Jakarta, Liputan9 – Selama ini teori mengenai masuknya Islam ke Nusantara yang diketahui oleh masyarakat ada tiga, yakni dari Gujarat, India. Teori tersebut menyebutkan bahwa kedatangan Islam ke Nusantara sekitar abad ke 13, melalui kontak para pedagang dan kerajaan Samudera Pasai yang menguasai selat Malaka pada saat itu.
Kemudian teori dari Persia. Melalui teori ini, Islam juga masuk ke Nusantara oleh para pedagang Persia. Teori ketiga ialah berasal dari MAkkah, Arab.
Namun ternyata ada satu teori lagi, yakni dari China. Islam datang dari China ke Indonesia sekitar abad ke-9 masehi. Teori keempat ini dikemukakan oleh Slamet Mulyana dan Sumanto Al-Qurtuby. Teori yang terakhir ini masih jarang diketahui masyarakat.
“Ini bukan teori saya, tapi ditulis oleh salah satu profesor Indonesia yang sekarang mengajar di Saudi, yaitu Profesor (Sumanto) Al-Qurtuby,” kata Kandidat Doktor di Southwest University China, asal Bangkalan Madura, Budy Sugandi saat mengisi diskusi publik yang diselenggarakan Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta bertemakan ‘Relasi Indonesia-China’ di Aula The Wahid Institute di Matraman, Jakarta Timur, Kamis (16/1).
Menurut Budy, pada abad ke-9, Islam masuk ke Indonesia melalui Palembang, Sumatera Selatan oleh pedagang Muslim China, yang kemudian menetap. Dari itu, terjadi pedagang Muslim China kawin-mawin dengan penduduk setempat. “Dan ini bisa kita lihat sebenarnya pada sejarah Majapahit,” kata Budy. Ia menjelaskan, Raja Brawijaya V memiliki ratusan istri. Salah satu istri Raja Brawijaya adalah orang China. Dari perkawinan itu melahirkan anak bernama Jin Bun atau yang kemudian lebih dikenal dengan nama Raden Patah. Raden Patah adalah raja pertama Kesulatanan Demak.
“Jadi sudah ada cikal bakal China di situ. Nanti silakan sejarawan mengkaji lagi kira-kira dari empat teori ini mana yang dapat dipertanggungjawabkan,” ucapnya.
Selain Budy Sugandi, diskusi yang dimoderatori Ketua LBM PWNU Jakarta, H Mukti Ali Qusyairi ini juga mengdatangkan dua pembicara lain, yakni Pakar Literasi China di Indonesia Azmi Abu Bakar, dan Dosen Hubungan Internasional FISIP UI Ardithia Eduard Yeremia. (Red)