Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Naskah khutbah Jum’at dengan judul: Khutbah Jumat: Mewaspadai Bahaya Maksiat disapaikan dalam sidang shalat Jumat, di Masjid Al-Kautsar Komplek Pesona Khayangan 2 Jl. Juanda Depok Jawa Barat pada 25 Jumadil Akhir 1446 H/27 Desember 2024 M
Khutbah pertama
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِالِلّٰهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا¸ مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
أَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ الِلّٰهِ¸ أُوْصِيْنِيِ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللّٰهِ¸ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللّٰهُ الْعَظِيمْ
Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.
Pada kesempatan yang mulia ini, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada para jama’ah sekalian. Marilah senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena ketakwaan disamping akan mendatangkan keberkahan demi keberkahan, ia juga merupakan benteng seorang muslim dari dosa dan kemaksiatan yang akan mendatangkan murka dan azab Allah Subhanahu wata’aalaa. Allah berfirmat dalam surat Al-A’raf ayat 96:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Dengan demikian harus disadari bahwa unsur ketaqwaan tidak hanya menjalankan perintah Allah Subhanahu wata’aalaa, akan tetapi unsur lainnya yang sama krusialnya adalah meninggalkan semua yang dilarang Allah Subhanahu wata’aalaa.
Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata,
لَيْسَ تَقْوَى اللهِ بِصِيَامِ النَّهَارِ ، وَلاَ بِقِيَامِ اللَّيْلِ، وَالتَّخْلِيْطِ فِيْمَا بَيْنَ ذَلِكَ ، وَلَكِنْ تَقْوَى اللهِ تَرْكُ مَا حَرَّمَ اللهُ ، وَأَدَاءُ مَا افْتَرَضَ اللهُ ،فَمَنْ رُزِقَ بَعْدَ ذَلِكَ خَيْراً ، فَهُوَ خَيْرٌ إِلَى خَيْرٍ
Artinya: “Takwa bukanlah hanya dengan puasa di siang hari atau mendirikan salat malam atau melakukan kedua-duanya. Namun, takwa adalah meninggalkan yang Allah haramkan dan menunaikan yang Allah wajibkan. Siapa saja yang setelah itu dianugerahkan kebaikan, maka itu adalah kebaikan pada kebaikan.” (HR. Al-Baihaqi dalam Az-Zuhd Al-Kabir no. 964)
Pengertian Maksiat
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah Ta’ala
Maksiat berasal dari bahasa Arab, معصية asal katanya عصى يعصي yang maknanya melanggar, membangkang, mendurhakai. Artinya jika kita durhaka kepada Allah Subhanahu wata’aalaa dengan melanggar larangan-larangan yang telah ditetapkan-Nya, berarti kita telah bermaksiat kepadaNya.
فَعَصَىٰ فِرْعَوْنُ ٱلرَّسُولَ فَأَخَذْنَٰهُ أَخْذًا وَبِيلًا
Artinya: “Maka Fir’aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.” (QS. Al Muzammil: 16)
وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدْخِلْهُ نَارًا
خَٰلِدًا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Artinya: “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS An Nisa: 14).
Mu’jamul Mushthalahaatisy Sya’iyyati tentang definisi maksiat:
المعاصي هي ترك المأمورات، وفعل المحظورات
Maksiat adalah meninggalkan hal-hal yang diperintahkan, dan melakukan hal-hal yang dilarang.
Dampak Buruk Maksiat
Dosa dan kemaksiatan memiliki pengaruh/dampak yang sangat buruk dan berbahaya bagi seseorang di dunia dan akhirat. Bahkan, bahaya-bahayanya terkadang tidak diketahui langsung oleh pelakunya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauzy rahimahullah dalam kitab Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, halaman 66.
فَمَا يَنْبَغِي أَنْ يُعْلَمَ، أَنَّ الذُّنُوبَ وَالْمَعَاصِيَ تَضُرُّ،
وَلَا بُدَّ أَنَّ ضَرَرَهَا فِي الْقَلْبِ كَضَرَرِ السُّمُومِ فِي الْأَبْدَانِ
Ketahuilah dan sadarilah, bahwasanya dosa dan kemaksiatan pasti menimbulkan mudharat (kerugian), tidak mungkin tidak. Mudharatnya bagi hati sebagaimana mudharat yang ditimbulkan racun di tubuh seseorang.
Lebih lanjut Ibnul Qayyim Al-Jauzy menyebutkan dampak-dampak buruk dari dosa maksiat sebagai berikut:
1. Maksiat menghalangi dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’aalaa . Beliau mengatakan,
فَلَوْ لَمْ يَكُنْ لِلذَّنْبِ عُقُوبَةٌ إِلَّا أَنْ يَصُدَّ عَنْ طَاعَةٍ تَكُونُ بَدَلَهُ
Tidak ada keruagian paling besar yang dirasakan orang beriman kecuali dicabutnya jalan dan nikmat ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’aalaa. Dosa juga memutus jalan menuju ketaatan berikutnya, sehingga semakin banyak dosa dilakukan, semakin banyak pula jalan ketaatan yang tertutup.
