• Latest
  • Trending
  • All
  • Politik
Boikot Trans7

Zaman Wis Akhir: Kado Hitam Trans7 Menjelang Hari Santri

October 14, 2025
Wali Kekasih Allah

Ciri Wali (Kekasih) Allah: Tidak ada Rasa Takut dan Larut dalam Kesedihan

October 27, 2025
Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

October 27, 2025
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti

Program Wajib Belajar 13 Tahun pada 2026, PIP untuk TK dan Insentif Guru Dinaikkan

October 27, 2025
MUI

MUI Sentil Tampilnya Biduan dalam Peresmian Masjid di Jawa Tengah

October 27, 2025
Peringati Hari Santri 2025, PWNU DKI Jakarta Ajak Perkuat Nilai-nilai Kejujuran

Peringati Hari Santri 2025, PWNU DKI Jakarta Ajak Perkuat Nilai-nilai Kejujuran

October 27, 2025
Ratusan Juta Uang Rakyat Diduga Disalahgunakan: Proyek Drainase U-Ditch di Sukajaya Asal Jadi, Jalan Licin Membahayakan Warga

Ratusan Juta Uang Rakyat Diduga Disalahgunakan: Proyek Drainase U-Ditch di Sukajaya Asal Jadi, Jalan Licin Membahayakan Warga

October 27, 2025
Melda Safitri

The Ultimate Life Perspektif Islam 

October 26, 2025
BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

October 26, 2025
BNPT Gelar Rakor Deradikalisasi Di Yogyakarta, Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan Jadi Narasumber

BNPT Gelar Rakor Deradikalisasi Di Yogyakarta, Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan Jadi Narasumber

October 25, 2025
Zakky Mubarok

Merajut Hubungan Vertikal dan Horizontal

October 25, 2025
  • Iklan
  • Kontak
  • Legalitas
  • Media Sembilan Nusantara
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Tentang
Tuesday, October 28, 2025
  • Login
Liputan9 Sembilan
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
Liputan9 Sembilan
No Result
View All Result
Home Artikel Opini

Zaman Wis Akhir: Kado Hitam Trans7 Menjelang Hari Santri

Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA

liputan9news by liputan9news
October 14, 2025
in Opini
A A
0
Boikot Trans7

Boikot Trans7 & TransTV

505
SHARES
1.4k
VIEWS

BONDOWOSO | LIPUTAN9NEWS
Saat ini, dunia pesantren dikejutkan dengan sebuah peristiwa yang menampar para santri dan kyai disaat menjelang dan menyambut hari santri nasional dengan tayangan televisi yang sarat menyudutkan dan melecehkan tokoh agama yang amat sangat dihormati dikalangan santri dan ormas Islam Nahdhatul ulama. Memang cuplikan video itu benar adanya, namun dipotong sesuai seleranya yang menggunakan diksi bahwa yang bersifat provokatif dan destruktif.

Kalau bicara soal lembaga pendidikan tertua di Indonesia, jangan lupa bahwa pesantren itu salah satunya. Bahkan bisa dibilang the original education system di negeri ini. Jauh sebelum sekolah-sekolah modern berdiri, pesantren sudah jadi tempat para santri belajar, bukan cuma ilmu agama, tapi juga etika, adab, bahkan banyak juga yang sudah mulai merambah ke ilmu umum.

Mengutip tulisan Dr. Ahmad Muzakki, M. Pd. I., dalam salah satu tulisanya yang mengatakan bahwa pesantren juga punya satu keunggulan yang kadang dilupakan orang: niat awalnya bukan cari penghasilan dan materi. Mayoritas pesantren di Indonesia biayanya sangat terjangkau, bahkan banyak yang nyaris gratis. Ini karena para Kiai dan pengelolanya memang niatnya ingin membantu mencerdaskan bangsa, bukan mendirikan lembaga komersil. Mereka nggak ngotot minta bantuan pemerintah, meskipun tentu saja, kalau dibantu secara adil, itu jauh lebih baik.

