• Latest
  • Trending
  • All
  • Politik
Mbah Hasyim dan Santri Nusantara: Api Kebangsaan yang Tak Pernah Padam

Mbah Hasyim dan Santri Nusantara: Api Kebangsaan yang Tak Pernah Padam

October 22, 2025
Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

October 27, 2025
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti

Program Wajib Belajar 13 Tahun pada 2026, PIP untuk TK dan Insentif Guru Dinaikkan

October 27, 2025
MUI

MUI Sentil Tampilnya Biduan dalam Peresmian Masjid di Jawa Tengah

October 27, 2025
Peringati Hari Santri 2025, PWNU DKI Jakarta Ajak Perkuat Nilai-nilai Kejujuran

Peringati Hari Santri 2025, PWNU DKI Jakarta Ajak Perkuat Nilai-nilai Kejujuran

October 27, 2025
Ratusan Juta Uang Rakyat Diduga Disalahgunakan: Proyek Drainase U-Ditch di Sukajaya Asal Jadi, Jalan Licin Membahayakan Warga

Ratusan Juta Uang Rakyat Diduga Disalahgunakan: Proyek Drainase U-Ditch di Sukajaya Asal Jadi, Jalan Licin Membahayakan Warga

October 27, 2025
Melda Safitri

The Ultimate Life Perspektif Islam 

October 26, 2025
BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

October 26, 2025
BNPT Gelar Rakor Deradikalisasi Di Yogyakarta, Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan Jadi Narasumber

BNPT Gelar Rakor Deradikalisasi Di Yogyakarta, Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan Jadi Narasumber

October 25, 2025
Zakky Mubarok

Merajut Hubungan Vertikal dan Horizontal

October 25, 2025
King of Nusantara Ajak Pengusaha Manca Negara Berinvestasi di Indonesia

King of Nusantara Ajak Pengusaha Manca Negara Berinvestasi di Indonesia

October 25, 2025
  • Iklan
  • Kontak
  • Legalitas
  • Media Sembilan Nusantara
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Tentang
Monday, October 27, 2025
  • Login
Liputan9 Sembilan
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
Liputan9 Sembilan
No Result
View All Result
Home Artikel Opini

Mbah Hasyim dan Santri Nusantara: Api Kebangsaan yang Tak Pernah Padam

Oleh: Aguk Irawan MN

liputan9news by liputan9news
October 22, 2025
in Opini
A A
0
Mbah Hasyim dan Santri Nusantara: Api Kebangsaan yang Tak Pernah Padam

Mbah Hasyim dan Santri Nusantara: Api Kebangsaan yang Tak Pernah Padam (Foto: Ilustrasi/AI)

522
SHARES
1.5k
VIEWS

“Perjuangan Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari membuktikan bahwa semangat santri bukan hanya tentang agama, tetapi juga tentang cinta tanah air dan kedaulatan bangsa.”

YOGYAKARTA | LIPUTAN9NEWS
Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama itu memang secara resmi telah ditetapkan oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional pada 17 November 1964, berdasar Keppres Nomor 294. Keputusan ini lebih terlambat sedikit dari putranya KH. Wahid Hasyim yang telah ditetapkan lebih dulu pada 24 Agustus 1964 berdasar Keppres Nomor 206.

Sekilas tidak ada yang janggal, tetapi jika diperhatikan ini sedikit aneh, sebab hampir seluruh kiprah putranya itu di pentas nasional adalah badal atau representasi dari Sang Ayah. Lebih dari itu, apa peran Hadratussyekh Hasyim Asy’ari pada republik ini juga masih kabur? Buku pelajaran sejarah sekolah sejak Orla dan Orba belum memasukkan kiprah perjuangannya secara proporsional. Jikapun ada tak lain dan bukan hanya seputar pendirian NU.

