• Latest
  • Trending
  • All
  • Politik
Tuhan pun Mau Diajak Bernegosiasi: Hikmah Isra-Mi’raj

Adab dan Adat: Ruh yang Menyatu dalam Tradisi Pesantren

October 16, 2025
Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

October 27, 2025
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti

Program Wajib Belajar 13 Tahun pada 2026, PIP untuk TK dan Insentif Guru Dinaikkan

October 27, 2025
MUI

MUI Sentil Tampilnya Biduan dalam Peresmian Masjid di Jawa Tengah

October 27, 2025
Peringati Hari Santri 2025, PWNU DKI Jakarta Ajak Perkuat Nilai-nilai Kejujuran

Peringati Hari Santri 2025, PWNU DKI Jakarta Ajak Perkuat Nilai-nilai Kejujuran

October 27, 2025
Ratusan Juta Uang Rakyat Diduga Disalahgunakan: Proyek Drainase U-Ditch di Sukajaya Asal Jadi, Jalan Licin Membahayakan Warga

Ratusan Juta Uang Rakyat Diduga Disalahgunakan: Proyek Drainase U-Ditch di Sukajaya Asal Jadi, Jalan Licin Membahayakan Warga

October 27, 2025
Melda Safitri

The Ultimate Life Perspektif Islam 

October 26, 2025
BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

October 26, 2025
BNPT Gelar Rakor Deradikalisasi Di Yogyakarta, Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan Jadi Narasumber

BNPT Gelar Rakor Deradikalisasi Di Yogyakarta, Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan Jadi Narasumber

October 25, 2025
Zakky Mubarok

Merajut Hubungan Vertikal dan Horizontal

October 25, 2025
King of Nusantara Ajak Pengusaha Manca Negara Berinvestasi di Indonesia

King of Nusantara Ajak Pengusaha Manca Negara Berinvestasi di Indonesia

October 25, 2025
  • Iklan
  • Kontak
  • Legalitas
  • Media Sembilan Nusantara
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Tentang
Monday, October 27, 2025
  • Login
Liputan9 Sembilan
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
Liputan9 Sembilan
No Result
View All Result
Home Artikel Opini

Adab dan Adat: Ruh yang Menyatu dalam Tradisi Pesantren

Oleh: Nadirsyah Hosen

liputan9news by liputan9news
October 16, 2025
in Opini
A A
0
Tuhan pun Mau Diajak Bernegosiasi: Hikmah Isra-Mi’raj
577
SHARES
1.6k
VIEWS

“Mencium tangan guru atau kiai merupakan bentuk penghormatan yang paling umum di pesantren.” (Gus Nadir)

Pendahuluan

Dalam tradisi pesantren, adab bukan sekadar sopan santun, tetapi bagian dari fondasi keilmuan dan spiritualitas.

Santri belajar menunduk, mencium tangan, berjalan ngesot di hadapan kiai—semua itu bukan adab tanpa makna, melainkan bentuk kesadaran bahwa ilmu bukan hanya teks, tetapi nūr (cahaya) yang memerlukan hati yang bersih untuk menampungnya.

Kritik terhadap tradisi ini kerap datang dari sudut pandang rasional modern, yang menilai simbol fisik penghormatan sebagai bentuk feodalisme, perbudakan bahkan kemusyrikan.Namun secara historis dan teologis, perilaku semacam itu memiliki akar dalam sunnah Rasulullah dan perilaku para sahabat.

BeritaTerkait:

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

Hari Santri Nasional 2025, Habib Salim Jindan: Santri Wajib Jadi Duta Peradaban dengan Akhlak dan Ilmu

Mbah Hasyim dan Santri Nusantara: Api Kebangsaan yang Tak Pernah Padam

Santri Menjawab: Jalan Jongkok Akulturasi Budaya dan Agama

Adab bukanlah dogma kultural, tetapi manifestasi dari nilai universal yang diterjemahkan ke dalam konteks lokal (‘urf). Dalam kerangka hukum Islam, adab selalu berhubungan dengan adat, sebagaimana kaidah fiqhiyyah klasik:

العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ

“Kebiasaan masyarakat dapat dijadikan dasar hukum.” ( Jalāl ad-Dīn as-Suyūṭī, al-Asybāh wa an-Naẓāʾir, hlm. 119.)

