Bogor | LIPUTAN9NEWS
JATMAN; Kembali Kejatidiri atau Bubar
(Catatan Kongres Jatman Ke XIII Boyolali 21-22 Desember 2024)
Tarekat dan tasawuf merupakan dua sisi mata uang yang saling terikat. Tasawuf merupakan implementasi “laku hidup” dari seorang salik (Sang Penempuh) yang berjuang menelusuri lorong-lorong terjal berliku untuk bisa wushul kepada Allah SWT.
Dengan gambaran sederhana tersebut maka pintu-pintu wshul kepada Allah tidak terbatas. Dalam bahasa sufistiknya; jalan menuju Allah itu sejumlah tarikan nafas manusia.
Salah satu ayat al Qur’an yang relevan menjelaskan ini adalah kisah metafora dikala putra-putra Nabi Yakqub AS mau memasuki Kota Mesir untuk menjemput harapan baru.
Surat Yusuf Ayat 67
وَقَالَ يَٰبَنِىَّ لَا تَدْخُلُوا۟ مِنۢ بَابٍ وَٰحِدٍ وَٱدْخُلُوا۟ مِنْ أَبْوَٰبٍ مُّتَفَرِّقَةٍ ۖ
Artinya: Dan Ya’qub berkata: “Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain”.
Artinya jalan menuju (wushul) kepada Allah tidak satu pintu. Tapi banyak pintu. Maka semestinya kita masuk dari pintu manapun yang frekwensinya mudah kita tangkap.
inti dari tasawuf itu terangkum dalam tiga kata saja ; takhalli, tahalli dan tajalli.
Takhalli ; mengosongkan diri dari segala sifat yang kotor dan tercela.
Tahalli ; menghiasi diri dengan segala sifat yang mulia dan terpuji.
Tajalli ; jiwa yang tercerahkan, yang dikaruniakan nur (cahaya) sebagai hasil dari takhalli dan tahalli. Jiwa yang tercerahkan akan mampu menangkap kehadiran Sang Maha Hadir dalam setiap kejadian
Salah satu pintu yang dimaksud adalah tarekat. Secara harfiah, tarekat berarti ‘cara’, ‘jalan’, atau ‘metode’, guna mencapai tujuan bertasawuf, yakni meraih kesucian jiwa, kedekatan diri dengan Sang Pencipta dan merasakan kehadiran-Nya dalam setiap keadaan. Sebagai metode khusus yang dipakai seorang penempuh laku spiritual (salik) menuju Allah, tentu dunia tarekat memiliki instrumen yang harus dipenuhi semisal; adanya bai’at, keharusan seorang mursyid yang kamil mukammil, ketersambungan silsilah dan lain-lain.
Kembali ke ‘laptop’. Jatman adalah sebuah ijtihad Nahdlatul Ulama untuk memperkuat ukhuwah-ikhwaniyah, untuk sinergi, saling melengkapi dalam bingkai ta’wanu alal birri wa taqwa, untuk repowering dan empowering ikhwaniyah dan jam’iyah dan tentu finalnya adalah al wushul ilallah.
Sungguh miris jika Jatman menjadi media yang merusak ukhuwah (tafarruq) apalagi untuk aksi-aksi oportunisme. Jangan sampai Jatman mengkhianati khittah pendiriannya. Saatnya Kongres Jatman ke 13 ini menjadi ajang kolektif untuk merenung, menepi dari keramaian, kholwat dalam arti simbolik. Menyambungkan kembali silsilahnya baik ontologiyatan kana, epistemologiyatan kana, aw aksiologiyan.
Penutup penulis ingin mengutip kalam Imam asy-Syathibi yang menegaskan :
كل مسألة لا ينبني عليها عمل فالخوض فيها خوض فيما لم يدل على استحسانه دليل شرعي
“Setiap masalah yang tidak berdampak kepada amal maka mendiskusikannya adalah sesuatu yang tidak dipandang baik oleh syari’at.”
KHOTIMI BAHRI, Mudir Imdloiyyah Idaroh Syu’biyah Jatman Kota Bogor