JAKARTA | LIPUTAN9NEWS
Ilmu adalah warisan para nabi dan cahaya yang akan menerangi gelapnya kehidupan di dunia dan akhirat. Dengan ilmu, seorang hamba bisa mengenal Tuhannya, beribadah dengan benar, dan memberi manfaat kepada sesama.
Atas dasar ini, para ulama sering menegaskan bahwa menuntut ilmu termasuk bagian dari jihad fi sabilillah. Tidak hanya itu, orang yang sedang menuntut ilmu kemudian wafat pun terhitung syahid. Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda:
إِذَا جَاءَ الْمَوْتُ لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَهُوَ عَلَى هَذِهِ الْحَالِ، مَاتَ وَهُوَ شَهِيدٌ
Artinya: “Apabila kematian datang kepada seorang pencari ilmu dan dia sedang dalam kondisi tersebut, maka ia mati syahid.” (HR. Al-Bazzar)
Berkaitan dengan hal tersebut, ada sebuah kisah menakjubkan yang diungkapkan oleh Imam Ibnu Baththal dalam kitab Syarah Shahih Bukhari (Riyadh, Maktabah Ar-Rusyd, t.t), juz I, halaman 134-135.
Dalam kitab tersebut dikisahkan, Imam Malik bin Anas memberikan motivasi kepada para santrinya, khususnya kepada santri baru yang bernama Yahya agar ia lebiih semangat dalam belajar karena di dalamnya terdapat sejumlah keutamaan.
Di depan para muridnya, Imam Malik bercerita tentang seorang pemuda dari negeri Syam yang datang ke Madinah. Pemuda itu masih terhitung belia, namun semangatnya dalam menuntut ilmu begitu besar. Kecintaannya pada ilmu membuat ia belajar dengan sungguh-sungguh hingga akhirnya ajal menjemputnya.
“Aku melihat pada jenazahnya sesuatu yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Para ulama di kota ini berebut mengiringi jenazahnya dengan penuh penghormatan.” ungkap Imam Malik mengisahkan suasana saat wafatnya pemuda Syam.
Bahkan, sambung Imam Malik, para tokoh dan ulama setempat sampai ikut mengiring jenazah pemuda tersebut hingga ke liang lahat untuk menguburkannya. Suasana pemakaman itu penuh khidmat, seakan menjadi saksi betapa mulianya seorang penuntut ilmu di sisi Allah.
Tidak berhenti di situ, Imam Malik kemudian menceritakan bahwa tiga hari setelah pemakaman, seorang lelaki saleh dari Madinah bermimpi melihat pemuda tersebut dengan rupa yang menawan, wajahnya bersinar, mengenakan pakaian putih, bersorban hijau, dan menunggangi kuda putih yang turun dari langit. Ketika ditanya mengenai kondisinya, pemuda itu menjawab:
“Allah memberiku derajat di surga untuk setiap ilmu yang kupelajari. Lalu Allah menambahkan derajat untukku hingga aku ditempatkan bersama para ulama, dua tingkat di bawah derajat para nabi dan derajat para sahabat,” jawab pemuda tersebut.
Mimpinya itu kemudian viral di kalangan masyarakat Madinah. Menurut Imam Malik, tersiarnya kisah pemuda Syam tersebut membuat orang-orang Madinah semakin bersemangat dalam menuntut ilmu dan banyak di antara mereka yang menjadi ulama besar.
Kisah pemuda Syam ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan seorang penuntut ilmu, bahkan jika meninggal dunia saat mencari ilmu akan terhitung syahid. Dengan demikian, seseorang yang mencintai dan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah, sebagaimana didapatkan oleh pemuda Syam pada kisah ini.
Selain itu, kisah ini juga mengingatkan kepada para penuntut ilmu agar senantiasa menjaga niat dalam hatinya. Niat menuntut ilmu hendaknya hanya karena Allah semata, bukan untuk mencari kedudukan, penghargaan, atau keuntungan duniawi lainnya, sebagaimana diingatkan oleh Ibnu Baththal di penghujung kisah ini. Wallahu a’lam.
























