Jakarta, Liputan9.id – Ketua Umum Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU), KH Agus Salim HS, selain menjelaskan tentang keutamaan maulid nabi Muhammad SAW, Imam Khususiyah TSQN Pondok PETA tersebut juga menyampaikan pentingnya selalu bersama Allah dengan cara dzikrullah.
Hal tersebut disampaikan dalam acara peringatan maulid nabi Muhammad SAW, yang diselenggarakan oleh Jamaah Thoriqoh Syadziliyah warga perumahan Cluster Peseona Jepang Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (15/10) malam Minggu.
Kiai Agus dalam ceramahnya menyampaikan bahwa dzikir merupakan suatu cara yang paling cepat sampai kehadirat Allah SWT. Sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an.
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.” papar Kiai Agus dengan menyampaikan ayat Qur’an surat Al-Ahzaab: 41.
Sebagai Rois Idarah Syu’biyah Jatman, KH Agus Salim HS menjelaskan Tahapan-tahapan atau tingkatan dalam dzikir itu terdiri dari 4 tingkatan berdzikir, diantaranya sebagai berikut:
Pertama, Dzikir Lisan atau Dzikir Ucap
Dzikrullah dengan menggunkan lisan sebagai pemandu untuk membantu hati agar fokus dan senantiasa mengingat Allah SWT. Dalam dzikir tingkatan ini akan membantu lisan kita terbiasa mengucapkan dzikrullah. Setelah dzkir lisan atau dzikir ucap ini sempurna, maka meningkat pada tahapan dzikir selanjutnya, yaitu dzikir ingat.
Kedua, Dzikir Ingat
“Setelah terbiasa dengan dzikir ucap menggunakan lisan kita, hati dan pikiran kita terus menerus ingat dan menuntun kita untuk terus berdzikir. Dalam tahapan ini pikiran dan hati kita tidak hanya mengucap dzikrullah namun di tingkatan dzikir ini hatimu mulai mengamati hakekat Allah, kebesaran dan keindahan Allah. Semakin fokus, semakin konsentrasi dan tidak ingin lepas dari ingat kepada Allah,” Kiai Agus menjelaskan.
Ketiga, Dzikir Rasa
Rasanya ingin dzikir terus, dalam tingkatan dzikir seperti ini, dzikir lisan, dzikir ingat sudah terbawa dengan sendirinya. Seperti kita bawa kuping, hidung, mata, melekat tanpa rencana ikut dengan sendirinya karena sudah menyatu.
Pada tingkatan dzikir rasa seorang salik sudah mengalami tahapan apa yang disebut dengan ‘tajallii min tajelliyatillah’ itu adalah ketika seseorang melihat apapun yang terlihat (teringat) hanya Allah. Melihat pohon yang diingat Allah, melihat burung terbang yang diingat Allah. Lautan, gunung, yang diingat Allah. Itu artinya rasa kita dipenuhi Allah dengan senantiasa berdzikir dimanapun kamu lihat (ingat) Allah.
“Lebih dalam dzikir rasa senantiasa dapat memahami dibalik apapun yang terlihat, tidak lagi melihat pohon sebagai pohon, burung sebagai burung, lautan sebagai lautan, gunung sebagai gunung, namun yang terlihat adalah kebesaran Allah. Maka sebanyak, seluas, dan sebesar penglihatan itulah jumlah dzikir kita,” katanya.
Keempat, Dzikir Tanpa Rasa
Tahapan dzikir tanpa rasa ini, seperti tidak ucapkan dzikir tapi dzikir, tidak ingat dzikir tapi kok dzikir, dan rasanya gak dzikir malah semakin dzikir. Inilah tahapan dzikir dengan melenyapkan dirinya dan yang ada hanyalah Allah. Maksudnya adalah melenyapkan keinginan diri.
“Seperti Inginku, mauku, berubah menjadi Allah, Allah, Allah dan Allah. Dzikir yang terakhir ini bukan lagi apa maunya kita kepada Allah? akan tetapi maunya Allah apa terhadap kita. Tingkatan dzikir tanpa rasa ini, hilang dzikirnya tinggal madzkurnya,” tegas Kiai Agus dalam ceramahnya. (ASR)
Liputan9.id | Liputan9 Sembilan | Liputan9_id | Liputan 9 Nusantara | Seputar Nusantara