Hal ini menurut sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara karena faktor kurangnya kesadaran dan perhatian umat Islam sendiri, terutama di kalangan santri terhadap sejarah Islam Indonesia yang menjadikan peran sejarahnya ditiadakan.

Sementara menurut sejarawan Profesor Ruslan Abdul Ghani, data dan arsip terkait perjuangan kaum santri memang minim, jadi wajar jika tidak masuk dalam kurikulum sekolah. Tetapi menurut Agus Sunyoto, demikian itu sengaja dilakukan oleh Orla dan Orba, karena ketakutan mereka pada kebangkitan kaum santri, terutama di pentas politik kekuasaan. Mengingat ormas ini pernah punya peran yang signifikan pada perjuangan dan pergerakan menuju kemerdekaan dan upaya mempertahankannya. Lebih-lebih NU pernah jadi parpol dan ikut dalam “percaturan” kekuasaan.

BeritaTerkait:

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

King of Nusantara Ajak Pengusaha Manca Negara Berinvestasi di Indonesia

Hari Santri Nasional 2025, Habib Salim Jindan: Santri Wajib Jadi Duta Peradaban dengan Akhlak dan Ilmu

Santri Menjawab: Jalan Jongkok Akulturasi Budaya dan Agama

Kendati demikian, untunglah masih ada Asad Syahab, wartawan Lebanon yang menulis buku Al-Allamah Hasyim Asy’ari Wadh’iu Labnati Istiqlali Indonesia, juga ada nama Frederic Anderson, sejarawan Amerika yang mengumpulkan arsip/dokumentasi di Indonesia mulai tahun 1941–1945. Di luar nama itu masih ada Anthony Reid dan Marshall Hodgson.

Ada hal-hal menarik yang disinggung para sejarawan itu terkait pergolakan kaum santri dalam pentas sejarah bangsa ini, terutama peran Mbah Hasyim terkait seputar Hari Santri 22 Oktober dan sekitarnya.

Pertama, terkait sejarah kaum santri dan umat Islam secara umum, pada 1512, ketika embrio NKRI masih bernama Kerajaan Demak, Pati Unus yang notabene santri didikan Walisongo dengan gagah berani memimpin 10.000 pasukan dalam 100 kapal untuk menyerbu Portugis di Malaka. Tujuannya sederhana, agar Portugis tidak lebih jauh masuk ke Nusantara dan mengancam kedaulatan.

Kemudian perlawanan Sultan Hasanuddin (Kerajaan Gowa Makassar, 1666–1669). Perang Kuning di Lasem–Pati–Jepara–Semarang dipimpin Kiai Ali Badawi (1772–1775). Perlawanan Kerajaan Pagaruyung Padang (Perang Padri) 1803–1838, Tuanku Imam Bonjol. Beriringan meletuslah perang akbar, pemberontakan Cirebon (1802–1818) yang dikomandani para santri. Nama-nama tokoh yang ada dalam arsip P.H. van der Kemp, di antaranya Bagus Serrit, Jabin, Neirem, dan Bagus Rangin adalah para santri, sebagaimana pula tertulis dalam Serat Candhini.

Selanjutnya pada 19 Juli 1825, Pangeran Diponegoro yang merupakan santri tarekat dari Tegalrejo, Yogyakarta mengobarkan Perang Jawa (Java Oorlog) hingga membuat Belanda mengalami kerugian 20 juta gulden dan nyaris bangkrut. Perang Jawa ini melibatkan ratusan ribu kiai, ulama, dan santri tidak hanya dari seantero Pulau Jawa, namun sampai Bugis, Sulawesi Selatan. Beberapa santri, murid, dan sahabat Diponegoro di antaranya adalah Kiai Abdul Jalal dan Kiai Mojo.