Dengan demikian, adab pesantren tidak dapat dinilai tanpa memahami adat Nusantara. Bentuknya boleh lokal, tetapi semangatnya tetap universal: menghormati ilmu dan pemiliknya.

Mari kita bahas beberapa kontroversi yang dijadikan bahan perbincangan luas.

1. Mencium Tangan Kiai: Jejak Sunnah, Bukan Syirik

Mencium tangan guru atau kiai merupakan bentuk penghormatan yang paling umum di pesantren.

Bagi sebagian kalangan modern, tindakan itu dianggap berlebihan.

Namun sumber-sumber hadis menunjukkan bahwa para sahabat sendiri pernah mencium tangan dan bahkan kaki Rasulullah:

a. Hadis Delegasi ‘Abd al-Qays

عَنْ زِرَاعِ بْنِ عَامِرٍ، وَكَانَ فِي وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ، قَالَ: فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلُ يَدَ النَّبِيِّ ﷺ وَرِجْلَهُ.

“Kami segera turun dari tunggangan kami, lalu kami mencium tangan dan kaki Nabi” (Sunan Abī Dāwūd, Kitāb al-Adab, no. 5223; al-Adab al-Mufrad al-Bukhārī, no. 975.) Dinilai ṣaḥīḥ oleh Ibn Ḥajar al-ʿAsqalānī dalam Fatḥ al-Bārī (11/57).

b. Hadis Ṣafwān bin ʿAssāl

عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ الْمُرَادِيِّ، قَالَ: فَقَبَّلَا يَدَهُ وَرِجْلَهُ، وَقَالَا: نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ.

“Keduanya (dua orang Yahudi) mencium tangan dan kaki Rasulullah, lalu berkata: Kami bersaksi bahwa engkau adalah seorang nabi.” (Sunan at-Tirmiḏī, no. 3144; Sunan Abī Dāwūd, no. 3641.) At-Tirmiḏī menilai hadis ini ḥasan ṣaḥīḥ.

c. Penjelasan Imam an-Nawawī

تَقْبِيلُ يَدِ الْعَالِمِ وَالْوَالِدِ وَالصَّالِحِ لَا يُكْرَهُ، بَلْ هُوَ سُنَّةٌ إِذَا كَانَ عَلَى وَجْهِ التَّبَرُّكِ وَالتَّوْقِيرِ.

“Mencium tangan seorang alim, orang tua, atau orang saleh tidaklah makruh; bahkan disunnahkan jika dilakukan untuk tabarruk dan penghormatan.”

Dengan demikian, mencium tangan guru termasuk taʿẓīm ʿurfī (penghormatan sosial) bukan taʿẓīm ʿibādī (ibadah penyembahan).

Perbedaan niat inilah yang menentukan hukum.

d. Konteks Adat

Bentuk penghormatan di berbagai negeri berbeda:

  •  Di Arab, berdiri menyambut guru merupakan kebiasaan mulia.
  • Di Jawa, mencium tangan (nyungkem) menandakan kerendahan hati (andhap asor).
  • Di Jepang, menunduk (ojigi) adalah salam kehormatan resmi.
  • Di Barat, berjabat tangan dan menatap mata menunjukkan respek.

Islam menilai maqāṣid (tujuan), bukan bentuk lahiriah; maka seluruh variasi ini sah selama tidak diniatkan sebagai ibadah.

2. Duduk Menunduk di Depan Kiai: Cermin Adab Sahabat

Sikap santri yang duduk tenang dan menunduk di hadapan kiai berakar pada perilaku para sahabat ketika menghadiri majelis Rasulullah

a. Hadis Anas bin Mālik

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ، وَكَأَنَّمَا عَلَى رُءُوسِهِمُ الطَّيْرُ.