Dalam realitanya, bantuan pendidikan dari pemerintah masih lebih dominan ke sekolah negeri. Padahal pesantren, dengan segala perannya dalam membentuk karakter dan kecerdasan generasi muda, juga punya hak yang sama untuk diperhatikan. Memang ada beberapa kepala daerah yang perhatian dengan pesantren, dan ini patut diapresiasi. Tapi jumlahnya masih sedikit dibanding yang dibutuhkan.

BeritaTerkait:

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

Presiden Prabowo Setujui Pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama

Hari Santri Nasional 2025, Habib Salim Jindan: Santri Wajib Jadi Duta Peradaban dengan Akhlak dan Ilmu

Mbah Hasyim dan Santri Nusantara: Api Kebangsaan yang Tak Pernah Padam

Lalu, kalau ada pesantren yang biayanya mahal, biasanya itu karena fasilitasnya memang sudah sangat lengkap kamar nyaman, makanan bergizi, lingkungan bersih dan modern. Biasanya santrinya juga berasal dari keluarga mampu, seperti pengusaha atau pejabat. Tapi ini hanya sebagian kecil. Jangan sampai yang seperti ini dijadikan gambaran umum, karena mayoritas pesantren tetap sederhana dan membumi.

Syahdan, ngomong-ngomong soal pesantren, tidak lengkap rasanya kalau tidak bicara tentang sosok sentral di dalamnya: Kiai. Para Kiai ini bukan hanya guru, tapi juga orang tua, pembimbing, dan teladan hidup bagi para santri. Banyak dari mereka yang mengajar tanpa pamrih, mewakafkan tanah untuk pesantren, bahkan mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran sepenuhnya demi mencerdaskan anak-anak bangsa.

Karena itulah, wajar kalau santri, alumi, wali santri, bahkan masyarakat sekitar sangat menghormati dan menyayangi para Kiai. Memberi sesuatu kepada Kiai entah itu uang, hasil bumi, atau hadiah lain bukan karena ada paksaan atau doktrin, tapi karena ada kesadaran dan penghargaan yang tulus. Ini adalah tradisi yang sudah mengakar, bentuk rasa terima kasih yang tidak bisa diukur dengan angka.

Sayangnya, ada juga orang-orang yang suka mengomentari pesantren dan Kiai tanpa tahu apa-apa tentang budaya dan realitas di dalamnya. Komentar asal-asalan yang hanya berdasarkan asumsi bisa jadi bumerang, karena menilai sesuatu tanpa data yang akurat itu seringkali menyesatkan. Apalagi kalau yang dikomentari adalah soal penghormatan kepada Kiai, yang sebenarnya justru menjadi salah satu nilai luhur pendidikan di pesantren.

Makanya, sebelum menilai, ada baiknya memahami. Sebelum menyimpulkan, kumpulkan dulu data dan pengalaman. Karena dunia pesantren itu bukan sekadar tempat belajar, tapi juga ladang pengabdian, cinta, dan ketulusan yang mungkin tidak bisa dimengerti hanya dengan melihat dari luar.

Well, sosok kyai dipondok pesantren merupakan sosok yang menjadi guru yang bukan hanya sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa. Kutipan ini mengajarkan bahwa kualitas seorang kyai tidak hanya diukur dari seberapa banyak ia menguasai materi, tetapi dari seberapa dalam ia mampu menyalakan api semangat dalam diri muridnya. Kyai yang hebat bukan hanya menyampaikan pengetahuan, melainkan membangkitkan kesadaran dan rasa ingin tahu. Ia tidak hanya menjadi sumber informasi, tapi juga sumber inspirasi — membuat santri percaya bahwa mereka mampu melampaui batas yang pernah mereka bayangkan. Di tangan kyai seperti inilah pendidikan menjadi pengalaman yang hidup, bukan sekadar rutinitas akademik.