Kemudian Diponegoro takluk, salah satu komandannya Kiai Abdusalam lari ke Jombang mendirikan Pesantren Tambakberas. Kiai Nur Muhammad lari ke Widang mendirikan Pesantren Langitan. Murid Kiai Abdusalam, Kiai Mustafa mendirikan Pesantren Tarbiyyatut Thalabah Kranji Lamongan. Putranya, Kiai Muhtadi Sendangagung santri Kiai Hasyim Asy’ari jadi komandan laskar Pandu Wathon Muhammadiyah. Adiknya, Kiai Amin Musthafa juga santri Kiai Hasyim Asy’ari dipercaya komandan Hizbullah daerah Lamongan, Tuban, dan Gresik. Dalam dokumen van der Kemp tersebut selama satu abad (1800–1900) disebutkan terdapat 112 kali pemberontakan oleh kaum santri dan tarekat.

Kedua, terkait dengan Mbah Hasyim, semasa kolonial Belanda Pesantren Tebuireng yang dirintisnya pernah sampai empat kali dibakar kolonial, buntut dari sikap tegasnya atas kebijakan mereka. Di antaranya terkait kebijakan tanam paksa, ordonansi guru, fatwa larangan haji, dan lain sebagainya.

Ketiga, ketika sore hari tanggal 7 Maret 1942 Lembang jatuh ke tangan Jepang. Jepang berhasil memaksa pasukan KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indische Leger) di bawah komando Letjen Ter Poorten melakukan gencatan senjata. Kemudian Belanda meminta perundingan di Kalijati. Saat itu juga, Ter Poorten dan Tjarda secara resmi menandatangani dokumen kapitulasi atau penyerahan tanpa syarat Hindia Belanda kepada Jepang.

Selanjutnya tanggal 9 Maret 1942 Jepang mengumumkan akan menjadikan Indonesia saudara tuanya dan berjanji sesama Asia akan membantu memerdekakannya dari penjajahan kulit putih Eropa. Satu bulan kemudian, 9 Mei, Mbah Hasyim bersedia menjadi mufti (Shumubu) 1942.

Orang banyak bertanya, bahkan elite nasionalis saat itu banyak menyayangkan sikapnya dan mengkritik keras keputusan ini, tetapi Mbah Hasyim tetap tak bergeming untuk mundur. Bahkan, ia menunjuk putranya untuk menggantikan posisinya sebagai pelaksana. Namun belakangan baru diketahui bahwa sikap ini adalah strategi luar biasa bagi jalan menuju kemerdekaan.

Sejarah mencatat, Presiden Jepang pada 24 September 1942 secara resmi pernah berjanji akan memerdekakan bangsa Indonesia, tetapi janji tetap janji. Hal inilah yang dimanfaatkan Mbah Hasyim untuk terus konsolidasi dan menjalankan strateginya. Di antaranya dengan meminta Jepang untuk memberi pendidikan yang memadai pada pribumi dan memintanya untuk mengajari latihan militer.

Jepang tidak keberatan, karena mereka sudah mencium Belanda dan Sekutu akan kembali mengambil alih kekuasaan pada rencana agresi militer kedua. Jadi pelatihan militer pada pribumi akan menguntungkannya untuk menghadapi NICA. Tapi bagi Mbah Hasyim, pengetahuan dan pelatihan ini adalah langkah pertama untuk menggapai cita-cita kemerdekaan. Sebab baginya, jika rakyat sudah terlatih, tidak ada sulitnya mengusir Jepang yang hanya segelintir itu.

Melalui Shumuka-cho (kantor cabang Shumubu di daerah) Mbah Hasyim dan sejumlah kiai membuat barisan komando perang, seperti Barisan Hizbullah, Sabilillah, Pandu Wathon, dan lain sebagainya. Setiap hari kiai dan santri itu mereka dilatih perang oleh tentara Jepang dalam komando Jenderal Suzuka. Kelak, setelah mereka sedikit mahir, Mbah Hasyim dimasukkan ke penjara selama empat bulan karena menolak kebijakan Seikerei.

