SIDOARJO | LIPUTAN9NEWS
Patut menjadi apresiasi dan catatan hidup kita bersama, bahwa lulus dari suatu perguruan tinggi baik dari jenjang sarjana, magister, doktor adalah sebuah pencapaian akademik belaka, dan bukan akhir dari segala-galanya. Mulai dari beakhirnya berkarya, berakhirnya dari menuntut ilmu, berakhirnya dari menantang perubahan zaman maupun berakhirnya menciptakan peluang dari zaman itu sendiri.
Mengingat dalam kampus kehidupan yang sebenarnya, tak akan pernah menanyakan ijazah kita, dari kampus mana?…kampus negeri atau swasta?….akreditasi prodinya apa?….IPK-nya berapa?….he he. he..namun yang lebih penting dari itu semua adalah integritas kita ketika sudah terjun di tengah masyarakat, mengabdi kepada bangsa dan negara tercinta ini.
Dengan hadirnya tantangan zaman yang begitu kompleks, menuntut setiap individu untuk menciptakan peluang dari setiap kesempatan yang ia miliki. Ini lagi-lagi mengingatkan kita, bahwa dunia kerja saat ini tak selalu menguji teori yang kita miliki, teori yang pernah kita temukan, dan teori yang pernah kita banggakan dulu pada waktu kuliah atau pas waktu jadi aktivis mahasiswa..he.he.he. Namun dunia kerja saat ini, terkadang lebih mengutamakan menguji mental dan moralitas kita seberapa tangguh, unggul, serta berdaya saing dengan yang lainnya.
Lebih ironisnya lagi, dalam catatan pojok kampus kehidupan, bahwa banyak dan tak sedikit orang yang menyandang banyaknya gelar tinggi, namun menemui kegagalan dalam ujian-ujian dasar. Seperti memiliki kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan amanah dalam setiap kesempatan yang ia miliki.
Untuk itu menjadi tuntutan kita bersama terkait akan hal ini, memiliki prinsip keseimbangan dalam hidup adalah suatu kewajiban bersama, yakni antara lain:
Pertama, ketika kita lulus secara akademik, seharusnya kita juga harus lulus ujian dalam kehidupan yang kita jalani. Sebab banyak orang yang pandai berteori, namun terjebak dalam keegoisan, arogansi, malas mengembangkan diri, tidak memiliki simpati maupun empati terhadap yang lainnya. Ini adalah suatu ketidaklulusan dalam hidup.
Kedua, ketika kita memiliki kecerdasan secara akademik, seharusnya kita juga harus memiliki kecerdasan secara emosional. Terkadang dengan nilai IPK yang kita miliki begitu sempurna, namun terkadang juga kita tidak memiliki kemampuan untuk menjaga emosi atau kemarahan saat diuji oleh orang tua, pasangan, atasan maupun rekan kerja kita.
Ketiga, ketika kita memiliki ijazah pendidikan formal, seharusnya kita juga memiliki etika sejati (jujur, amanah, tanggungjawab) dalam menjalani hidup. Mengingat bangku sekolahan ataupun perkuliahan dengan level jenjangnya bisa saja mengajarkan definisi kebenaran dengan berbagai macam pendekatan dan lengkap dengan referensinya. Namun dibalik itu semua ada yang lebih penting lagi, yakni kehidupanlah yang akan mengajarkan kita mengamalkan makna dari keadilan, kepedulian, dan pentingnya menciptakan kebersamaan di atas banyaknya simpul perbedaan.
Untuk itu janganlah kita bangga hanya karena gelar akademik di belakang maupun di depan nama kita…. he. he. he….
Namun tetap berbanggalah jika kita masih bisa jujur, amanah, tanggungjawab dan tidak mudah tergoda dengan rayuan fenomena zaman dengan berbagai pernak-perniknya yang bersifat sesaat. Dengan tetap bisa tenang dan bisa mengusai diri saat dihina oleh ulah tangan-tangan jahil, tetap bisa sabar dan pantang menyerah saat berjuang menuju kesuksesan, tetap bisa rendah hati dan tidak membusungkan dada saat memiliki banyaknya prestasi.
Sebab kampus kehidupan yang sesungguhnya tidak akan menilai ataupun menanyakan ijazah kita. Namun yang akan menjadi kebanggaan dan prestasi dalam hidup kita adalah bagaimana cara kita untuk bertahan hidup dan tetap bisa menjadi manusia seutuhnya dengan menerapkan prinsip keseimbangan hidup sebagaimana tersebutkan di atas he.he.he. Luangkan waktu sejenak, mari kita merenung. Semoga bermanfaat.
Dr. Heru Siswanto, M.Pd.I., Ketua Program Studi dan Dosen PAI-BSI (Pendidikan Agama Islam-Berbasis Studi Interdisipliner) Pascasarjana IAI Al-Khoziny Sidoarjo; Dosen PAI-Terapan Poltek Pelayaran Surabaya; Pengurus Lembaga Takmir Masjid PCNU Sidoarjo; Ketua Lembaga Dakwah MWCNU Krembung.























