Bogor | LIPUTAN9NEWS
Mulai 1 Januari 2025, pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara, namun di sisi lain, menuai kekhawatiran dari berbagai pihak, khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sebagai sektor yang menyumbang lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap sekitar 97% tenaga kerja Indonesia, UMKM menghadapi tantangan berat dengan meningkatnya beban pajak.Bagi pelaku mikroekonomi syariah, dampak kenaikan PPN ini semakin signifikan.
Prinsip syariah yang menekankan keadilan, kejujuran, dan perlindungan terhadap golongan lemah kini terancam oleh meningkatnya harga barang dan jasa. Pelaku UMKM syariah, yang mayoritas bergerak dalam sektor perdagangan kebutuhan pokok, menghadapi dilema: apakah harus menaikkan harga dan berisiko kehilangan pelanggan, atau tetap mempertahankan harga namun merugi secara operasional?
Kondisi ini dikhawatirkan akan memukul daya saing UMKM, terutama di tengah masyarakat dengan daya beli yang semakin menurun. Dalam Islam, keadilan dalam perdagangan merupakan hal yang sangat ditekankan. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu bersikap keras terhadap sesama manusia, agar Allah tidak bersikap keras terhadapmu” (HR. Abu Dawud). Hadis ini mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap pelaku usaha kecil yang berjuang untuk bertahan.Namun, pemerintah menegaskan bahwa barang kebutuhan pokok, seperti beras dan gula, tetap bebas PPN. Meski demikian, apakah langkah ini cukup untuk melindungi UMKM dari tekanan ekonomi? Artikel ini akan membahas lebih lanjut dampak kebijakan ini dan solusi yang mungkin diambil, khususnya dari perspektif syariah.
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025 merupakan bagian dari kebijakan yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan negara guna memperkuat fiskal dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi, termasuk pemulihan pasca-pandemi dan ketidakstabilan global. Namun, di balik tujuan ini, dampak kebijakan tersebut menjadi sorotan, khususnya bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang selama ini menjadi penopang utama perekonomian Indonesia.
UMKM di Indonesia berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), mencapai lebih dari 60%, serta menyerap 97% tenaga kerja. Sebagai tulang punggung ekonomi, UMKM memainkan peran vital dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Namun, kebijakan kenaikan PPN dinilai dapat memperbesar beban operasional pelaku UMKM, yang mayoritas masih bergulat dengan keterbatasan modal dan daya saing pasar. Terlebih, daya beli masyarakat yang melemah dapat semakin memperburuk situasi.
Dalam konteks mikroekonomi syariah, kenaikan PPN menjadi ujian tersendiri. Prinsip-prinsip syariah seperti keadilan, keseimbangan, dan perlindungan terhadap golongan lemah mendorong pentingnya kebijakan yang tidak memberatkan masyarakat kecil. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275), menegaskan pentingnya perdagangan yang adil tanpa memberatkan.
Dengan mayoritas UMKM syariah yang berfokus pada perdagangan kebutuhan pokok dan layanan berbasis kehalalan, kenaikan PPN ini berpotensi menekan daya saing mereka. Kebijakan ini membutuhkan perhatian mendalam agar tidak merugikan pelaku usaha kecil yang menjadi pilar ekonomi masyarakat. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% memberikan tekanan signifikan terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama mereka yang bergerak dalam sektor perdagangan barang dan jasa. Sebagai sektor yang menyumbang lebih dari 60% PDB Indonesia, UMKM kini menghadapi tantangan berat dalam menjaga stabilitas operasional dan daya saing di pasar.
Peningkatan Harga Barang dan Jasa
Kenaikan tarif PPN langsung berdampak pada harga barang dan jasa yang dijual oleh pelaku UMKM. Hal ini terjadi karena tambahan biaya pajak umumnya akan diteruskan kepada konsumen melalui kenaikan harga. Bagi pelaku UMKM syariah yang mengedepankan prinsip keadilan dan kemaslahatan, dilema muncul: menaikkan harga untuk menutup beban pajak, atau mempertahankan harga demi menjaga pelanggan, meskipun merugi.
Penurunan Daya Beli Konsumen
Konsumen, terutama dari golongan menengah ke bawah, menjadi lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya akibat kenaikan harga. Menurunnya daya beli ini secara langsung memengaruhi omzet UMKM, yang mayoritas bergantung pada konsumsi harian masyarakat.
Beban Operasional yang Meningkat
Selain kenaikan harga bahan baku dan operasional, UMKM juga menghadapi tantangan administrasi untuk memenuhi persyaratan perpajakan yang lebih kompleks. UMKM yang belum memahami prosedur pajak dapat terhambat oleh regulasi ini.