Selama itu pula pemberontakan demi pemberontakan kaum santri bergolak di mana-mana, sehingga Jepang terpaksa melepaskan Mbah Hasyim. Selanjutnya, strategi inilah salah satu yang mengantarkan kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Lebih dari itu, ketika Mbah Hasyim dan NU mengeluarkan resolusi jihad 22 Oktober yang meminta rakyat untuk melawan Sekutu yang membonceng NICA adalah jihad fardhu ‘ain demi membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan. Sejarah mencatat, setelah itu, tanggal 24, 25, dan 27–28 gencatan senjata berkobar di Surabaya. Puncaknya sampai 10 November 1945.

Selain terjadi di Jatim, peristiwa lain juga terjadi di seputar Jateng. Setelah NICA dan Sekutu yang dipimpin Van der Plas dan Van Mook mendarat di Ambarawa pada 29 September. Gubernur Jawa Tengah saat itu Wongsonegoro justru “mempersilakan” masuk rombongan Sekutu itu dan melepaskan ribuan tawanan Sekutu.

Anehnya setelah dilepas, tawanan itu dipersenjatai dan balik mengambil kekuasaan Gubernuran. Kiai Chudlori, pendiri Pesantren Tegalrejo, santri Mbah Hasyim, atas perintahnya meminta anggota Shumuka-cho yang terlatih yaitu para santri, pemuda masjid dan musala serta segenap masyarakat untuk merebut kembali Ambarawa.

Pertempuran berlangsung sengit pada 20–22 Oktober 1945, sampailah utusan Jenderal Soedirman, Letkol Sarbini dan Letkol Isdiman turut membahu berjuang. Para santri Mbah Chudlori menempati garda terdepan perjuangan menggebuk tentara Sekutu ini. Dalam peristiwa ini muncul nama dua santri asal Magelang, yakni Adzroi dan Sastrodiharjo yang dikenal dengan kesaktiannya akibat hizib Mbah Chudlori.

Hal lain yang perlu dicatat adalah, sejak proklamasi kemerdekaan dideklarasikan, Indonesia belum punya tentara. Baru dua bulan kemudian, 5 Oktober dibentuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Tanggal 10 diumumkanlah jumlah TKR di Jawa. Ada 10 divisi, anggotanya per divisi ada 10.000 prajurit dengan dibagi atas 3 resimen dan 15 batalyon.

Ke-10 divisi di atas dipimpin oleh kiai dan ketua Shumuka-cho daerah yang merangkap komandan Hizbullah dan ketua cabang NU. Di antaranya adalah Kolonel KH. Sam’un, pengasuh pesantren di Banten. Kolonel KH. Arwiji Kartawinata di Tasikmalaya, dan lain sebagainya. Arsip ini ada di TNI sekarang.

Keempat, sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya 17 Agustus 1945, kenapa nyaris setahun tidak ada negara lain yang mengakui? Itu karena mereka menganggap bahwa Indonesia adalah negara boneka dan kemerdekaannya dinilai pemberian dari Nippon Jepang. Hal ini bisa dijelaskan, menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan Hatta menyambangi Jepang untuk bertemu dengan Kaisar. Kemudian, rapat besar di Lapangan Ikada juga dijaga ketat oleh tentara Jepang. Belum lagi naskah teks Proklamasi yang diketik oleh orang berkebangsaan Jepang, Laksamana Maeda.

Selain itu, sudah menjadi fakta sejarah, selama masa pendudukan, Jepang juga membentuk badan persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau 独立準備調査会 (Dokuritsu Junbi Chōsa-kai) dalam bahasa Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI atau 独立準備委員会 (Dokuritsu Junbi Iinkai) yang bertugas menyiapkan kemerdekaan.

Juga fakta sejarah, pengakuan paling awal justru datang dari Mesir, Palestina, dan India. Itu tidak lain karena Mufti Mesir, Syekh Sulaiman, adalah guru Mbah Hasyim. Mufti Palestina, Syekh Amin, adalah murid Mbah Hasyim, dan Mufti India, Syekh Sa’dullah, juga murid Mbah Hasyim di Hijaz.