“Para sahabat Rasulullah, apabila beliau berbicara, mereka merendahkan suara mereka, dan seolah-olah di atas kepala mereka ada burung (karena sangat tenang dan khidmat).” (Sunan at-Tirmiḏī, no. 2754; dinilai ḥasan ṣaḥīḥ.)

B. Riwayat Ibn al-Qayyim

قال ابنُ القيم في زاد المعاد (ج ١، ص ١٤٣): وَكَانَ أَصْحَابُهُ إِذَا جَلَسُوا عِنْدَهُ كَأَنَّ عَلَى رُءُوسِهِمُ الطَّيْرُ، لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا إِذَا بَدَأَهُمْ.

Semua sumber menggambarkan majelis Nabi sebagai ruang hening penuh hormat—itulah yang diwariskan pesantren dalam tradisi majlis taʿlīm.

C. Adab Ilmu Menurut al-Ghazālī

قال الإمامُ الغزاليُّ في إحياء علوم الدين (ج ١، ص ٥٢): مَنْ لَمْ يَتَأَدَّبْ مَعَ الْعِلْمِ وَالْعَالِمِ حُرِمَ بَرَكَةَ الْعِلْمِ.

“Barang siapa tidak beradab terhadap ilmu dan orang alim, niscaya ia terhalang dari keberkahan ilmu.”

Sikap menunduk di hadapan guru tidak bermakna perendahan diri, tetapi simbol kesiapan hati menerima kebenaran. Adab ini memiliki bentuk berbeda di berbagai budaya: di Timur berupa diam dan tunduk, di Barat berupa tatapan fokus dan respek verbal—tetapi maknanya satu: penghormatan terhadap ilmu.

3. Membungkukkan Badan di Depan Kiai: Niat Menentukan Nilai

Sebagian santri berjalan agak menunduk di depan kiai sebagai bentuk sopan santun.

Namun sebagian pihak menilai tindakan itu menyerupai rukuk, sehingga dianggap tidak pantas.

Untuk memahami hukumnya, diperlukan pembedaan antara rukuk ibadah dan tunduk adat.

a. Hadis Larangan Rukuk dalam Makna Ibadah

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيَنْحَنِي بَعْضُنَا لِبَعْضٍ؟ فَقَالَ: لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَرْكَعَ لِأَحَدٍ.

“Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, bolehkah sebagian kami membungkuk kepada yang lain (sebagai penghormatan)? Beliau menjawab: Tidak sepantasnya seseorang rukuk kepada manusia.” (Sunan Ibn Mājah, no. 2857)

Larangan ini berkaitan dengan rukuk sebagai ibadah.

Adapun menunduk ringan dalam konteks sosial tidak termasuk larangan tersebut.

b. Penjelasan Ulama

Imām al-Qarāfī dalam al-Furūq (ج ١، ص ١٧٧):

مَا تَعَارَفَهُ النَّاسُ فِي الْإِكْرَامِ وَالتَّوْقِيرِ مِنْ غَيْرِ قَصْدِ الْعِبَادَةِ لَا يُمْنَعُ، إِذِ الْمِعْيَارُ عَلَى الْمَقَاصِدِ لَا عَلَى الصُّوَرِ.

“Segala bentuk penghormatan yang telah menjadi kebiasaan manusia—selama tidak dimaksudkan sebagai ibadah—tidak dilarang, karena ukuran hukum bergantung pada niat, bukan bentuk lahirnya.”

Imām al-ʿIzz ibn ʿAbd as-Salām dalam Qawāʿid al-Aḥkām (ج ١، ص ١٨٤):

مَا جَرَى بِهِ الْعُرْفُ مِنْ أَنْوَاعِ الْإِكْرَامِ، إِذَا لَمْ يُقْصَدْ بِهِ تَعْظِيمٌ مُحَرَّمٌ، فَهُوَ مُبَاحٌ.

