Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) kembali menjadi sorotan publik pasca pelaksanaan kongres yang menetapkan Fathan Subkhi sebagai Ketua Umum baru. Sebagai salah satu tokoh penting yang pernah meniti karier sebagai aktivis PMII dan kini menjabat sebagai anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terpilihnya Fathan menandai fase baru dalam dinamika organisasi alumni yang memiliki akar kuat dalam sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia.
IKA PMII, sebagai wadah resmi para alumni organisasi ekstra kampus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), memegang posisi strategis dalam konstelasi sosial-politik Indonesia. PMII sendiri lahir dari rahim mahasiswa Nahdlatul Ulama (NU) dan telah menjadi kawah candradimuka bagi banyak tokoh bangsa.
Tidak bisa dimungkiri, PMII telah melahirkan banyak pemimpin nasional. Sebut saja Abdul Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB), Jazilul Fawaid (Mantan Wakil Ketua MPR RI, Kini Ketua Fraksi PKB di DPR RI), Hanif Dhakiri, mantan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah yang juga Mantan Menteri Ketenagakerjaan, kini keduanya duduk di parlemen, dan sederet tokoh nasional lainnya. Jejak langkah mereka menjadi bukti bahwa PMII bukan sekadar organisasi mahasiswa, tetapi juga kawah pembentukan kader-kader pemimpin bangsa.
Setelah menyelesaikan masa baktinya di tingkat aktivisme, para alumni ini berhimpun dalam IKA PMII. Dari sanalah lahir potensi besar: konsolidasi jaringan, pertukaran gagasan lintas generasi, hingga pembentukan agenda bersama dalam menjawab tantangan nasional.
Belum lama ini IKA PMII menggelar Konggres yang berlangsung dalam dinamika cukup hangat. Seperti organisasi manapun yang tumbuh besar, proses pemilihan pemimpin tidak lepas dari friksi dan perbedaan aspirasi. Namun demikian, dinamika tersebut mampu diselesaikan secara elegan dan demokratis, dengan Fathan Subkhi terpilih sebagai Ketua Umum baru.
Kepemimpinan baru ini diharapkan dapat membawa IKA PMII menuju posisi yang lebih kuat dalam memainkan peran strategisnya di ruang publik.
Pada 1 Mei 2025, IKA PMII kabarnya akan menggelar Halal Bi Halal Nasional. Ini bisa dibaca secara kasat mata, bukan sekadar tradisi silaturahmi, tetapi juga momentum konsolidasi besar-besaran. Di tengah ketidakpastian global dan transisi politik nasional pasca pemilu, momen ini diharapkan menjadi titik awal pembentukan kekuatan moral dan politik dari barisan alumni PMII.
Halal Bi Halal ini juga mencerminkan watak khas PMII—merawat tradisi, menjaga nilai keislaman, sambil tetap hadir sebagai kekuatan intelektual dan progresif.
Peran Strategis IKA PMII
Dengan jejaring kuat yang mencakup eksekutif, legislatif, yudikatif, hingga sektor sipil, IKA PMII sejatinya memiliki potensi besar untuk menjadi motor dinamisasi politik nasional. Ia dapat menjadi jembatan antara elite dan akar rumput, serta menjadi katalisator dalam merumuskan arah pembangunan yang berpihak pada rakyat.
Di tengah polarisasi politik dan derasnya arus pragmatisme, IKA PMII juga berpeluang menjadi kekuatan moral yang mampu merekatkan perbedaan dan mendorong konsensus nasional.
Apalagi di era global yang penuh ketidakpastian; dari krisis ekonomi, perubahan iklim, hingga tantangan geopolitik, Indonesia membutuhkan kepemimpinan kolektif yang mampu bergerak cepat, adaptif, dan tetap berpijak pada nilai. IKA PMII, dengan modal sejarah dan jaringan kader yang militan, berada dalam posisi strategis untuk menjawab tantangan itu.
Pertanyaannya kini bukan lagi “bisakah?”, tetapi “maukah IKA PMII mengambil peran itu secara nyata?”.
Tentang Penulis: Yusuf Mars adalah Magister Ilmu Komunikasi Politik, Mantan Aktivis PMII Komisariat IAIN Walisongo Semarang, Founder @PadasukaTV, Channel Youtube Sosial Politik Keagamaan.