Kabupaten Bekasi, LIPUTAN 9 NEWS
Pada awalnya, ketika bermimpi diperintahkan untuk menyembelih Ismail, Ibrahim merasa ragu. Ia pun melakukan perenungan dan berfikir-fikir (tafakur) apakah ini benar-benar perintah Allah. Peristiwa ini kemudian diabadikan dengan nama Tarwiyah yakni hari perenungan di mana kita disunnahkan berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah.
Setelah perenungan ini, kemudian hilanglah keragu-raguan itu. Karena Nabi Ibrahim kembali bermimpi hal yang sama untuk menyembelih Ismail dan tahu jika itu adalah benar-benar perintah Allah swt. Peristiwa ini yang kemudian diabadikan dengan nama hari Arafah yang berarti ‘mengenal’ di mana kita juga disunahkan berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Materi Khutbah dengan judul Khutbah Idul Adha 1445 H: Napak Tilas Nabi Ibrahim dalam Haji dan Kurban, disampaikan pada sidang Shalat Idul Adha 1445Hijriyah 17 Juni 2024 di Masjid Al-Hikmah Cikarang Utara Kabupaten Bekasi.
Khutbah Pertama
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ،
أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمُ
Jamaah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Materi khutbah Idul Adha ini, menggambarkan tapak tilas perjuangan keluarga Nabi Ibrahim yang monumental dan penuh dengan hikmah. Perjuangan ini diabadikan dalam dua ibadah yang identik dalam setiap perayaan hari raya Idul Adha, yakni haji dan kurban. Dua ibadah yang hanya bisa dilakukan di bulan Dzulhijjah ini, menjadi syariat yang harus diupayakan pelaksanaannya oleh umat Islam. Selain untuk menyempurnakan keislaman, ibadah ini juga mampu semakin mendekatkan diri kepada Allah sebagai dzat wajibul wujud yang wajib menjadi tujuan hidup kita.
Jamaah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul Adha yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia pada setiap bulan Dzulhijjah, merupakan hari raya yang sangat identik dengan dua ibadah yakni haji dan kurban. Dalam tuntunan agama Islam, kedua ibadah ini memang hanya bisa dilakukan pada bulan Dzulhijjah. Hari raya Idul Adha, haji, dan kurban juga tak bisa dipisahkan dari kisah dan perjalanan hidup Nabi Ibrahim beserta keluarga karena banyak peristiwa yang mewarnai kehidupannya diabadikan dalam ritual ibadah haji dan kurban.
Pada kesempatan khutbah kali ini, mari kita menapak tilasi dan menelusuri kembali kisah perjalanan dan perjuangan hidup yang dialami oleh kakek moyang Nabi Muhammad saw ini yang berkaitan erat dengan ibadah haji dan kurban. Dengan mengenang kembali perjuangan Nabi Ibrahim, diharapkan kita mampu mengambil ibrah, hikmah, dan nilai-nilai spiritual sebagai modal dalam menjalani kehidupan ini. Dengan memahami sejarah ini, mudah-mudahan kita juga bisa termotivasi untuk bisa melaksanakan ibadah haji dan kurban yang semua umat Islam pasti mengidam-idamkannya.
Kaum mulsimin dan muslimat, jamaah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Kita awali kisah perjalanan dan perjuangan keluarga Nabi Ibrahim dan istrinya yang bernama Siti Hajar dari saat Allah menganugerahi mereka seorang putra yang sudah diidam-idamkan sejak lama. Kelahiran putra yang diberi nama Ismail ini diiringi dengan perintah dan cobaan dari Allah swt untuk menempatkan Siti Hajar dan Ismail di daerah lembah bebatuan yang tandus dan gersang. Kisah ini diabadikan dalam Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 37 yang berbunyi:
رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
Artinya:”Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan shalat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Saat tinggal di lembah itu, suatu hari Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui Ismail. Ia pun mencari air ke sana-kemari sambil berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali. Peristiwa inilah yang kemudian diabadikan menjadi salah satu rukun haji, yakni Sa’i atau berlari-lari kecil antara kedua bukit tersebut. Di tengah kesusahan itu, Allah menurunkan pertolongan melalui mata air yang muncul dari tanah, tepat di bawah kaki Ismail kecil, yang saat itu sedang menangis kehausan. Di tempat inilah keluar air penuh berkah yang sampai saat ini bisa terus dinikmati oleh umat Islam seluruh dunia, yang bernama air Zamzam.
Cobaan keluarga Nabi Ibrahim tidak berhenti sampai di situ. Nabi berjuluk “Khalilullah” (kekasih Allah) ini mendapatkan perintah dari Allah swt melalui mimpi untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail. Perintah ini juga menjadi sebuah ujian keimanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim kepada Allah. Karena sebelumnya, ia pernah mengeluarkan janji bahwa jika Allah menghendaki Ismail untuk dikurbankan, maka ia akan melakukannya. Perintah itu pun akhirnya benar-benar datang kepadanya
Pada awalnya, ketika bermimpi diperintahkan untuk menyembelih Ismail, Ibrahim merasa ragu. Ia pun melakukan perenungan dan berfikir-fikir (tafakur) apakah ini benar-benar perintah Allah. Peristiwa ini kemudian diabadikan dengan nama Tarwiyah yakni hari perenungan di mana kita disunnahkan berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah.
Setelah perenungan ini, kemudian hilanglah keragu-raguan itu. Karena Nabi Ibrahim kembali bermimpi hal yang sama untuk menyembelih Ismail dan tahu jika itu adalah benar-benar perintah Allah swt. Peristiwa ini yang kemudian diabadikan dengan nama hari Arafah yang berarti ‘mengenal’ di mana kita juga disunahkan berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah Swt,
Setelah Nabi Ibrahim tahu dan yakin perintah itu datang dari Allah, maka ia pun menyampaikan dan bermusyawarah dengan Ismail. Dialog bersejarah antara Ayah dan anak ini pun diabadikan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 102 yang berbunyi:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya, “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”
Akhirnya, hari itu pun datang ketika Ibrahim dengan keimanan dan ketakwaannya serta Ismail dengan keyakinannya akan melaksanakan prosesi penyembelihan. Pada waktu itu, setan juga terus membisikkan kepada Ibrahim, Ismail, dan juga Siti Hajar untuk tidak usah menjalankan perintah Allah ini. Namun, keyakinan mereka tidak goyah sedikit pun. Untuk mengusir setan yang mengganggu, Nabi Ibrahim pun melemparinya dengan batu yang kemudian peristiwa ini diabadikan dalam ritual ibadah haji, yakni melempar jumrah.
Ketika detik-detik Ibrahim akan menyembelih Ismail, tiba-tiba Allah swt berfirman dan memerintahkan Ibrahim berhenti tidak menyembelih Ismail. Firman ini termaktub dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ سَلٰمٌ عَلٰٓى
اِبْرٰهِيْمَ. كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: “Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian, ‘Salam sejahtera atas Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan’.”
Atas peristiwa ini Malaikat Jibril yang membawakan hewan untuk disembelih sebagai pengganti Ismail pun berseru “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Takbir ini disambut Ibrahim dengan “Lailaha illahu Allahu Akbar” yang kemudian disambung oleh Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’ Dari peristiwa epik inilah, umat Islam kemudian disyariatkan untuk menyembelih hewan kurban di hari raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Peristiwa ini juga menegaskan bahwa seseorang dilarang keras mengalirkan darah manusia.
Jamaah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Dari peristiwa bersejarah keluarga Nabi Ibrahim ini, kita bisa banyak mengambil hikmah dan keteladanan. Dimulai dari keteladanan perjuangan hidup sampai dengan keteguhan iman dan takwa dalam menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Kisah-kisah Nabi Ibrahim, yang termaktub dalam Al-Qur’an dan terwujud dalam bentuk ibadah seperti Sa’i, melempar jumrah, puasa tarwiyah dan Arafah, serta menyembelih hewan kurban ini harus semakin meningkatkan keyakinan dan keteguhan kita dalam beribadah dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan. Karena memang tujuan dari diciptakannya kita ke dunia ini adalah untuk beribadah. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS Ad Dzariyat: 56).
Jamaah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Dalam menjalankan ibadah haji dan kurban, kita membutuhkan keteguhan dan keyakinan yang kuat karena harus rela mengeluarkan harta yang kita miliki. Jika tidak memiliki niat yang kokoh, maka haji dan kurban pun akan sulit untuk dilakukan. Untuk berhaji, kita harus berkorban menyiapkan puluhan juta rupiah guna membayar biaya perjalanan ke Tanah Suci. Ditambah juga kesabaran tinggi karena harus rela antre bertahun-tahun karena banyaknya umat Islam yang ingin menjalankan rukun Islam kelima ini. Untuk berkurban, kita juga harus menyediakan anggaran jutaan rupiah untuk membeli hewan kurban dan kemudian dibagi-bagikan kepada orang lain.
Dalam ibadah pelaksanaan haji ini harus benar semata-mata hnaya Allah tujuannya. Agar hajinya tergolong haji yang mabrur dan makbul. Begitu juga dengan kurban yang sejatinya adalah mengurbankan diri sendiri, memotong nafsu kita, dengan syariat berkurban yang benar. Berapa banyak orang berkurban hanya sampai pada derajat sedekah tidak sampai pada derajat kurban. Hanya karena disebabkan tata cara syariat keliru dalam berkurban.
Namun, ma’asyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Adha yang diluliakan Allah,
Kita tidak perlu khawatir. Harta dunia yang kita keluarkan untuk berangkat ke Tanah Suci ini akan dibalas oleh Allah swt dengan kenikmatan kehidupan akhirat bertemu Allah di surga yang abadi. Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Artinya: “Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga,” (HR al-Bukhari).
Begitu juga dengan ibadah kurban, Rasulullah telah menegaskan dalam dari Siti Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah:
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Artinya: “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.”
Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Demikian khutbah Idul Adha yang mengangkat tentang kisah inspiratif penuh perjuangan dari keluarga Nabi Ibrahim yang diabadikan dalam ritual ibadah haji dan kurban. Semoga bisa menambah pengetahuan kita sekaligus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Dan semoga Allah swt senantiasa menurunkan hidayah dan rezekinya kepada kita sehingga kita bisa menjalankan tugas kita untuk beribadah khususnya mampu untuk melakukan ibadah haji dan berkurban. Amin.