“Segala bentuk penghormatan yang telah menjadi kebiasaan (‘urf) — selama tidak diniatkan untuk pengagungan yang diharamkan — maka hukumnya boleh.”

c. Pandangan KH Sholeh Darat

Dalam Manāsik al-Ḥajj wa Ādāb al-Muʿallim wal-Mutaʿallim (cet. 1316 H, hlm. , KH Sholeh Darat menulis dalam aksara Pegon:

يأن انا عادتنڠ نڬارا نڠلوراككن اوڠ تووا اوتاوا ڬورو نڠانڠو سڠكّم، ايكو اورا سلاه لمون اورا دينيأتكن عبادهن.

“Jika di suatu negeri ada kebiasaan memuliakan orang tua atau guru dengan cara sungkem, maka hal itu tidak salah selama tidak diniatkan ibadah.”

d. Kesimpulan

Menundukkan badan atau berjalan sedikit membungkuk di depan guru:

  • Terlarang, jika diniatkan ibadah atau pengkultusan.
  • Diperbolehkan, jika semata penghormatan adat yang sesuai nilai sopan dan tidak bertentangan dengan tauhid.

4. Ngalap Barokah: Antara Cinta dan Keyakinan

Tradisi ngalap barokah (bertawasul atau bertabarruk dengan orang saleh) sering disalahpahami sebagai perilaku syirik. Padahal, hadis-hadis sahih menunjukkan bahwa para sahabat sendiri mengambil keberkahan (tabarruk) dari Nabi — baik dari air wudhunya, rambutnya, maupun keringatnya.

Mereka melakukannya bukan karena menganggap benda itu berkuasa, tetapi karena meyakini Allah menaruh keberkahan pada hamba-Nya yang paling mulia.

a. Berebut Air Wudhu Rasulullah

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ وَقَدْ حَانَتِ الصَّلَاةُ، فَتَوَضَّأَ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مَا تَقَطَّرَ مِنْ وَضُوئِهِ فَيَتَبَرَّكُونَ بِهِ.

“Aku melihat Rasulullah ketika waktu salat tiba, beliau berwudhu, lalu orang-orang berebut air yang menetes dari wudhunya untuk bertabarruk dengannya.” ( Ṣaḥīḥ Muslim, Kitāb al-Ṭahārah, no. 232.)

Para sahabat memandang air itu sebagai wasilah untuk mendapatkan keberkahan Allah melalui Nabi-Nya.

b. Menyimpan Keringat Rasulullah

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يُصِيبُهُ الْعَرَقُ فِي النَّوْمِ، فَتَجْمَعُهُ فِي قَارُورَةٍ، وَتَجْعَلُهُ فِي الطِّيبِ.

“Nabi sering berkeringat ketika tidur, maka Ummu Salamah mengumpulkan keringat itu ke dalam botol dan mencampurkannya dengan minyak wangi.” (Ṣaḥīḥ Muslim, Kitāb al-Faḍāʾil, no. 2331.)

Ini adalah bentuk cinta yang lembut: keringat Nabi disimpan bukan karena khurafat, melainkan karena diyakini membawa barakah.

c. Sahabat Berebut Rambut Rasulullah

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ ﷺ وَالْحَلَّاقُ يَحْلِقُهُ، وَأَخَذَ أَبُو طَلْحَةَ شَعَرَهُ، فَجَعَلَ يَقْسِمُهُ بَيْنَ النَّاسِ.

“Aku melihat Nabi ketika sedang dicukur rambutnya, lalu Abu Ṭalḥah mengambil rambut beliau dan membagikannya kepada orang-orang.” (Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Kitāb al-Ḥajj, no. 171.)

