad Chalwanie Nawawi dan Prof. Dr. KH. Ali Masykur Musa kepada seluruh pengurus, pengamal tarekat dan warga Nahdliyyin di seluruh nusantara.
Dzikir dalam tradisi Nahdliyyin bukan kerumunan. Ia bukan pertunjukan. Ia bukan mikrofon yang membahana atau panggung dengan spanduk penuh warna. Dzikir adalah mujahadah sunyi yang menembus langit malam.
Ia tak butuh nama besar, tak butuh massa ribuan, cukup sepi dan hati yang jernih, itulah maqam dzikir yang diajarkan para Wali Allah dari Syaikh Abdul Qadir al-Jailani hingga Syaikh Bahauddin Naqsyaband.
Adapun jika dzikir diseret menjadi panggung gebyar dan gemerlap, lalu dipandu oleh mereka yang tidak bersanad, tidak tunduk kepada otoritas ruhaniyyah yang sah, maka ia bukan lagi dzikir, melainkan manipulasi.
Dzikir semacam itu hanya menghasilkan gema kosong, bukan getar langit. Ia memanggil manusia, bukan memanggil Tuhan.
Inilah yang kini sedang kita hadapi. Mereka membawa nama “Aswaja”, tapi tubuhnya tidak mengenal NU. Mereka mengklaim sufisme, tapi jiwanya mencurigai sanad. Mereka mengusung dzikir, tapi tujuannya adalah mobilisasi dan ilusi legitimasi.
Dzikir untuk Bangsa, Bukan untuk Agenda
Acara dzikir JATMAN bersama TNI–POLRI bukanlah tandingan. Bukan pula aksi panggung. Ia adalah seruan ruhani untuk menyambut kemerdekaan Indonesia dengan rabbaniyah, bukan retorika.
Dalam sunyi malam, para mursyid dan santri akan duduk bersimpuh. Di tiap kota, akan menggema _Lâ ilâha illallâh_, bukan yel-yel kosong yang dipaksakan.
Ini momen kita untuk meneguhkan diri:
Apakah kita akan hadir di panggung yang dibangun oleh tangan-tangan penentang NU, hanya karena kemasannya terlihat menarik?
Atau kita memilih duduk bersila di tengah barisan para muqaddam, masyayikh, dan muhibbin yang bersanad, walau tanpa publikasi?
Kenapa Kita Harus Menolak Dzikir Istiqlal oleh Jatma Aswaja?
Karena kita tahu:
Mereka bukan bagian dari NU. Mereka menentang JATMAN. Mereka tidak tunduk pada struktur idarah thariqah mu’tabarah. Dan mereka sedang menjadikan dzikir sebagai panggung politik baru.
Dzikir tidak boleh dibajak. Ini ruang suci. Ini urusan langit. Jika kita hadir, maka kita memberi ruang. Jika kita diam, maka kita memberi angin. Jika kita lengah, maka ruh tarekat akan ditarik-tarik oleh tangan-tangan yang tak bertanggung jawab.
Penutup: Kembali ke Rumah Besar Ruhaniyah
Mari kita kembali. Kembali ke langgar, ke surau, ke pondok, ke ruang-ruang dzikir yang tak disorot kamera, tapi dijaga para malaikat.
Mari hadir bersama mursyid kita, menyambut kemerdekaan dengan sebenar-benarnya dzikir.
Bukan di Istiqlal yang gaduh. Tapi di tempat-tempat yang menjadi saksi linangan air mata para wali.
Karena NU bukan hanya organisasi. Ia adalah jalan keselamatan.
Karena JATMAN bukan hanya wadah. Ia adalah nafas ruhani bangsa.
Dan karena dzikir bukan tontonan. Ia adalah tangisan cinta dari hati yang takut kepada-Nya.
Himbauan Ruhani:
Jangan Hadiri Dzikir Istiqlal 10 Agustus 2025 oleh Jatma Aswaja
Hadirilah Dzikir & Doa Kemerdekaan Bersama JATMAN dan TNI–POLRI
Ahad, 10 Agustus 2025 – Pukul 19.00 WIB – Serentak di seluruh Indonesia.