Kelima, ketika hasil politik etis menjadikan para elite pribumi memimpikan berdirinya negara Indonesia, Mbah Hasyim Asy’ari dan kiai NU pada Muktamar NU Banjarmasin 1936 telah membulatkan tekad untuk meniru Negara Madinah dengan memperjuangkan lahirnya Republik Indonesia sebagai Darussalam (negara kesejahteraan) di bawah bendera NKRI, bukan Darul Islam (negara Islam). Ini adalah sebuah gagasan progresif ketika belum banyak orang berpikir tentang konsep dasar negara Indonesia.

Dr. KH. Aguk Irawan MN, Lc, MA, Pengasuh Pesantren Baitul Kilmah Yogyakarta, Santri Alumni Darul Ulum, Langitan. Pernah kuliah jurusan Aqidah-Filsafat di Al-Azhar University Cairo dan Sekolah Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga. Pengajar Antropologi-budaya di STIPRAM Yogyakarta, serta di Ma’had Aly KH. Ali Maksum Krapyak dan STAI Pandanaran Yogyakarta. Buku terbarunya terbit di penerbit Mizan Group; Genealogi Etika Pesantren, Kajian Intertekstual (2018) dan Sosrokartono, Sebuah Biografi Novel (2018).

Tags: KH. Hasyim Asy'ariMbah Hasyim Asy'ariNahdlatul UlamaNusantaraSantri
Share209Tweet131SendShare
liputan9news

liputan9news

Media Sembilan Nusantara Portal berita online yang religius, aktual, akurat, jujur, seimbang dan terpercaya

BeritaTerkait

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7
Nasional

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

by liputan9news
October 26, 2025
0

JAKARTA | LIPUTAN9NEWS - BEMPTNU Se-Nusantara kembali melakukan aksi jilid dua, yang pertama aksi ke gedung KPI dan aksi yang...

Read more
King of Nusantara Ajak Pengusaha Manca Negara Berinvestasi di Indonesia

King of Nusantara Ajak Pengusaha Manca Negara Berinvestasi di Indonesia

October 25, 2025
Habib Salim Jindan

Hari Santri Nasional 2025, Habib Salim Jindan: Santri Wajib Jadi Duta Peradaban dengan Akhlak dan Ilmu

October 22, 2025
Adab Santri pada Kiai

Santri Menjawab: Jalan Jongkok Akulturasi Budaya dan Agama

October 22, 2025
Load More

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Gus Yahya

PBNU Respon Rais Am JATMAN yang telah Demisioner dan Teken Sendirian Surat Perpanjangan Kepengurusan

November 26, 2024
Akhmad Said Asrori

Bentuk Badan Hukum Sendiri, PBNU: JATMAN Ingin Keluar Sebagai Banom NU

December 26, 2024
Jatman

Jatman Dibekukan Forum Mursyidin Indonesia (FMI) Dorong PBNU Segera Gelar Muktamar

November 22, 2024
Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

2463
KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

757
KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

141
Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

October 27, 2025
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti

Program Wajib Belajar 13 Tahun pada 2026, PIP untuk TK dan Insentif Guru Dinaikkan

October 27, 2025
MUI

MUI Sentil Tampilnya Biduan dalam Peresmian Masjid di Jawa Tengah

October 27, 2025
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
  • Media Sembilan Nusantara

Copyright © 2024 Liputan9news.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Wisata-Travel
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Dunia Islam
    • Filantropi
    • Amaliah NU
    • Al-Qur’an
    • Tasawuf
    • Muallaf
    • Sejarah
    • Ngaji Kitab
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Seputar Haji
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Pendidikan
    • Sejarah
    • Buku
    • Tokoh
    • Seni Budaya

Copyright © 2024 Liputan9news.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In