Puasa, Shaum atau Shiyam, pengertiannya secara etimologis adalah al-Imsaku Anis Syai’i, yaitu mengekang atau menahan diri dari sesuatu. Misalnya menahan diri dari makan, minum, bercampur dengan istri, berbicara, dan sebagainya. Dalam pengertian selanjutnya, puasa adalah meninggalkan makan, minum, bercampur dengan istri, dan tidak berbicara.
Sufyan bin Uyainah menjelaskan: Puasa adalah melatih kesabaran sehingga seseorang bersikap sabar dan menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan sebagainya. Selanjutnya ia menyampaikan ayat al-Qur’an:
قُلۡ يَٰعِبَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمۡۚ لِلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ فِي هَٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٞۗ وَأَرۡضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةٌۗ إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. Azzumar, 39:10).
Demikian dijelaskan dalam Lisan al-Arab, 12/350. Arti semacam ini misalnya disebutkan dalam al-Qur’an, Allah s.w.t. memerintahkan kepada Siti Maryam, ibunda Nabi Isa a.s. sebagai berikut:
فَكُلِي وَٱشۡرَبِي وَقَرِّي عَيۡنٗاۖ فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ ٱلۡبَشَرِ أَحَدٗا فَقُولِيٓ إِنِّي نَذَرۡتُ لِلرَّحۡمَٰنِ صَوۡمٗا فَلَنۡ أُكَلِّمَ ٱلۡيَوۡمَ إِنسِيّٗا
maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”. (QS. Maryam, 19:26).
Maksud dari ayat ini menjelaskan bahwa aku (Maryam) menahan dari dari berbicara pada hari ini sebagai nadzar terhadap Tuhan Yang Maha Pengasih. Arti seperti ini bisa dikembangkan lebih jauh seperti menahan diri dari jenis makanan tertentu, menahan diri dari suatu pekerjaan, dan sebagainya.
Menurut pengertian terminologis atau pengertian secara istilah, puasa adalah meninggalkan makan, minum, hubungan seksual dan segala yang membatalkannya, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Ibadah shiyam atau puasa, selanjutnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) puasa lahiriyah dan (2) puasa batiniah. Puasa lahiriyah terletak pada tiga hal, yaitu meninggalkan makan, minum, dan hubungan seksual.
Puasa bathiniyah atau ruhaniyah, terdiri dari berbagai macam hal yang dapat merusak puasa seseorang seperti menghindari dusta, berkata palsu, bersaksi palsu, meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. Dilanjutkan dengan menghindari sikap angkuh, ujub atau merasa paling baik, riya’ atau kebaikannya ingin dilihat orang lain, hasad atau dengki, dan berbagai macam perbuatan tercela lainnya yang dilarang oleh agama. Puasa yang kita lakukan hendaklah mencakup dua jenis puasa di atas, yaitu puasa lahiriyah dan puasa batiniah.
Dengan melaksanakan puasa lahiriyah dan batiniyah sesuai tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah, akan memperoleh hikmah yang sangat tinggi, antara lain (1) meningkatkan ketakwaan, yang dengan takwa itu seorang akan memiliki bekal yang lengkap dalam segala kehidupannya. Dengan predikat takwa, maka seseorang akan memperoleh (a) rizki yang banyak yang tidak terduga, (b) memperoleh jalan keluar dari segala kesulitannya, (c) dicukupkan kebutuhannya, (d) urusannya dipermudah, (e) mempu membedakan mana yang baik dan buruk (f) mendapatkan ampunan.
Hikmah yang ke (2) doanya akan dikabulkan. Disebutkan dalam hadits ada tiga kelompok orang yang doanya tidak tertolak, yaitu (a) orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (b) pemimpin yang adil, dan (c) orang yang teraniaya. Hikmah puasa yang ke (3) adalah sebagai prisai dari siksa neraka. Hikmah selanjutnya (4) sebagai penghapus dosa. Hikmah yang ke (5) dapat syafaat, disebutkan dalam hadits: Puasa dan al-Qur’an memberikan syafaat bagi seorang hamba di hari kiamat (HR. Ahmad).
Dr.KH. Zakky Mubarok, MA., Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) dan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)