Alaa kulli hal, kyai yang baik merupakan sosok yang diidolakan dianggap sebagai ulama yang bukan hanya mampu menjelaskan dengan kata-kata, tetapi kyai yang hebat berbicara dengan keteladanan. Ia tidak hanya berbicara tentang nilai-nilai, tetapi mempraktikkannya dalam tindakan sehari-hari. Santri belajar bukan dari apa yang didengar, tetapi dari apa yang dilihat dan dirasakan. Seorang kyai yang datang tepat waktu, yang menghormati muridnya, yang sabar dalam membimbing, secara diam-diam sedang menanamkan pelajaran tentang disiplin, respek, dan tanggung jawab. Inilah pendidikan sejati — bukan transfer ilmu, melainkan pembentukan karakter melalui keteladanan nyata.

Dalam dunia pendidikan modern yang semakin terobsesi dengan angka, nilai ujian, dan target kurikulum, sering kali esensi ini terlupakan. Banyak kyai terjebak pada keharusan “menyelesaikan materi” ketimbang “menumbuhkan manusia.” Padahal, ilmu pengetahuan hanyalah alat, bukan tujuan akhir. Tugas mulia seorang guru adalah membantu murid memahami diri sendiri dan dunia dengan lebih baik, bukan sekadar membuat mereka hafal rumus atau teori. Kyai yang hebat memahami bahwa setiap murid unik — dan inspirasi sering kali tumbuh bukan dari kata-kata besar, melainkan dari perhatian kecil yang tulus.

So, kyai yang menginspirasi adalah mereka yang menyalakan mimpi. Ia melihat potensi dalam murid ketika orang lain melihat kelemahan. Ia memberi dorongan ketika murid mulai ragu, dan ia tetap percaya bahkan ketika muridnya hampir menyerah. Kyai semacam ini meninggalkan jejak yang tak lekang oleh waktu. Murid mungkin lupa pelajaran yang diajarkan, tetapi mereka tidak akan pernah lupa bagaimana guru itu membuat mereka merasa berharga, didengar, dan dimampukan. Itulah warisan terbesar seorang pendidik — menghidupkan semangat belajar yang bertahan seumur hidup.

Bangsa besar tidak hanya dibangun oleh pemimpin yang kuat, tetapi oleh kyai-kyai yang hebat. Mereka adalah arsitek peradaban, penjaga nurani, dan penanam benih masa depan. Dari ruang kelas yang sederhana, mereka menyalakan cahaya yang menerangi jalan kemajuan bangsa. Maka, ketika seorang guru menginspirasi, ia tidak hanya mengubah satu individu ia sedang mengubah masa depan. Karena sejatinya, tidak ada kekuatan yang lebih dahsyat daripada seorang guru yang mengajarkan dengan cinta, menuntun dengan teladan, dan menginspirasi dengan jiwa yang menyala.

Mengutip tulisannya Prof. Nadirsyah Hosen, Ph. D. dalam salah satu tulisanya yang mengatakan bahwa menjelang Hari Santri Nasional, Trans7 justru memberi kado pahit bagi dunia pesantren. Tayangan mereka melecehkan para kiai—khususnya Romo Kiai kami, KH Anwar Manshur, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo sekaligus Rais Syuriah PWNU Jawa Timur. Beliau adalah sosok sepuh yang setiap hari masih mengajar dengan penuh kasih dan ketulusan. Dan saya yakin, beliau tidak pernah menyinggung Trans7, apalagi pemiliknya, Bapak Chairul Tanjung.

Namun apa yang dilakukan Trans7 bukan sekadar “salah tayang.” Ini penghinaan. Narasinya ngawur, dibacakan dengan gaya yang merendahkan, disertai visual dan caption yang secara sistematis membangun framing jahat terhadap para kiai. Saya tidak bisa tinggal diam. Saya tumbuh dalam tradisi kritik dan kebebasan berpendapat ala akademik Barat, tetapi yang dilakukan Trans7 bukan kebebasan pers — ini serangan terencana terhadap kehormatan pesantren.