Rasulullah tidak melarang tindakan itu. Hal ini menunjukkan bahwa tabarruk dengan peninggalan beliau adalah praktik yang diakui.

d. Pandangan Imam an-Nawawī

قالَ الإِمَامُ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ صَحِيحِ مُسْلِمٍ (ج ١٥، ص ٨٤): فِيهِ التَّبَرُّكُ بِآثَارِ الصَّالِحِينَ وَأَجْزَائِهِمُ الْمُلَاصِقَةِ لَهُمْ، وَهُوَ أَمْرٌ مَعْلُومٌ عِنْدَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْفَضْلِ.

“Hadis-hadis ini menunjukkan disyariatkannya bertabarruk dengan peninggalan orang-orang saleh dan bagian tubuh mereka yang bersentuhan dengan mereka; hal itu telah dikenal di kalangan Ahl al-Sunnah dan para ahli kebajikan.”

Dengan demikian, tabarruk tidak hanya terbatas pada Nabi, keberkahan juga dapat dicari melalui para wali dan ulama saleh yang menjadi pewaris ilmu dan akhlaknya.

e. Ibn Ḥajar al-ʿAsqalānī: Analogi dengan Para Ulama

قال الحافظُ ابنُ حَجَرٍ فِي فَتْحِ الْبَارِي (ج ١١، ص ٥٧): وَقَدْ تَبَرَّكَ الصَّحَابَةُ بِآثَارِ النَّبِيِّ ﷺ فِي حَيَاتِهِ وَبَعْدَ مَوْتِهِ، وَلَا مَانِعَ مِنَ التَّبَرُّكِ بِآثَارِ الصَّالِحِينَ بَعْدَهُ قِيَاسًا عَلَيْهِ.

“Para sahabat telah bertabarruk dengan peninggalan Nabi baik semasa hidup maupun setelah wafatnya. Tidak ada halangan untuk bertabarruk dengan peninggalan orang-orang saleh setelah beliau, dengan analogi atas perbuatan itu.”

f. Prinsip Tauhid dalam Tabarruk

Kaidah pokok dalam akidah Ahl al-Sunnah adalah:

اللَّهُ هُوَ الْمُبَارِكُ، وَالْمَخْلُوقُ سَبَبٌ لِبَرَكَتِهِ.

“Allah-lah sumber segala keberkahan, sedangkan makhluk hanyalah perantara keberkahan-Nya.”

Santri yang memohon doa kepada kiai bukan meminta kepada manusia, melainkan berharap Allah mengabulkan doa melalui hamba-Nya yang saleh — sebagaimana para sahabat meminta doa Nabi:

يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ لِي.

“Wahai Rasulullah, mohonkanlah kepada Allah untukku.” ( Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, no. 1007.)

g. Tabarruk dalam Adat Nusantara

Tradisi Jawa mengenal ngalap barokah dengan berbagai bentuk: meminum air bekas wudhu kiai, menyimpan peci bekasnya, atau meminta doa sambil mencium tangannya. Semua itu tidak keluar dari prinsip syar‘i selama diniatkan sebagai bentuk cinta dan penghormatan terhadap ilmu.

Sebagaimana ditegaskan Syekh ʿAbd Allāh al-Ghumārī dalam Itqān al-Ṣunʿah fī Taḥqīq Maʿnā al-Barakah (hlm. 15):

التَّبَرُّكُ بِآثَارِ الصَّالِحِينَ دَلِيلُ مَحَبَّةٍ وَاحْتِرَامٍ، لَا دَلِيلُ تَأْلِيهٍ وَعِبَادَةٍ.

“Bertabarruk dengan peninggalan orang-orang saleh adalah tanda cinta dan penghormatan, bukan tanda pengultusan atau penyembahan.”

5. Hadiah kepada Ulama: Antara Adab, Niat, dan Keberkahan

Tradisi memberi hadiah atau amplop kepada kiai dan ulama sering diperdebatkan. Sebagian menilai itu bentuk penghormatan, sementara sebagian lain khawatir termasuk suap (risywah).

Untuk memahami posisi syariat, kita perlu membedakan antara hadiah karena cinta dan syukur, dan hadiah yang disertai maksud duniawi.

a. Dasar Hadis: Nabi Menerima dan Membalas Hadiah

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَيُثِيبُ عَلَيْهَا.

