Jakarta, Liputan9 – Suatu hari, beliau pernah kedatangan tamu dari Kemenag Jawa Timur yang mau memberikan sumbangan dana dari Dinas Sosial Australia untuk tempat-tempat belajar tertua dan mencetak generasi berkualitas
Untuk diketahui, terdapat dua versi tentang tahun berdirinya Pondok Pesantren Sidogiri yaitu 1718 atau 1745. Dalam suatu catatan yang ditulis Panca Warga tahun 1963 disebutkan bahwa Pondok Pesantren Sidogiri didirikan tahun 1718. Catatan itu ditandatangani oleh Almaghfurlahum KH Noerhasan Nawawie, KH Cholil Nawawie, dan KA Sa’doellah Nawawie pada 29 Oktober 1963
Dalam surat lain tahun 1971 yang ditandatangani oleh KA Sa’doellah Nawawie, tertulis bahwa tahun tersebut (1971) merupakan hari ulang tahun Pondok Pesantren Sidogiri yang ke-226. Dari sini disimpulkan bahwa Pondok Pesantren Sidogiri berdiri pada tahun 1745. Versi terakhir inilah yang dijadikan patokan hari ulang tahun/ikhtibar Pondok Pesantren Sidogiri setiap akhir tahun pelajaran
Sidogiri dibabat oleh Sayyid Sulaiman yang berasal dari Cirebon. Beliau adalah keturunan Rasulullah dari marga Basyaiban
Ayahnya, Sayyid Abdurrahman, adalah seorang perantau dari negeri wali, Tarim Hadramaut Yaman. Sedangkan ibunya, Syarifah Khodijah, adalah putri Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati. Dengan demikian, dari garis ibu, Sayyid Sulaiman merupakan cucu Sunan Gunung Jati
Sayyid Sulaiman mendirikan pondok pesantren di Sidogiri dibantu oleh Kiai Aminullah. Kiai Aminullah adalah santri sekaligus menantu Sayyid Sulaiman dari Pulau Bawean
Kembali ke cerita Kiai Nawawi, saat itu beliau ditawari langsung untuk memilih antara tiga tingkat ini : 7 M, 70 M, atau 700 M, sebagaimana ditulis Al Qurthubi di akun Facebooknya
Lalu, apa jawaban Kiai Nawawi? “Sepuntene mawon, Pak. Ojo nang kene, lek masalah ngene iki aku wedi. Saaken santri engkok ilmune ndak barokah. Aku engkok diamuki K.H. Cholil (Mohon maaf saja, Pak. Jangan di sini, kalau masalah begini ini saya takut. Kasihan santri nanti ilmunya tidak barokah. Saya nanti dimarahi K.H. Cholil),” jawab beliau
Inframe : Almaghfurlah Kiai Nawawi Abdul Djalil dan Habib Hasan bin Hud Assegaf. Lahumal faatihah. #UlamaNusantara