“Akan keluar satu kaum dari umatku yang rajin membaca Al-Qur’an, dimana bacaan kalian tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan bacaan mereka, shalat kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan salat mereka, juga puasa kalian tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan puasa mereka.”
Dzikir, wirid serta berbagai macam bentuk ritual ibadah dalam Islam adalah sarana untuk memproses pembersihan hati dan pensucian jiwa dari berbagai penyakit dan kekotoran diri
Tapi semata membaca berbagai bacaan dzikir, wirid serta ritual ibadah lainya tak serta merta membuat hati seseorang menjadi bersih dan jiwanya suci. Why?
Ada semacam “kekurang tepatan” sebagian ummat membedakan kata Qolbu dengan istilah “hati” dalam bahasa Indonesia dengan “Qolbu” dalam bahasa Arab. Kekurang tepatan ini berefek sangat besar terhadap religiositas dan kepribadian ummat Islam.
Dalam konteks ibadah Islam Istilah;
الاذكار، الاوراد والعبادة تزكية النفس وتطهير القلب
“Berbagai bacaan dzikir, wirid dan Ibadah lain adalah proses pensucian jiwa dan pembersihan “Qolbu””
Sengaja kata “qolbu” dengan tanda petik karena disinilah letak masalahnya.
Qolbu yang di alih bahasakan kurang tepat ke dalam bahasa Indonesia dengan kata “kalbu” yang berarti anjing dalam bahasa arab كلب dengan konsonan Kaf ك ،كلب bukan ق، قلب Yang diterjemahkan “hati” (liver/hepar) yang lebih berfungsi “merasa” bukan berpikir di mana untuk fungsi berpikir kita menggunakan kata akal yang berpusat di kepala (otak/brain/دماغ)
Secara ekspresif kita akan menyentuh dada kita (hati) ketika berkata; “perasaan saya” dan menunjuk kepala (otak) dengan jari manis ketika berkata; “saya pikir”, sebagai penegas pembedaan antara hati dan akal.
Dalam bahasa Arab dan Al Qur’an ternyata kata “Qolbu”, bukan kalbu penggunaanya tidak sebagaimana budaya bahasa kita.
Qolbu yang secara organ biologis tubuh dalam bahasa arab lebih diartikan sebagai jantung (cor/cardiac) bukan hati (liver/hepar) yang untuk menyebut organ hati orang arab menggunakan kata “kabd كبد” bukan قلب
Tapi yang dimaksud dalam Quran, Qolbu di sini tidak semata mengacu organ fisik (jantung) tapi sebuah “substansi ruhani/mental/metafisis” yang memiliki fungsi/kemampuan berpikir, merenung, memahami, menganalisa dan menyimpulkan yang dalam budaya bahasa kita itu adalah fungsi akal.
هو لطيفة ربانية روحانية لها بهذا القلب الجسماني تعلق، وتلك اللطيفة هي حقيقة الإنسان، وهو المدرك العالم العارف من الإنسان، وهو المخاطب والمعاقب والمعاتب والمطالب ولها علاقة مع القلب الجسماني . (الإحياء علوم الدين: ٣,٣)
Singkatnya Qolbu قلب adalah pusat kesadaran manusia yang mekanisme kerjanya sangat tak terpisah dengan Otak manusia.
Dengan demikian proses pensucian jiwa dan pembersihan hati tak mungkin sekedar melakukan pembacaan dzikir, wirid serta berbagai ibadah lain tanpa usaha keras untuk mengatur;
“cara berpikir, memahami serta menyimpulkan (penalaran logika)”.
Cara berpikir, memahami, menganalisa dan menyimpulkan adalah kerja kerja penalaran logika rasional, presisi dan pasti, bukan assumsi dan kira kira.
Kebenaran logika terukur dalam penalaran rasional ilmu logika spt:
1+1=2 adalah benar (right/ صدق).
1+1=5 adalah salah (wrong/ باطل)
Campuran warna merah dan kuning menghasilkan warna orange, benar.
Campuran warna merah dan kuning menghasilkan warna biru, salah
Demikian kira kira metodologi kerja penalaran rasional.