“Rasulullah menerima hadiah dan membalasnya (dengan hadiah pula).” ( Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Kitāb al-Hibah, no. 2585; Ṣaḥīḥ Muslim, no. 1077.)

Hadis ini menunjukkan bahwa menerima hadiah adalah sunnah, selama tidak menimbulkan ketergantungan dan tidak terkait dengan kewajiban jabatan.

Nabi bahkan menolak hadiah yang disertai maksud tersembunyi, sebagaimana sabdanya:

هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ.

“Hadiah yang diberikan kepada pejabat (karena jabatannya) adalah bentuk pengkhianatan (ghulul).” (Musnad Aḥmad, no. 22824; Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, no. 7174.)

b. Pandangan Para Ulama

Imām an-Nawawī menegaskan dalam Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim (Juz 11, hlm. 75):

تُسْتَحَبُّ الْهَدِيَّةُ إِذَا خَلَتْ عَنْ الْمَقَاصِدِ الدُّنْيَوِيَّةِ، وَتُكْرَهُ إِذَا اقْتَرَنَتْ بِطَلَبٍ أَوْ غَرَضٍ.

“Hadiah disunnahkan bila bebas dari tujuan duniawi, dan makruh bila disertai permintaan atau maksud tertentu.”

Dengan demikian, memberi hadiah kepada kiai karena rasa cinta, syukur, atau ingin memuliakan ilmu hukumnya mustahabb (dianjurkan).

Namun bila disertai maksud agar diberi perhatian khusus, atau untuk memperoleh keuntungan tertentu, hukumnya makruh atau bahkan haram.

c. Pandangan al-Ghazālī: Adab Pemberian

قال الإمامُ الغَزَالِيُّ فِي إحياء علوم الدين (ج ٢، ص ١٥٩): إِذَا كَانَ الْهَدِيَّةُ تَسُوقُ الْمُهْدَى إِلَيْهِ إِلَى مَا لَا يَحِلُّ، فَهِيَ رِشْوَةٌ وَإِنْ سُمِّيَتْ هَدِيَّةً.

“Apabila hadiah menyebabkan penerima melakukan hal yang tidak halal, maka hakikatnya itu adalah suap, meskipun dinamai hadiah.”

Namun beliau juga menulis di tempat lain (Iḥyāʾ, Juz 3, hlm. 258):

وَإِنْ أُهْدِيَ إِلَى الْعَالِمِ مِمَّنْ يَسْتَفِيدُ مِنْ عِلْمِهِ تَبَرُّكًا بِهِ، فَلَا بَأْسَ بِهِ، بَلْ هُوَ مَأْجُورٌ عَلَيْهِ.

“Jika hadiah diberikan kepada seorang alim oleh orang yang mengambil manfaat dari ilmunya sebagai tabarruk, maka tidak mengapa, bahkan mendapat pahala.”

d. Praktik Para Sahabat dan Tabi‘in

Abū Bakr menerima hadiah dari umat Islam berupa pakaian dan makanan, tanpa dianggap risywah, karena beliau tidak sedang memutuskan perkara bagi mereka. Bunda Siti ʿĀʾisyah r.a. juga menerima hadiah dari kaum wanita Madinah yang mencintai beliau. Para tabi‘in seperti al-Ḥasan al-Baṣrī sering menerima hadiah dari muridnya, tetapi menolak bila disertai permintaan tertentu.

e. Ulama Nusantara dan Konteks Sosial

KH Hasyim Asy‘ari dalam Adab al-ʿĀlim wa al-Mutaʿallim (Bab 5, hlm. 42) menulis:

ويُستحبُّ للطالبِ أن يُكرمَ شيخَهُ بهديَّةٍ إنْ كان ذلك خالصًا لله، لا لشيءٍ من الدنيا.