Imam al-Hârits al-Muhâsibi memperingatkan kita dalam kitabnya, Risalah al-Mustarsyidîn.
وَاعْلَمْ يَا أَخِي أَنَّ الذُّنُوْبَ تُوْرِثُ الْغَفْلَةَ وَالْغَفْلَةُ تُوْرِثُ الْقَسْوَةَ وَالْقَسْوَةُ تُوْرِثُ الْبُعْدَ مِنَ اللهِ وَالْبُعْدُ مِنَ اللهِ يُوْرِثُ النَّارَ
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa dosa-dosa mengakibatkan kelalaian, dan kelalaian mengakibatkan keras (hati), dan keras hati mengakibatkan jauhnya (diri) dari Allah, dan jauh dari Allah mengakibatkan siksaan di neraka.
Jika selama ini diri kita, keluarga kita masih berat istiqamah melakukan ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’aalaa, salah satu sebabnya adalah karena dosa dan kemaksiatan yang masih dilakukan.
2. Maksiat menghalangi masuknya ilmu yang Barokah. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
فَإِنَّ الْعِلْمَ نُورٌ يَقْذِفُهُ اللَّهُ فِي الْقَلْبِ، وَالْمَعْصِيَةُ تُطْفِئُ ذَلِكَ النُّورَ
Sesungguhnya lmu adalah cahaya yang Allah masukkan ke dalam hati, sedangkan maksiat adalah pemadam cahaya tersebut.
الْعِلْمَ نُورٌ و نور الله لا يهدي للعاصي
Artinya: “Ilmu itu cahaya. Dan cahaya Allah tidak akan membawa petunjuk bagi pelaku maksiat” (Imam Ghazali)
وَقَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ: شَكَوْتُ إِلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إِلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي وَقَالَ اعْلَمْ بِأَنَّ الْعِلْمَ فَضْلٌ،
وَفَضْلُ اللَّهِ لَا يُؤْتَاهُ عَاصِي
Imam asy-Syafi’i berkata dalam syairnya: “Aku mengadu kepada guru saya yang bernama Waki’ tentang buruknya hafalanku, dia menasihatiku agar aku tinggalkan kemaksiatan, dia pun berkata: Ketahuilah, sesungguhnya ilmu itu karunia, dan karunia Allah tidak akan diberikan pada orang bermaksiat.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 84).
Banyak orang pintar tapi jauh dari Allah Subhanahu wata’aalaa dikarenakan kemaksiatan yang mereka lakukan.
3. Maksiat menghalangi datangnya rezeki yang Barokah
Hadits Tsauban radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ
Artinya: “Sungguh, seorang hamba akan terhalang dari rezeki karena dosa yang diperbuatnya.” (HR. Ahmad, 5:277)
Jika kita menyaksikan ada orang bergelumur dosa dan maksiat akan tetapi hidup dalam kemewahan harta, maka itulah definisi dari istidraj yang yang Allah Ta’ala berikan kepada pelaku kemaksiatan. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذا رأيْتَ اللهَ يُعْطي العبدَ مِنَ الدُّنيا على مَعاصيه ما يُحِبُّ، فإنَّما هو استِدراجٌ. ثمَّ تلَا رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: {فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ}
Artinya: “Apabila engkau melihat Allah memberikan kepada seorang hamba berupa nikmat dunia yang disukainya, padahal dia suka bermaksiat, maka itu hanyalah istidraj. Lalu, Rasulullah membaca ayat, ‘Maka, tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga, apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong. Maka, ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. Al An’am: 44).” (HR. Ahmad no. 17311)
4. Penyebab Terjadinya Musibah dan Malapetaka.Baik itu berupa banjir, gempa, dan lain sebagainya. Dengarlah firman Allah Ta’ala. Imam Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
مَا نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ
Artinya: “Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)
Perkataan ‘Ali –radhiyallahu ‘anhu– di sini selaras dengan firman Allah Ta’ala,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30)
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِی ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَیۡدِی ٱلنَّاسِ لِیُذِیقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِی عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمۡ یَرۡجِعُونَ
Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar” [Surat Ar-Rum: 41]
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنۢبِهِۦ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُم مَّنْ أَخَذَتْهُ ٱلصَّيْحَةُ وَمِنْهُم مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ ٱلْأَرْضَ وَمِنْهُم مَّنْ أَغْرَقْنَا ۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِن كَانُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Artinya: “Maka, masing-masing (mereka itu), Kami siksa disebabkan dosanya. Maka, di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al-Ankabut: 40)
Renungan Jelang Nataru
Yang menjadi pertanyaan dan bahan perenungan bagi kita selaku orang beriman kepada Allah Subhanahu wata’aalaa dan RasulullahNya adalah adakah korelasinya antara seringnya terjadi musibah bencana alam dll di penghujung tahun jelang perayaan Natal dan tahun baru Maseh dengan kemarahan dan kemurkaan Allah Subhanahu wata’aalaa yang diakibatkan kemaksiatan-kemaksiatan yang diperbuat manusia pada malam tahun baru Masehi?. Seperti pesta pora, bersenang-senang, hura-hura bahkan perzinahan, perjudian dan tidak kalah membuat Allah Subhanahu wata’aalaa murka adalah kemusyrikan dan kekufuran dengan mengatakan bahwa Allah Subhanahu wata’aalaa mempunyai anak …… ???
