Jakarta, Liputan9 – Jalan kehidupan yang dilalui manusia tidak selamanya rata dan licin, tetapi dijumpai juga jalan kehidupan yang terjal dan menyulitkan. Kehidupan dunia pada dasarnya merupakan silih bergantinya antara kemudahan dan kesulitan, kebahagiaan dan kesusahan juga senyum dan tangis. Mengenai hal ini Imam Syafi’i mengungkapkan dalam salah satu syairnya:
إِنَّ تَصَارِيْفَ الزَّمَانِ عَجِيْبَةٌ # يَوْمَا تَرَى يُسْرًا وَيَوْمًا تَرَى عُسْرًا
“Sesungguhnya peredaran zaman ini sangat aneh, suatu saat anda jumpai kemudahan dan pada saat lain anda menjumpai kesulitan”. Silih bergantinya dua keadaan yang berlawanan dan sekaligus berpasangan, itu merupakan kenyataan yang tidak bisa diingkari atau dihindari.
Kehidupan modern, yang ditandai dengan berbagai macam perubahan dan penemuan-penemuan baru disertai persaingan yang sangat bebas dan sangat ketat, megakibatkan banyak manusia yang kehilangan pedoman dan pegangan. Akibatnya, tidak sedikit diantara mereka yang mendapat gangguan kesehatan jiwa, bahkan sebagian lainnya mendapat gangguan kejiwaan yang amat serius.
Sebagian dari manusia ada yang mengambil jalan pintas dalam menghadapi persoalan yang dihadapi, sehingga merugikan diri sendiri dan orang lain. Perkembangan industri yang semakin pesat dan kemajuan komunikasi yang luar biasa, menimbukan pergeseran nilai sosial dan budaya, baik yang terpuji ataupun mengarah pada yang tercela. Gejolak kehidupan itu sering menghimpit kehidupan manusia modern yang semakin tidak lagi memiliki pedoman yang kuat dan meyakinkan.
Manusia modern, seharusnya memiliki pedoman yang meyakinkan dan filsafat hidup yang terarah, yaitu dengan jalan berpegang teguh pada petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Sebagian dari petunjuk-Nya, manusia diperintahkan untuk senantiasa berdzikir, mengingat Allah s.w.t. dalam segala kehidupan mereka. Dzikir mengantarkan umat manusia pada sikap hidup yang stabil dan terpuji. Berdzikir juga mengarahkan mereka pada ketenangan dan ketentraman baik lahir ataupun batin. Allah berfirman:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ
“ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Q.S. al-Ra’du, 13: 28).
Mengingat Allah s.w.t. dalam segala kehidupan akan membentuk kekuatan rohaniah yang amat kuat untuk menghadapi berbagai persoalan dan tantangan dalam kehidupan. Agar memilki kekuatan rohaniah yang sangat diharapkan, manusia harus memahami hakikat dirinya, memahami tujuan hidupnya dan memahami fungsinya dalam kehidupan dunia ini. Dalam rangka mempersiapkan itu semua, manusia muslim harus membekali dirinya dengan jiwa yang teguh dan memiliki ketenangan dan ketentraman, karena itu manuasia harus mengaitkan dirinya pada petunjuk Ilahi.
Setiap orang pasti menghadapi kesulitan, namun demikian setiap orang muslim tidak akan berputus asa menghadapi hal itu, tetapi akan dilaluinya dengan penuh ketabahan dan kesabaran. Ia bersikap ulet dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya serta senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya. Insan muslim memiliki keyakinan yang teguh bahwa segala rizki dan karunia Allah akan diperoleh setiap makhluk hidup. Karena itu tidak perlu khawatir dalam menghadapi kesulitan dibidang kehidupan atau ekonomi. Mengenai hal ini Allah s.w.t. berfirman:
۞وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ
“Dan tidak ada suatu hewan melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam hewan itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)”. (Q.S. Hud, 11: 6).
Manusia mukmin mempercayai sepenuhnya, bahwa siapa yang bertakwa kepada Allah s.w.t. akan memperoleh jalan keluar dari segala kesulitanya serta memperoleh rizki yang tidak diduga-duganya semula.
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا
“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah menjadikan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (Q.S. Al-Thalaq, 2-3).
Pada saat menjumpai nasib atau keadaan yang kurang menguntungkan, ketika dikucilkan orang lain atau mungkin dibenci orang banyak, manusia muslim akan langsung melakukan intorspeksi (mawas diri) untuk meneliti kekurangan-kekurangan dan kekeliruannya. Setelah itu segera memperbaiki diri, hatinya tetap dalam ketabahan dan ketenangan. Ia amat menyadari bahwa sesungguhnya masa kejayaan dan kemuliaan adalah bergilir, silih berganti diantara manusia. Allah berfirman:
وَتِلۡكَ ٱلۡأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيۡنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
“…Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman…”. (Q.S. Ali-Imran, 3: 140).
Memperhatikan berbagai kenyataan dalam kehidupan modern, maka berdzikir dan bertakarub kepada Allah merupakan cara yang paling tepat untuk mengantisipasi kehidupan yang penuh gejolak dan masa depan yang tidak menentu. Dengan berdzikir dan bertakarub kepada Allah, maka permasalahan dan berbagai tantangan kehidupan modern akan dapat diatasi dengan mulus dan sempurna.
Oleh: Dr. KH. Zakky Mubarak, MA (Mustasyar PBNU)