Penyebutan nama Misfalah untuk wilayah Kota Mekkah karena secara geografis wilayah tersebut lebih rendah atau agak menurun dari arah Masjidil Haram. Sebaliknya, untuk menyebut Ma’la karena posisinya keatas dari arah Masjidil Haram. Jemaah haji Indonesia yang hotelnya ada di wilayah Misfalah lebih dekat ke Masjidil Haram ketimbang mereka yang tinggal di Jarwal atau Mahbas Jin.
Distrik Misfalah, sebagaimana disebut oleh Al-Azraqi dalam History of Makkah: “Dari As-Safa ke Ajiadin di bawahnya, itulah seluruh Al-Misfalah. Batas Al-Misfalah dari tengah adalah awal Jalan Al-Bukhari, di tenggara, di seberang Al-Hamidiyah, dan awal Bait Al-Mansoori dari timur, dari barat laut adalah Suq Al-Saghir, dan dari selatan berbatasan dengan Jabal Al-Sharaish, melintang ke Jabal Abu Tabanja, tempat Babur Al-Kaaki berada.
Sejarawan Mekkah, Ibnu Rajih al-Abdali menyebutkan, dulu Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq hidup di wilayah Misfalah, dan beberapa qabilah Arab lainya, seperti Bani Tamim, Bani, ‘Adi, Bani Hasyim.
Nabi Lahir dari Bani Hasyim
Bani Hasyim adalah salah satu klan dalam suku Quraisy yang merujuk kepada Hasyim bin Abdul Manaf. Hasyim bin Abdu Manaf adalah pendiri dari Bani Hasyim, dan buyut dari Nabi Muhammad dan Ali bin Abu Thalib. Bani Hasyim mendapat kepercayaan untuk memberi air minum (as-siqayah) dan melayani makanan (rifadhah) bagi jamaah haji yang datang dari segala penjuru. Tugas yang dilakukan Bani Hasyim ini merupakan bentuk amanah mulia untuk merawat kota Makkah.
Nabi Muhammad sebagai keturunan Bani Hasyim diabadikan dalam bacaan sholawat yang biasa disebut sholawat Bani Hasyim:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى النَّبِىِّ الْهَاشِمِىِّ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
“Ya Allah, berikanlah rahmat serta salam kepada seorang nabi keturunan Bangsawan Hasyim, yakni Muhammad beserta keluarganya, semogalah tetap selamat dan sejahtera.”
Banyak para ulama meyakini sholat Bani Hasyim dapat mendatangkan keberuntungan untuk urusan dunia dan akhirat.
Kemuliaan nasab Nabi Muhammad yang tersambung kepada Bani Hasyim juga digambarkan dalam syair yang digubah oleh penyair legendaris yang lebih dikenal dengan Imam al-Bushiri :
نَسَبٌ تَحسِبُ العُلا بِحُلاهُ # قَلَّدَتْهَا نُجُومَهَا الْجَوْزَاءُ
“Rangkaian nasab yang berkedudukan tinggi, laksana barisan bintang-bintang yang saling terkait.”
Dari jalur Bani Hasyim ini telah lahir para pemuka sahabat, tabiin dan ulama yang menjadi rujukan dalam agama dari dulu hingga sekarang.
Mekkah Pusat Belajar Ulama Indonesia
Distrik Misfalah kota Mekkah terdapat sisa-sisa jejak orang Indonesia bertempat tinggal dan belajar Ilmu pengetahuan. Seperti Zaqaq Jawa (Gang Jawa)/ Rubath Jawa. Misfalah tempat santri asal Indonesia menimba ilmu kepada Syaikh Ismail Zein al-Yamani atau kepada Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki sebelum keduanya kemudian pindah ke Rushaifah. Suasana Misfalah dulu dan kini tentu sangatlah berbeda. Kini tempat itu sebagian besar sudah berubah menjadi lahan parkir dan hotel.
Tidak diketahui secara pasti siapa ulama Indonesia pertama kali yang belajar di Mekkah. Sejak abad ke 18 sudah ada ulama Indonesia yang belajar di Mekkah bahkan mengajar dan menjadi Imam tetap di Masjidil Haram. Tiga ulama tersebut seperti Syekh Junaid Al Batawi, Syaikh Ahmad Khatib al Minangkabawi, dan Syaikh Nawawi al Bantani.
Pada generasi selanjutnya, kisaran awal abad ke-19 ulama terkemuka asal Indonesia ada yang lahir di Misfalah, yaitu Syaikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani. Banyak para ulama dunia berguru dan mengambil sanad kepada Syaikh Yasin al-Fadani, antara lain, Syaikh Muhammad Ismail Zain Al Makky Al-Yamani, Abuya Sayyid Muhammad bin Alwy Al Maliki, Habib Umar bin Muhammad Hafidz Tarim, Syaikh Ahmad Muhajirin, Bekasi, T.G.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani Martapura, KH. Maimun Zubair, KH. Sahal Mahfudz dan sejumlah ulama dunia dan pengasuh pondok pesantren di Indonesia lainya.
KH. Abdul Muiz Ali, Petugas PPIH Arab Saudi, Pengurus Lembaga Dakwah PBNU dan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI