Banyak dalil-dalil yang terkait dengan musik. Namun adakalanya dalil-dalil tersebut tidak dipahami secara tersendiri (mutlak). Tapi diposisikan secara moqoyyad. Artinya antara satu dalil dengan dalil lainnya saling menafsir dan melengkapu agar tidak kontradiksi.
Saya tidak akan mengutip semua dalil biar simpel bacanya. Yang penting mewakili (representasi) dari obyek masalah.
- Dari Ibnu Mas’ud : “lagi atau nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati” – HR. Abu Dawuf
- “Akan ada longsor, malih rupa, kerusuhan! “Kapan ya Rosul?”. “Apabila telah muncul biduwanita, alat musik, dan minuman keras ditengah umatku” – HR. Turmudzi.
- Dari Aisyah ra : “Suatu hari (hari buats) aku bersama dua budak sedang berdendang. Saat itu Abu Bakar masuk dan marah dan berkata; di tempat Nabi ada seruling setan?. Rasul kemudian bersabda :”biarkanlah keduanya hai Abu Bakar!” – HR. Bukhori-Muslim
- Dari Buroidah : suatu hari ada yang bernadzar, jika Rosulullah selamat dalam sebuah peperangan, ia akan menabuh dufuf dan bernyanyi dihadapan Rosul. Mendengar itu, Rosul bersabda :” Jika demikian nadzarmu tabuhlah, jika tidak jangan lakukan!” – HR. Ahmad dan Turmudzi
- Dari Abi Malik al-Asy’ari Rosul bersabda : Sekelompok umatku akan minum khomr -dengan penyebutan lain- kemudian ada biduwanita, kemudian pemusik mendatangi mereka. Lalu diadakanlah pertunjukan dihadapan mereka (pemabuk)!” HR. Bukhori dan Ahmad.
Dari gambaran dalil-dalil diatas bisa diurai sebagai berikut :
Secara umum (am) bernyanyi dilarang sebagaimana riwayat Ibnu Mas’ud. Tapi larangan ini ditakhshis oleh hadits riwayat Siti Aisyah. Artinya bernyanyi untuk moment penting, hari raya, moment bahagia, nikah, hajat tertentu dan nadzar tertentu diperbolehkan. Yang penting jangan menimbulkan syahwat, tetap santun dan tidak membuat lalai (lahwun) terhadap kewajiban..
Beberapa alat musik dilarang sebagaimana hadits Imam Turmudzi. Tapi hadits ini tidak dipahami secara mutlak. Sebab posisinya muqoyyad (membacanya dikaitkan dengan dalil lain). Maksudnya, untuk bisa memahami substansi hadits tersebut, mesti membaca hadits lain yang secara substansial memudahkan kita memahami tujuan syariatnya. Hadits Imam Turmudzi muqoyyad dengan hadits Imam Bukhori- Imam Muslim dimana alat musik itu menjadi media (kebiasaan saat itu) pesta poranya para pemabuk dan gaya hidup glamor.
Oleh sebab itu alat-alat musik yang menjadi media sebaliknya (bukan untuk pesta pora, glamour, hedon dll), seperti mengiringi lagu-lagu religi, membangkitkan nasionalisme, patriotisme tentu tidak termasuk dalam kategori yang dilarang. Juga terkait hadits Imam Ahmad dan Imam Turmudzi tentang nadzar orang ingin bersenandung sambil menabuh tetabuhan.
Inilah metode istinbath maqhosidi dalam mengkaji dalil.
Maka, urusan musik adalah urusan khilafiyah, jangan fanatik apalagi kaku, baik yang membolehkan maupun yang melarang. Golongan kibar-ulama yang melarang musik : Mujahid, Said bin Zubair, Qotadah dan lain-lain. Golongan kibar-ulama yang membolehkan musik : Imam Malik, Imam Jakfar, Daud ad-Dzahiri dan lain-lain.
KH. Khotimi Bahri, Syuriah PCNU Kota Bogor, Ketua Komisi I MUI Kota Bogor, Penasehat Barisan Kesatria Nusantara (BKN), dan Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Napala Bogor.