Dampak Khusus pada UMKM Syariah
Pelaku UMKM berbasis syariah, yang menjunjung prinsip keadilan dan transparansi dalam perdagangan, menghadapi ujian berat. Prinsip syariah menuntut harga yang wajar tanpa eksploitasi, tetapi kenaikan PPN dapat membuat mereka sulit memenuhi prinsip tersebut tanpa meningkatkan beban usaha.
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% telah memicu berbagai respon dari pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta pemerintah. Di tengah tantangan ekonomi yang semakin berat, kedua pihak berupaya mencari solusi untuk mengurangi dampak kebijakan ini terhadap sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Bagi pelaku UMKM, kenaikan PPN ini menjadi tantangan serius yang berpotensi menekan keberlanjutan usaha mereka. Sebagian pelaku usaha terpaksa menaikkan harga jual untuk menutupi tambahan pajak, meskipun berisiko kehilangan konsumen.
Pelaku UMKM syariah, yang berkomitmen pada prinsip keadilan dan harga yang wajar, menghadapi dilema dalam menyeimbangkan operasional usaha dengan daya beli masyarakat yang melemah.Sebagian UMKM berupaya bertahan melalui efisiensi produksi, inovasi produk, dan memperluas pemasaran digital. Namun, langkah ini tidak selalu cukup untuk mengimbangi penurunan daya beli konsumen. Beberapa pelaku UMKM bahkan mengeluhkan kurangnya edukasi dan pendampingan terkait perpajakan, yang memperumit proses adaptasi terhadap kebijakan baru.
Pemerintah menyadari potensi dampak kenaikan PPN terhadap UMKM dan telah mengambil sejumlah langkah untuk meredam efek negatifnya, di antaranya:
- Pengecualian Pajak: Barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, gula, dan daging tetap bebas PPN untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat.
- Insentif Pajak UMKM: Pemerintah memperpanjang kebijakan insentif pajak bagi UMKM hingga 2025, termasuk pembebasan pajak untuk omzet di bawah Rp500 juta per tahun.
- Bantuan Langsung: Program bantuan seperti diskon listrik dan subsidi bahan pokok diberikan untuk mendukung daya tahan ekonomi masyarakat kecil, termasuk pelaku UMKM.
- Digitalisasi dan Edukasi: Pemerintah mendorong digitalisasi UMKM dan menyediakan pelatihan perpajakan untuk membantu pelaku usaha beradaptasi dengan aturan baru.
Meski demikian, berbagai pihak menganggap langkah-langkah ini masih belum cukup. Kenaikan PPN dinilai tetap menekan keberlangsungan UMKM, terutama mereka yang berbasis syariah. Prinsip syariah yang menekankan keadilan dan kemaslahatan sering kali sulit diwujudkan dalam sistem ekonomi yang berat sebelah.Kebijakan pemerintah perlu terus dikaji dan disempurnakan untuk memastikan bahwa UMKM, sebagai penggerak ekonomi Indonesia, tetap dapat berkembang meskipun di tengah tekanan kebijakan baru.
Dalam menghadapi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%, pendekatan ekonomi syariah menawarkan solusi yang berlandaskan prinsip keadilan, kemaslahatan, dan perlindungan terhadap golongan lemah. UMKM syariah, sebagai pelaku ekonomi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, memerlukan langkah-langkah strategis yang tidak hanya membantu mereka bertahan tetapi juga mendukung keberlanjutan usaha secara jangka panjang.
Optimalisasi Zakat, Infaq, dan Wakaf
Salah satu solusi yang dapat diambil adalah optimalisasi pemanfaatan zakat, infaq, dan wakaf (ZIW) untuk mendukung UMKM. Dana zakat dapat digunakan sebagai modal kerja tanpa bunga bagi pelaku usaha kecil. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta” (QS. Adz-Dzariyat: 19).
Dengan alokasi yang tepat, dana ZIW dapat membantu UMKM mengatasi tekanan keuangan akibat kenaikan PPN.
Penguatan Koperasi Syariah
Koperasi syariah dapat menjadi solusi kolektif bagi UMKM untuk bertahan di tengah beban pajak. Melalui prinsip bagi hasil (musyarakah) dan pembiayaan tanpa riba (qardhul hasan), koperasi syariah dapat menyediakan modal usaha yang adil dan terjangkau. Koperasi juga memungkinkan pelaku usaha untuk berbagi risiko, sehingga dampak kenaikan biaya dapat diminimalkan
Diversifikasi Produk dengan Nilai Tambah
UMKM syariah dapat meningkatkan daya saing mereka dengan diversifikasi produk yang memiliki nilai tambah, seperti produk halal bersertifikasi. Dengan nilai unik ini, UMKM dapat menjangkau segmen pasar yang lebih luas, baik domestik maupun internasional. Strategi ini juga sejalan dengan prinsip Islam untuk menghasilkan barang yang bermanfaat dan berkualitas.
