Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Mudir ‘Ali Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) KH Ali Masykur Musa menya bahwa ada Lajnah Wanita Ahlith Thoriqah An-Nahdliyah (Wathonah) yang khusus bagi pengurus perempuan di JATMAN.
“Idarah Aliyah ada lajnah yang namanya adalah Lajnah Wathonah,” ujar Kiai Ali di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat dikutip dari NU Online, Kamis (13/2/2025).
Kiai Ali Masykur Musa menjelaskan bahwa Lajnah Wathonah adalah perkumpulan perempuan yang berisi para pengamal thariqah mu’tabarah di bawah naungan JATMAN.
Lebih lanjut, Kiai Ali Masykur Musa mengatakan bahwa Lajnah Wathonah memiliki tugas mengorganisasi kegiatan thariqah di JATMAN untuk perempuan.
Kiai Ali Masykur Musa juga menjelaskan bahwa kegiatan yang diselenggarakan oleh Lajnah Wathonah bukan hanya untuk perempuan, sedangkan kegiatan yang diselenggarakan oleh JATMAN bukan hanya untuk laki-laki saja. Pada momen-momen tertentu, keduanya bisa saling berkolaborasi dalam menggelar kegiatan.
“Namun demikian, bukan perempuan untuk perempuan, bukan laki untuk laki, dalam hal tertentu memang bersama-sama, antara yang ibu-ibu dan bapak-bapak, perempuan dan laki-laki untuk menyelenggarakan (kegiatan),” ujar mantan Ketua ISNU Pengasuh Pondok Pesantren Pasulukan Al-Masykuriyah, Condet, Jakarta Timur itu mencontohkan bahwa salah satu kegiatan JATMAN yang diselenggarakan oleh laki-laki dan perempuan adalah istighotsah kubro pada semua tingkatan.
Sebelumnya, Waketum PBNU KH Amin Said Husni telah menyerahkan Surat Keputusan (SK) Kepengurusan JATMAN masa khidmah 2025-2030 kepada Mudir ‘Ali Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) KH Ali Masykur Musa di Gedung PBNU, pada Kamis (13/2/2025).
Pada momen tersebut, Kiai Ali Masykur Musa menyampaikan bahwa struktur SK Kepengurusan ini mencerminkan empat hal. Pertama, Struktur SK ini mencerminkan sejarah panjang JATMAN, yang mewakili para pendiri sejak 1957, seperti yang dapat dilihat pada representasi dari Berjan Purworejo, Mranggen, serta pondok-pondok besar yang ada.
Kedua, kepengurusan ini mencerminkan peran ulama khos yang bergerak dalam bidang tasawuf, yang tersebar mulai dari Jawa hingga luar Jawa, dengan pondok-pondok thariqah sebagai pusat kegiatan.
Ketiga, struktur ini mencerminkan perubahan semangat dan kesatuan antara pengamal thariqah dari periode sebelumnya, termasuk pondok thariqah di Sumatra yang akhirnya berkolaborasi dengan Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah.
Dan Keempat, struktur ini mencerminkan keberadaan para profesional sufi modern, yang menunjukkan bahwa thariqah tidak harus meninggalkan profesionalitas dan dunia keseharian. (YZP)