“Disunnahkan bagi murid untuk memuliakan gurunya dengan hadiah, jika dilakukan dengan ikhlas karena Allah, bukan untuk tujuan duniawi.”

Dalam tradisi pesantren, amplop atau bingkisan yang diberikan santri kepada kiai bukanlah “pembayaran jasa”, melainkan simbol mahabbah (kasih sayang) dan syukr al-ni‘mah (rasa syukur atas ilmu).

Pemberian itu pun biasanya dilakukan setelah majelis atau di luar konteks akad formal agar tetap menjaga kehormatan kedua belah pihak.

g. Pandangan Fiqh

Kaidah fiqh yang relevan:

الْهَدِيَّةُ تَتَبَعُ النِّيَّةَ، فَإِنْ خَلَصَتْ لِلَّهِ كَانَتْ طَاعَةً، وَإِنْ خَلَطَتْ بِغَرَضٍ فَهِيَ رِشْوَةٌ.

“Hukum hadiah tergantung niatnya; bila ikhlas karena Allah maka menjadi ibadah, bila bercampur tujuan dunia maka menjadi suap.”

Oleh karena itu: Memberi amplop kepada kiai karena cinta, rasa terima kasih, dan ingin ngalap barokah adalah perbuatan mulia. Namun bila dilakukan untuk “membeli perhatian”, “meminta fatwa yang menguntungkan”, atau “mengamankan posisi”, maka berubah menjadi risywah yang terlarang.

h. Adab Santri dan Kehormatan Guru

Para santri pesantren memahami bahwa keberkahan ilmu tidak dibeli dengan amplop, tetapi diperoleh melalui ketulusan.

Amplop hanyalah simbol kasih; barakahnya lahir dari doa guru dan kerendahan hati murid.

6. Adab dan Adat: Ketika Nilai yang Sama Berwujud Berbeda

Dalam fikih sosial, adab selalu terkait dengan ‘urf (kebiasaan). Bentuk lahirnya bisa berubah sesuai konteks budaya, tetapi nilai dasarnya — menghormati yang lebih tua, guru, atau pemimpin — tetap sama.

a. Kaidah Fiqhiyyah

الأَدَبُ يَتْبَعُ العُرْفَ وَالعَادَةَ، فَكُلُّ مَا عَدَّهُ النَّاسُ أَدَبًا فَهُوَ الأَدَبُ مَا لَمْ يُخَالِفْ نَصًّا.

“Adab mengikuti kebiasaan (‘urf) dan tradisi. Apa pun yang dianggap sopan oleh masyarakat, itulah adab, selama tidak bertentangan dengan nash syar‘i.” (al-Furūq, al-Qarāfī, Juz 1, hlm. 182.)

Oleh karena itu, bentuk penghormatan berbeda di setiap tempat, tetapi semuanya sah selama tidak mengandung unsur ibadah.

b. Prinsip al-ʿĀdah Muḥakkamah

العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ

“Adat kebiasaan dapat dijadikan pertimbangan hukum.” (As-Suyūṭī, al-Asybāh wa an-Naẓāʾir, hlm. 119.)

Dengan prinsip ini, bentuk adab yang dipraktikkan di satu tempat bisa berbeda dengan tempat lain, tergantung makna sosialnya.

Yang dinilai oleh syariat bukan gerakannya, tetapi niat dan nilai yang dikandungnya.

c. Perbandingan Budaya

  •  Di pesantren, menatap mata kiai dianggap kurang sopan.
  • Di ruang akademik Barat, tidak menatap dosen justru dianggap tidak percaya diri.
  • Di Madura, berjalan jongkok di hadapan orang tua adalah tanda sopan.
  • Di Australia, menunduk terlalu dalam saat berbicara dianggap tidak profesional.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa adab harus dibaca dalam bingkai adat agar tidak disalahpahami. Ini bukan benar atau salah, ini masalah kelayakan dan kepantasan sesuai konteks setempat.