Ternyata lebih dari 1500 tahun yang lalu Al Qur’an telah memberikan jawabannya
Ucapan yang paling dimurkai Allah SWT di muka bumi adalah “mengatakan bahwa Allah Subhanahu wata’aalaa mempunyai anak.
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا* لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا* تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا* أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا* وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا
Artinya: “Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak.” Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan (Allah beranak) itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda’wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak.Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak” (QS. Maryam: 88-92)
KIAT AGAR TERHINDAR DARI MAKSIAT
1. Yang pertama dan paling utama adalah berdo’a mohon perlindungan kepada Allah subhanahu wata’aala agar terhindar dari dosa dan maksiat. Menyandarkan segala sesuatu kepada Allah Subhanahu wata’aalaa. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu kalau berdoa membaca:
اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَمِلْتُ ومنْ شَرِّ مَا لَمْ أعْمَلْ
Artinya: “Ya Allah sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada Engkau dari keburukan apa yang telah aku kerjakan dan dari keburukan yang belum aku kerjakan.” (HR. Muslim).
2. Sebelum melakukan kemaksiatan, ingat dan sadarilah betapa buruknya pengaruh maksiat seperti yang telah disebutkan di atas. Pengaruh buruk maksiat tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat.
وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا
خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
Artinya: “Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan” (QS an-Nisa: 14)
3. Menyadari bahwa hidup kita ini tak luput dari MUROOQOBATULAH (pengawasan Allah Subhanahu wata’aalaa
وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِی تَسَاۤءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَیۡكُمۡ رَقِیبا
Artinya: “Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” [Surat An-Nisa’: 1]
Jika saja kita semua menyadari akan pengawasan Allah Subhanahu wata’aalaa terhadap semua aktivitas kita, insya Allah tidak akan ada kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan.
4. Jangan Pernah Meremehkan Dosa Kecil . Kerena dosa kecil akan menjadi besar apalagi dikerjakan terus menerus.
لاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الاِسْتِغْفَارِ وَ لاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الإِصْرَارِ
Artinya: “Tidak ada dosa besar jika dihapus dengan istighfar (meminta ampun pada Allah) dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus.” [HR. Al Baihaqi]
Al-Qodhi Fudhoil bim ‘Iyadh berkata :
بِقَدْرِ مَا يَصْغَرُ الذَّنْبُ عِنْدَكَ يَعْظُمُ عِنْدَ اللَّهِ،
وَبِقَدْرِ مَا يَعْظُمُ عِنْدَكَ يَصْغَرُ عِنْدَ اللَّهِ
Artinya: “Semakin kecil dosa itu terlihat dalam pandanganmu, semakin besar ia di sisi Allah. Sebaliknya, semakin besar dosa itu terasa dalam hatimu, semakin kecil ia di sisi Allah.”
وَّتَحْسَبُوْنَهٗ هَيِّنًاۙ وَّهُوَ عِنْدَ اللّٰهِ عَظِيْمٌ
Artinya: “…dan kamu menganggap dosa sesuatu yang ringan saja. sedangkan di sisi Allah adalah besar”. [An-Nur/24: 15]
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ
Artinya: “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.”
5. Dzikrullah
Syekh Mushtofa as-Sibâ’i memberikan tips atau cara untuk menghindar dari maksiat dalam kitabnya Hâkadzâ ‘Allamtanî al-Hayât:
إذا همّت نفسك بالمعصية فذكرها بالله
Artinya: “Apabila dirimu tergerak melakukan maksiat maka ingatlah Allah.”
Diantara zikir yang sangat dianjurkan oleh Allah Subhanahu wata’aalaa adalah istighfar dan sholawat
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِیُعَذِّبَهُمۡ وَأَنتَ فِیهِمۡۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمۡ وَهُمۡ یَسۡتَغۡفِرُونَ
Artinya: “Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama engkau (Nabi Muhammad) berada di antara mereka dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama mereka memohon ampunan.” [Surat Al-Anfal: 33]
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Wallahu a’lam bisshawab
Hasan Yazid Al-Palimbangy, M.Ag., Juru Da’wah (da’i/muballigh). Khatib dan narasumber pengajian mingguan, bulanan di masjid-masjid perumahan dan kantor dan penulis buku-buku agama Islam.)
Domisili : Thali’a Clauster (Ps. Ceger) Jl. Musholla Nurul Huda No.1, blok B12Jurang Mangu Barat, Kec. Pd. Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten 15222 HP/WA +62852-1737-0897