JAKARTA | LIPUTAN9NEWS
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan korupsi pembagian kuota haji tambahan tahun 2024 yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1 triliun.
Salah satu yang menjadi fokus penyelidikan adalah dugaan keterlibatan Fadlul Imansyah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH).
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan pihaknya menelusuri peran BPKH dalam pengaturan kuota haji tambahan yang diduga tidak sesuai aturan. Sesuai ketentuan, pembagian kuota seharusnya 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus.
“Kami masih mendalami pengelolaan dana dari para calon haji, baik reguler maupun khusus, yang dikelola BPKH,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (11/08/2025).
Lebih lanjut, Budi menjelaskan, seluruh dana calon jemaah haji masuk ke BPKH untuk dikelola. Menjelang pelaksanaan haji, dana tersebut dikembalikan ke Kementerian Agama untuk jemaah reguler. Sedangkan dana haji khusus disalurkan ke penyelenggara biro perjalanan ibadah haji.
“Karena peran BPKH ini sangat strategis, keterangan dari pihak mereka sangat dibutuhkan,” jelasnya.
Fadlul Imansyah telah dimintai keterangan pada 8 Juli 2025 lalu. Ia menegaskan dukungan penuh terhadap langkah KPK menyelidiki kasus ini dan mengaku telah memberikan informasi secara jelas sesuai kewenangannya.
“Sebagai pimpinan lembaga dan warga negara yang taat hukum, kami sudah menyampaikan informasi secara gamblang dalam batasan wewenang badan ini,” kata Fadlul.
Ia menambahkan, BPKH selalu mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan amanah dalam mengelola dana haji. Hal ini, menurutnya, sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang mengatur secara ketat mulai dari prinsip dasar hingga pertanggungjawaban publik.
KPK telah meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan. Meskipun belum menetapkan tersangka, penyidik membidik pihak yang memerintahkan pembagian kuota tambahan tidak sesuai aturan dan pihak-pihak yang diuntungkan.
Dari total 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi, pembagian justru dilakukan 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus, bukan 92% banding 8% seperti ketentuan. Pola ini diduga menguntungkan pihak tertentu dan merugikan keuangan negara hingga Rp 1 triliun.
