Saya menuntut langkah tegas: Produser acara harus dipecat. Pembaca naskah dipecat. Trans7 wajib menayangkan program tandingan yang menampilkan konsep barokah, adab, disiplin, dan pendidikan karakter ala pesantren agar publik memperoleh gambaran yang berimbang.

Lihatlah, rumah KH Anwar Manshur begitu sederhana—jauh dari kemewahan. Tapi Trans7 justru membingkai seolah beliau hidup dari amplop dan kemewahan. Itu fitnah! Itu penghinaan terhadap orang yang seluruh hidupnya diabdikan untuk ilmu dan umat.

Saya menangis menonton tayangan itu. Bukan karena Kiai kami diserang, tapi karena media sebesar Trans7 tega memproduksi penghinaan semacam ini di bulan ketika bangsa ini semestinya menghormati para santri.

Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia jangan diam. Ini ujian bagi kredibilitas lembaga Anda. Pak Chairul Tanjung, benahi manajemen Trans7 Anda. Dan kepada para pengiklan, saya menyerukan: jangan pasang iklan di Trans7 sampai lembaga ini bertanggung jawab penuh.

Permintaan maaf atau sowan belaka tidak cukup. Luka yang mereka goreskan terlalu dalam. Ini bukan hanya soal satu Kiai — ini soal kehormatan seluruh dunia pesantren.

Mengutip tulisanya Dr. Jasminto, MA dalam salah satu tulisannya yang mengatakan bahwa Boikot:
“Ketika media kehilangan literasi budaya, mereka bukan lagi cermin masyarakat—mereka menjadi kaca retak yang memantulkan kebodohan sendiri.”

Tayangan Trans7 yang disoal para santri menunjukkan apa yang disebut oleh Paulo Freire sebagai kebudayaan bisu—yakni ketika media kehilangan kesadaran kritis terhadap akar sosial dan sejarah bangsa sendiri. Pesantren merupakan lembaga yang telah eksis jauh sebelum republik berdiri, berperan besar dalam pembentukan moral, pendidikan, dan perlawanan terhadap kolonialisme. Mengabaikan sejarah itu bukan sekadar kekeliruan informasi, melainkan pengkhianatan epistemologis terhadap memori kolektif bangsa.

Hal ini memperlihatkan lemahnya riset redaksi. Dalam ekosistem media modern, setiap narasi seharusnya melalui proses verifikasi budaya—cultural due diligence—agar representasi kelompok sosial tidak terdistorsi. Ketiadaan itu memperlihatkan miskinnya literasi sejarah pesantren di ruang redaksi.

Pierre Bourdieu menyebut violence symbolique sebagai bentuk kekerasan yang bekerja halus melalui bahasa, gambar, dan intonasi. Ketika visual, caption, dan nada narasi secara sistematis membingkai kiai sebagai sosok negatif, media tersebut sedang melakukan kekerasan simbolik terhadap komunitas pesantren.

Dalam logika ilmiah komunikasi, setiap elemen audio-visual memiliki kekuatan semiotik. Pengulangan intonasi sinis atau visualisasi yang memperlemah martabat tokoh agama bukan kebetulan estetika—melainkan strategi framing ideologis yang memanipulasi persepsi publik. Media semacam ini bukan sedang “memberi informasi”, tetapi sedang membentuk realitas sesuai agenda tersembunyi.

Tidak mungkin sebuah tayangan semacam itu lolos tanpa persetujuan berlapis dari redaktur dan produser. Artinya, secara sistemik, terdapat kegagalan kolektif di ruang redaksi untuk menegakkan prinsip dasar jurnalistik: menghormati martabat manusia, menjunjung keadilan, dan mencegah diskriminasi.
Ini adalah pelanggaran terhadap etika deontologis Kantian: tindakan media tidak boleh menjadikan manusia (termasuk kiai dan pesantren) sekadar alat bagi kepentingan rating atau sensasi. Ketika logika komersial mengalahkan tanggung jawab moral, media berubah dari alat pencerahan menjadi mesin destruksi sosial.