7. Penutup: Adab sebagai Nafas Peradaban

Adab adalah cermin jiwa dan fondasi peradaban Islam. Tanpa adab, ilmu menjadi kering; tanpa adat, adab kehilangan bahasa sosialnya.

Sebagaimana sabda Rasulullah:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلَاقِ.

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”(Musnad Aḥmad, no. 8952,)

Pesantren adalah warisan luhur yang menjembatani wahyu dan budaya. Ia menafsirkan adab Rasulullah dalam bahasa tanah air — dengan lembut, halus, dan penuh makna.

Santri menunduk bukan karena inferioritas, tetapi karena memahami: di hadapan ilmu, yang tinggi hanyalah kerendahan hati.

Doa Penutup

اللَّهُمَّ عَلِّمْنَا الأَدَبَ كَمَا عَلَّمْتَ الصَّحَابَةَ مَعَ نَبِيِّكَ، وَازْرَعْ فِي قُلُوبِنَا تَوَاضُعًا كَتَوَاضُعِ أَوْلِيَائِكَ، وَاجْعَلْ عِلْمَنَا نُورًا وَرَحْمَةً وَلَا تَجْعَلْهُ حُجَّةً عَلَيْنَا.

“Ya Allah, ajarilah kami adab sebagaimana Engkau ajarkan kepada para sahabat bersama Nabimu. Tanamkan dalam hati kami kerendahan seperti kerendahan para kekasih-Mu. Jadikan ilmu kami cahaya dan rahmat, dan jangan Engkau jadikan ia hujjah yang membinasakan kami.”

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Tags: AdabAdatAkhlakCium TanganGus NadirKiaiNadirsyah HosenSalamanSantriTradisi
Share231Tweet144SendShare
liputan9news

liputan9news

Media Sembilan Nusantara Portal berita online yang religius, aktual, akurat, jujur, seimbang dan terpercaya

BeritaTerkait

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7
Nasional

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

by liputan9news
October 26, 2025
0

JAKARTA | LIPUTAN9NEWS - BEMPTNU Se-Nusantara kembali melakukan aksi jilid dua, yang pertama aksi ke gedung KPI dan aksi yang...

Read more
Habib Salim Jindan

Hari Santri Nasional 2025, Habib Salim Jindan: Santri Wajib Jadi Duta Peradaban dengan Akhlak dan Ilmu

October 22, 2025
Mbah Hasyim dan Santri Nusantara: Api Kebangsaan yang Tak Pernah Padam

Mbah Hasyim dan Santri Nusantara: Api Kebangsaan yang Tak Pernah Padam

October 22, 2025
Adab Santri pada Kiai

Santri Menjawab: Jalan Jongkok Akulturasi Budaya dan Agama

October 22, 2025
Load More

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Gus Yahya

PBNU Respon Rais Am JATMAN yang telah Demisioner dan Teken Sendirian Surat Perpanjangan Kepengurusan

November 26, 2024
Akhmad Said Asrori

Bentuk Badan Hukum Sendiri, PBNU: JATMAN Ingin Keluar Sebagai Banom NU

December 26, 2024
Jatman

Jatman Dibekukan Forum Mursyidin Indonesia (FMI) Dorong PBNU Segera Gelar Muktamar

November 22, 2024
Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

2463
KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

757
KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

141
Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

October 27, 2025
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti

Program Wajib Belajar 13 Tahun pada 2026, PIP untuk TK dan Insentif Guru Dinaikkan

October 27, 2025
MUI

MUI Sentil Tampilnya Biduan dalam Peresmian Masjid di Jawa Tengah

October 27, 2025
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
  • Media Sembilan Nusantara

Copyright © 2024 Liputan9news.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Wisata-Travel
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Dunia Islam
    • Filantropi
    • Amaliah NU
    • Al-Qur’an
    • Tasawuf
    • Muallaf
    • Sejarah
    • Ngaji Kitab
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Seputar Haji
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Pendidikan
    • Sejarah
    • Buku
    • Tokoh
    • Seni Budaya

Copyright © 2024 Liputan9news.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In