Edukasi dan Pendampingan Syariah
Pelaku UMKM perlu diberikan edukasi dan pendampingan tentang bagaimana mengelola usaha sesuai prinsip syariah di tengah tantangan ekonomi. Pemerintah dan lembaga keuangan syariah dapat berperan aktif dalam memberikan pelatihan tentang efisiensi biaya, pengelolaan pajak, dan penggunaan dana syariah sebagai modal kerja.
Penerapan Prinsip Gotong Royong
Islam mendorong kerja sama dan gotong royong untuk saling membantu dalam kesulitan. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa memudahkan urusan orang lain, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat” (HR. Muslim). Pelaku UMKM dapat membentuk komunitas untuk saling mendukung, baik melalui berbagi informasi, sumber daya, atau jaringan pemasaran.
Solusi berbasis ekonomi syariah memberikan jalan keluar yang adil dan berkelanjutan bagi pelaku UMKM dalam menghadapi kenaikan PPN. Dengan memanfaatkan dana ZIW, memperkuat koperasi syariah, dan mengedepankan prinsip keadilan dalam perdagangan, UMKM dapat bertahan dan berkembang meskipun dihadapkan pada tekanan ekonomi. Dukungan pemerintah dan masyarakat juga menjadi kunci keberhasilan penerapan solusi ini dalam jangka panjang.
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% telah menimbulkan tantangan besar bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Kebijakan ini dapat menekan daya beli konsumen, meningkatkan biaya operasional, dan mengurangi daya saing UMKM, terutama yang berbasis syariah. Pelaku mikroekonomi syariah yang menjunjung prinsip keadilan dan keseimbangan kini dihadapkan pada dilema dalam mempertahankan usahanya.Namun, di tengah tantangan ini, solusi berbasis ekonomi syariah dapat menjadi jalan keluar yang adil dan berkelanjutan.
Pendekatan seperti optimalisasi zakat, infaq, dan wakaf, penguatan koperasi syariah, serta edukasi tentang efisiensi usaha dapat membantu UMKM bertahan dan bahkan berkembang. Dukungan pemerintah dalam bentuk insentif pajak, pelatihan, dan kebijakan yang ramah terhadap UMKM juga sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas sektor ini. Dalam Islam, menjaga keadilan dalam perdagangan adalah kewajiban yang harus dijalankan oleh semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
عن جابر رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:«رَحِمَ اللهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ، وَإِذَا اشْتَرَى، وَإِذَا اقْتَضَى».
[صحيح] – [رواه البخاري] – [صحيح البخاري: 2076]
“Jābir -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,”Semoga Allah merahmati seseorang yang murah hati ketika menjual, ketika membeli, dan ketika menagih (utang).” [Sahih] – [HR. Bukhari] – [Sahih Bukhari – 2076].
Prinsip ini menekankan pentingnya keseimbangan dalam kebijakan ekonomi agar tidak merugikan pihak yang lemah.Oleh karena itu, sinergi antara pelaku UMKM, pemerintah, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengatasi dampak kebijakan ini. Dengan semangat gotong royong dan penerapan nilai-nilai syariah, UMKM dapat terus menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia, sekaligus memastikan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
- Badan Pusat Statistik. (2024). Statistik kontribusi UMKM terhadap PDB dan data konsumsi rumah tangga. Jakarta: BPS.
- Bank Indonesia. (2024). Dampak kenaikan inflasi terhadap daya beli masyarakat dan pelaku usaha. Jakarta: Bank Indonesia.
- Detik Finance. (2024). Kenaikan PPN 12% dan dampaknya pada UMKM. Detik Finance. Retrieved from https://finance.detik.com
- Katadata Insight Center. (2024). Analisis dampak kebijakan fiskal terhadap UMKM. Katadata. Retrieved from https://katadata.co.id
- Kementerian Keuangan. (2022). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2022 tentang insentif pajak untuk UMKM. Jakarta: Kementerian Keuangan.
- Kementerian Koperasi dan UKM. (2023). Laporan kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia. Jakarta: Kementerian Koperasi dan UKM.
- Kompas Ekonomi. (2024). Respon pelaku UMKM terhadap kenaikan tarif pajak. Kompas.com. Retrieved from https://kompas.com
- Muhammad, A. S. (2024). Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Mizan.
Qur’an, Al-. Surat Al-Baqarah: Ayat 275. - Sahih Bukhari. Allah merahmati seseorang yang ramah dalam menjual, membeli, dan menagih haknya. (HR. Bukhari).
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. (2021). Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM.
Alifah Nafahatu Dina, Mahasiswa Institut Agama Islam Tazkia