Framing negatif terhadap kiai dan pesantren bukan hanya serangan terhadap individu, tetapi terhadap institusi nilai dan pengetahuan Islam Nusantara. Dalam kerangka filsafat sosial, pesantren adalah salah satu pilar habitus moral bangsa.

Jika media terus menormalisasi representasi jahat semacam ini, publik akan mengalami erosion of trust terhadap lembaga-lembaga moral. Secara sosiologis, ini berpotensi menimbulkan cognitive dissonance di masyarakat—antara ajaran luhur agama dan citra negatif yang dikonstruksi media. Akibatnya, kohesi sosial bangsa terancam oleh narasi destruktif yang lahir dari ruang redaksi yang buta budaya.

Tayangan Trans7 yang menampilkan pesantren dan kiai secara menyesatkan bukan sekadar persoalan etika jurnalistik, melainkan gejala struktural dari krisis literasi budaya, kemerosotan moral media, dan reduksi makna kiai sebagai penjaga nurani bangsa. Boikot bukan hanya bentuk protes emosional, tetapi tindakan moral kolektif untuk menegakkan kembali martabat ilmu, adab, dan kebenaran dalam ruang publik Indonesia.

Salam akal sehat, Bondowoso, 13 Oktober 2025
Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA, Penulis

Tags: Hari SantriHSN 2025Kado HitamKiaiMelecehkanMenghinaNahdlatul UlamaPesantrenPondok PesantrenTrans7TransTV
Share202Tweet126SendShare
liputan9news

liputan9news

Media Sembilan Nusantara Portal berita online yang religius, aktual, akurat, jujur, seimbang dan terpercaya

BeritaTerkait

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7
Nasional

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

by liputan9news
October 26, 2025
0

JAKARTA | LIPUTAN9NEWS - BEMPTNU Se-Nusantara kembali melakukan aksi jilid dua, yang pertama aksi ke gedung KPI dan aksi yang...

Read more
Presiden Prabowo Setujui Pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama

Presiden Prabowo Setujui Pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama

October 23, 2025
Habib Salim Jindan

Hari Santri Nasional 2025, Habib Salim Jindan: Santri Wajib Jadi Duta Peradaban dengan Akhlak dan Ilmu

October 22, 2025
Mbah Hasyim dan Santri Nusantara: Api Kebangsaan yang Tak Pernah Padam

Mbah Hasyim dan Santri Nusantara: Api Kebangsaan yang Tak Pernah Padam

October 22, 2025
Load More

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Gus Yahya

PBNU Respon Rais Am JATMAN yang telah Demisioner dan Teken Sendirian Surat Perpanjangan Kepengurusan

November 26, 2024
Akhmad Said Asrori

Bentuk Badan Hukum Sendiri, PBNU: JATMAN Ingin Keluar Sebagai Banom NU

December 26, 2024
Jatman

Jatman Dibekukan Forum Mursyidin Indonesia (FMI) Dorong PBNU Segera Gelar Muktamar

November 22, 2024
Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

2463
KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

757
KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

141
Wali Kekasih Allah

Ciri Wali (Kekasih) Allah: Tidak ada Rasa Takut dan Larut dalam Kesedihan

October 27, 2025
Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

October 27, 2025
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti

Program Wajib Belajar 13 Tahun pada 2026, PIP untuk TK dan Insentif Guru Dinaikkan

October 27, 2025
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
  • Media Sembilan Nusantara

Copyright © 2024 Liputan9news.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Wisata-Travel
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Dunia Islam
    • Filantropi
    • Amaliah NU
    • Al-Qur’an
    • Tasawuf
    • Muallaf
    • Sejarah
    • Ngaji Kitab
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Seputar Haji
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Pendidikan
    • Sejarah
    • Buku
    • Tokoh
    • Seni Budaya

Copyright © 2024 Liputan9news.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In