Semua prilaku manusia bersumber dari cara berpikirnya. Semua pemahaman (ilmu/pengetahuan) termasuk pengetahuan agama harus didasari hal ini, tidak bisa membangun pengetahuan agama, keimanan serta keyakinan sekedar berdasar assumsi tanpa dasar. Keyakinan tanpa ilmu dan argumentasi atau perasaan atau kira kira saja tanpa validasi dan verifikasi rasional yang meyakinkan kebenarannya.
Dengan demikian sangat dimungkinkan banyak orang yang rajin ibadah dan dzikir tetap jiwa dan “hatinya” tidak bisa bersih jika tidak berusaha untuk “meluruskan” cara berpikirnya.
Hal ini bukan tanpa preseden dalam Islam, satu saat nabi telah menyatakan bahwa di kalangan ummat Islam akan ada manusia manusia yang “cara berpikirnya salah” tapi formalitasnya ahli ibadah begitu dahsyat. Kelompok seperti ini sangat meyakini “kebenaran cara berpikirnya” padahal kata nabi salah bahkan ke luar dari Islam.
Rasulullah SAW pun sampai-sampai mengatakan bahwa ibadahnya para sahabat tidak akan ada apa-apanya bila dibandingkan dengan ibadah mereka. Bacaan Alquran mereka jauh lebih banyak daripada bacaannya para sahabat. Mereka pun giat melaksanakan ibadah puasa
Keterangan ini satu bukti nyata bahwa kebersihan hati dan kesucian jiwa selain harus dengan banyak melakukan ritual ibadah tapi juga ditunjang dengan cara berpikir yang benar, jika tidak akan menjadi kelompok sebagaimana yang dikatakan nabi.
Saat ini ummat Islam Indonesia memasuki tahun politik dan terjadi gesekan antar sesama ummat, saling serang, nista, hujat, vonist dll.
Permasalahan mendasar yang perlu dijawab adalah; Apakah cara berpikirnya sudah benar (di dasari pengetahuan/ilmu yang benar) tentang konsepsi Politik, Tafsir Qur’an, Hadist, Tauhid, Hukum, Konsepsi negara dan pemerintahan dalam Islam, ukuran moralitas dan lain lain?
Sangat disayangkan hanya karena euforia politik dan keagamaan sebagian ummat ada yang main claim penafsiran tentang agama, politik, Quran, Hadist dan lain lain seolah hanya penafsiran dia yang paling tepat, orang lain salah.
Orang orang seperti inilah yang mungkin dimaksud nabi yang seringkali tanpa ilmu serta pemahaman agama yang tepat (tapi getol ibadah, wirid dan dzikir) yang begitu mudahnya memvonist dan menilai orang lain salah.
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَ قِرَاءُتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ وَلاَ صَلاَتُكُمْ إِلَى صَلاَتِهِمْ بِشَيْءٍ وَلاَ صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ
“Akan keluar satu kaum dari umatku yang rajin membaca Al-Qur’an, dimana bacaan kalian tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan bacaan mereka, shalat kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan salat mereka, juga puasa kalian tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan puasa mereka.”
Dan nabi mewanti wanti tentang manusia seperti ini dengan sabdanya;
كِلاَبُ النَّارِ شَرُّ قَتْلًى تَحْتَ أَدِيْمِ السَّمَاءِ خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوهُ
“Mereka adalah anjing-anjing neraka, seburuk-buruknya makhluk yang terbunuh di bawah kolong langit, sedang sebaik-baiknya makhluk yang terbunuh adalah yang dibunuh oleh mereka.”
Terakhir mari kita bertanya ke dalam diri kita masing masing; “Apakah kedahsyatan ibadah, dzikir dan wirid kita telah benar benar mampu membeningkan hati kita, mensucikan jiwa serta menyembuhkan berbagai penyakit, menghidupkan hati kita atau malah sebaliknya tetap sakit, gelap atau bahkan mati?”Entah!
Untuk menyimpulkan semua uraian di atas bisa kita renungi ungkapan di bawah ini;
القلب وبحسب طهارة القلب يدخله العلم، وإذا ازدادت طهارته ازدادت قابليته للعلم.
فمن أراد حيازة العلم فليزين باطنه، ويطهر قلبه من نجاسته، فالعلم جوهر لطيف، لا يصلح إلا
للقلب النظيف
Salam damai untuk semua.
Syamsuddin HS, M.Ag, Syuriah Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Pondok Melati PCNU Kota Bekasi