Robert Owen (1771-1858) adalah seorang berkebangsan Skotlandia yang memperkenalkan koperasi. Setelah itu, koperasi ini berkembang di negara-negara Eropa lainnya. Di Indonesia, pada tahun 1895 di Leuwiliang Bogor Jawa Barat Raden Ngabei Aria Wiriaatmadja (Patih Purwokerto) dan kawan-kawan untuk pertama kali menggagas dan mendirikan koperasi simpan pinjam yang diberi nama “De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Hoofden” yang memiliki arti “Bank Simpan Pinjam para Priyayi Purwokerto”.
Tujuan mulia dari pendirian koperasi adalah memberikan ruang pembebasan bagi para pegawai negeri dari kejaran hutang. Masyarakat seringkali terjebak pada jaringan-jaringan yang disebarkan para rentenir. Pada konteks ini, koperasi diharapkan menjadi jalan atau solusi agar masyarakat kita tidak menderita karena jeratan hutang karena ulah rentenir. Koperasi menjadi pemutus mata rantai bagi warga masyarakat untuk keluar dari hutang yang menyusahkannya. Karena koperasi lebih memanusiakan dalam menyelesaikan masalah keuangan anggota masyarakat.
Pada tahap perkembangan selanjutanya, koperasi juga didirikan oleh Boedi Oetomo pada tahun 1908 dan Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911. Koperasi tersebut didirikan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangga dan keperluan sehari- hari. Pada tanggal 12 Juli 1947 gerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi pertama kalinya di Tasikmalaya. Kemudian tanggal yang sama ditetapkan sebagai hari Koperasi.
Dalam lintasan sejarah Indonesia, koperasi telah memberikan kontribusi bagi penguatan sektor masyarakat kecil. Berbagai hasil riset telah membahas tentang peran koperasi tersebut yakni; Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) Tekun memberikan akses permodalan bagi masyarakat. (Mustangin. et. al, 2018). Koperasi desa memfasilitasi anggotanya pada kegiatan sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa (Dar Kasih, 2022) serta masih ada riset-riset lain yang mengkaji dan meneliti mengenai kontribusi koperasi untuk pemberdayaan masyarakat.
Koperasi dapat menjadi lembaga ekonomi yang dapat bekerja untuk kemakmuran dan kesejahteraan. Karena koperasi ini merupakan lembaga ekonomi yang direkomendasikan oleh konstitusi kita. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan utamanya. Di dalam lembaga koperasi “hidup” prinsip dan praksis gotong royong, saling tolong menolong serta kebersamaan. Dimana ini merupakan modal sosial yang penting untuk menumbuhkan dan menguatkan koperasi tersebut.
Koperasi diharapkan menjadi instrumen untuk memberdayakan masyarakat dalam bidang ekonomi. Koperasi yang sebenarnya sangat cocok dengan kultur dan kondisi bangsa Indonesia dalam jalan membangun ekonomi yang berkeadilan. Oleh karena itu, penguatan lembaga koperasi menjadi keniscayaan melalui;
Pertama, membangun budaya lembaga yang berlandaskan etika, moral dan norma hukum. Pengelola koperasi yang amanah dan berintegrasi merupakan basis utama untuk mewujudkan lembaga ini berkompeten dalam pemberdayaan masyarakat untuk kesejahteraan. Budaya organisasi yang sehat dan patuh pada hukum merupakan yang tidak bisa ditawar-tawat lagi bila ingin mewujudkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian masyarakat. Ketidakpercayaan masyarakat pada Koperasi karena para pengurus serta pengelolanya yang kurang transparan dan akuntabel. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi para penggiat koperasi untuk membuktikan bahwa koperasi itu transparan dan akuntabel serta memberdayakan masyarakat di bidang ekonomi.
Kedua, Koperasi perlu memiliki banyak program ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Program-program ini menunjukkan bahwa koperasi memiliki kepedulian tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat untuk kemakmuran masyarakat. Program-program tersebut sebagai bentuk pelayanan dari koperasi kepada masyarakat. Hal ini juga merupakan upaya memberdayakan masyarakat dengan segenap potensi yang dimilikinya. Program-program yang dilaksanakan koperasi itu dilakukan berbasis potensi dan kearifan lokal. Misalnya, koperasi memiliki program pemberdayaan petani bawang, atau program pemuda pengelola wisata desa.
Ketiga, memiliki jejaring kemitraan dengan pihak luar. Koperasi yang kuat adalah yang memiliki jejaring kemitraan lain. Kemitraan ini berkaitan dengan penguatan kelembagaan, bahan baku produksi, keuangan atau permodalan dan lainnya. Kemitraan merupakan jalan pembuka untuk mendapatkan dukungan publik dalam pengelolaan koperasi tersebut.
Keempat, koperasi perlu memiliki public relation yang berkinerja baik. Public relation ini menjadi penting agar kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan dapat dikomunikasikan kepada masyarakat. Sehingga hal ini dapat berdampak positif bagi kinerja koperasi dan sekaligus mendapatkan dukungan dari masyarakat. Oleh karena itu, koperasi dapat mengaktifkan sumber daya manusianya untuk menggunakan kanal-kanal di media sosial maupun digital untuk promosi kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakannya. Hal lain dari kegiatan public relation koperasi dapat memberikan inspirasi ke individu atau masyarakat untuk melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sama di lingkungannya. Sehingga praktik baik dari koperasi untuk pemberdayan masyarakat diadopsi di tempat-tempat lain dalam rangka perubahan warga masyarakat ke arah lebih baik.
Dr. Muhtadi, Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta