Jakarta, LIPUTAN9.ID – Ramai pernyataan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jawa Timur, terkait Karmin Najis mendapatkan respon MUI terkait pewarna merah makanan dari serangga tersebut.
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH. Abdus Muiz Ali mengatakan, menghargai keputusan LBM PWNU Jawa Timur.
“Namun demikian, penetapan kehalalan produk adalah wewenang fatwa Majelis Ulama Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 33 Tahun 2014,” ujar ulama alumni Sidogiri tersebut.
Menurutnya, Fatwa MUI tersebut dikeluarkan secara independen dan sesuai dengan Pedoman Penetapan Fatwa MUI, termasuk di antaranya didahului dengan kajian-kajian yang melibatkan para pakar di bidangnya, untuk kemudian menjadi bahan dalam pembahasan fiqh-nya.
Fatwa Halal MUI
“Dalam kasus ini, setelah dilakukan kajian mendalam, baik dari aspek sains maupun fiqh, diputuskanlah secara jama’i (kolektif) fatwa dengan hasil sebagaimana termaktub dalam Fatwa MUI No 33 2011,” paparnya pada liputan9.id saat di hubungi via seluler.
Selanjutnya, Kiai AMA ia biasa dipanggil menyampaikan, bahwa Sebagai salah satu masalah yang substansinya masuk dalam wilayah ijtihad, adalah dimungkinkan terjadinya perbedaan dengan hasil ijtihad lainnya tentang masalah dimaksud.
“Bahkan jika dirujuk sumber-sumber mu’tamad dari mazhab-mazhab fiqh, masalah yang sama juga tidak lepas dari perbedaan pendapat di kalangan para ulama,” tuturnya.
Tanggapan MUI
Lebih jauh, Kiai AMA menjelaskan terkait dengan perbedaan antara fatwa MUI dengan hasil LBM PWNU-Jatim dalam masalah ini, kiranya dapat dilihat sebagai perbedaan hasil ijtihad.
“Masing-masing ada argumen dan hujjah yang mendasari, maka oleh karena itu tidak perlu dipersoalkan berlebihan, dan hasil ijtihad tidak membatalkan satu sama lain,” ucapnya.
“Sebagai perbandingan setidaknya ada dua lembaga fatwa luar negeri yang mengatakan bahwa cochineal itu halal,” imbuh dia.
Selanin itu, sebagai catatan. jika diperhatikan ibarat-ibarat fikih pada keputusan LBM PWNU Jatim, terlihat justru banyak argumen yang menguatkan tentang kehalalan cochineal tersebut.
“Karenya, dengan adanya perbedaan fatwa, masyarakat diharapkan dapat diberikan edukasi yang tepat dalam menyikapi perbedaan. Masing-masing pendapat dapat menjadi pilihan untuk diikuti, dan hendaknya tidak sampai menimbulkan keresahan,” tutup Kiai asal Bangkalan Madura tersebut (Ai)