Bondowoso | LIPUTAN9NEWS
Usai ngantar istri buka puasa di Tapen, kami mampir di masjid al-Munawwarah untuk shalat maghrib. Subhanallah, setelah selesai shalat Maghrib saya dipanggil oleh ketua takmir untuk ngopi bersama sambil diskusi tentang manajemen masjid.
Syahdan, kebetulan saya pernah melakukan riset dan penelitian di masjid Jokokarian Yogyakarta sehingga bisa merespon dan sharing serta studi banding dengan masjid yang sudah mandiri. Masjid yang memberikan kebermanfaatan kepada umat, bukan masjid yang mengeksploitasi umat dengan segala kebutuhannya baik pikiran, tenaga dan hartanya yang menggunakan modus agama.
So, sambil menyeruput kopi, saya sedikit memberikan informasi hasil temuan diberbagai masjid di mancanegara sehingga barangkali bisa diadopsi dalam mengelola manajemen masjidnya.
Untuk ukuran kota kecil di Bondowoso, masjid al-Munawwarah telah memberikan sumbangsih kepada pengguna jalan terutama para musafir berupa fasilitas peristirahatan dan berbagai menu minuman yang tersedia di serambi masjid.
Kelihatannya sederhana, tapi implikasinya dahsyat dalam mempersatukan ukhuwah islamiyah lintas madzhab. Sehingga emage-nya masjid tidak hanya bisa dimonopoli salah satu ormas saja melainkan masjid tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh umat Islam.
Terkait dengan suguhan kepada para musafir, saya mencoba menanyakan dari mana sumber dananya, rupanya dari umat untuk umat. Pihak takmir berkomitmen, kedepan masjid mampu memberikan solusi terhadap kebutuhan dan kepentingan umat, bukan malah mengekplorasi umat demi kepentingan renovasi dan rekonstruksi masjid semata tapi sepi dari kenjungan umat.
Awal abad ke-14 Hijriyah, atau pertengahan abad ke-20 Masehi, seakan-akan dicanangkan oleh umat Islam sebagai abad kebangkitan Islam. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai organisasi Islam yang membawa ide-ide pembaharuan (at-tajdiid fil Islaam) melalui masjid.
Ide mengenai kebangkitan Islam ini diilhami dengan adanya kesadaran kesejarahan bahwa Islam pernah menghegemoni dunia selama lebih kurang tujuh abad, terhitung sejak zaman Rasulullah saw. hingga berakhir pada Dinasti Utsmani. Kemudian muncullah upaya-upaya untuk mereformasi berbagai pemahaman keagamaan yang kemudian memunculkan gerakan-gerakan reformasi di tengah-tengah umat yang bermula dari masjid.
Ma’rifatul-Islam. Untuk mengenal Islam (ma’rifatul islam), kita dapat menempuh dua cara. Pertama melalui ajaran atau risalahnya, dan kedua melalui pembawa risalahnya, yakni Rasulullah Muhammad saw.
Dalam hal ajaran, Rasulullah saw. bersabda, al-Islamu ya’luu wa laa yu’laa ‘alaih, Islam itu tinggi atau mulia dan tak ada yang lebih tinggi daripadanya. Sabda Nabi ini sejalan dengan firman Allah, innaddiina indallaahil Islam (tiada agama di sisi Allah selain Islam),yang terdapat di dalam Quran surat Ali Imran ayat 19. Bahkan, menurut hemat penulis, Sabda Nabi ini tidak lain adalah pemaknaan semata terhadap ayat Al-Quran itu.
Artinya, secara pendekatan ilmu pengetahuan, Islam adalah agama yang sempurna dan menjadi penyempurna agama-agama terdahulu.
Melalui konsep berpikir seperti ini, maka sesungguhnya umat Islam tidak perlu menganggap dirinya sebagai pihak yang paling berhak diterima amalnya oleh Allah, yang berakibat pada pola kebiasaan berpikir “Islam-lah yang benar, yang lain salah.”
Lantas, berkenaan dengan Nabi Muhammad saw. sebagai pembawa risalah Islam, nama beliau dalam berbagai kajian kesejarahan ditempatkan di urutan pertama, sebagai orang yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia di muka bumi. Dipandang dari pendekatan sosial, Nabi Muhammad saw. juga menunjukkan keberhasilan pada tingkat tertinggi dibandingkan tokoh-tokoh transformasi sosial lainnya.
Tidak ada yang dapat menandingi kesuksesan beliau dari sisi waktu. Hanya lebih kurang 23 tahun, beliau mampu secara gemilang merubah tatanan kehidupan sosial yang paganistik dan barbaristik ke dalam pola kehidupan sosial yang tertata dan berperadaban yang diajarkan dari masjid.
Misi Islam. Islam diturunkan untuk sebuah tujuan mengatur kehidupan manusia di dunia ini. Ya, di dunia ini, bukan di tempat lain.
Semua ajaran di dalam Islam dimaksudkan untuk perbaikan dan kebaikan hidup dan kehidupan manusia. Baik dalam skala pribadi maupun sosial. Banyak ajaran- ajaran Islam terkait bagaimana berinteraksi sosial, bertetangga, dan berkomunikasi dengan orang lain. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa banyak nilai-nilai Islam melalui masjid yang sesungguhnya menjadi sendi dasar teori sosial, teori ekonomi, dan lain-lain.
Oleh karenanya, sesungguhnya ajaran-ajaran Islam yang bersifat kemasjidan tidak saja bermuatan moral. Tetapi lebih dari itu, di dalamnya terkandung pula visi sosial. Itulah antara lain mengapa, misalnya, Quran menyebut orang yang tidak memiliki kepedulian terhadap sesamanya sebagai “pendusta agama” (QS 107:1-5). Sebab orang yang tidak memiliki kepedulian terhadap sesama tidak sejalan dengan misi keagamaan Islam: menjadi rahmatan lil alamin.
Dikatakan bahwa banyak nilai-nilai Islam melalui masjid yang sesungguhnya menjadi sendi dasar teori sosial, teori ekonomi, dan lain-lain.
Oleh karenanya, sesungguhnya ajaran-ajaran Islam tidak saja bermuatan moral. Tetapi lebih dari itu, di dalamnya terkandung pula visi sosial. Itulah antara lain mengapa, misalnya, Quran menyebut orang yang tidak memiliki kepedulian terhadap sesamanya sebagai “pendusta agama” (QS 107:1-5). Sebab orang yang tidak memiliki kepedulian terhadap sesama tidak sejalan dengan misi keagamaan Islam: menjadi rahmatan lil alamin.
Maka sesungguhnya seorang muslim di dalam mengamalkan agamanya tidak cukup sekedar berhenti pada cita-cita menggapai sorga bagi diri dan kerabatnya sendiri. Tetapi dia harus melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang memiliki orientasi yang sejalan dengan misi agama Islam di atas.
Dengan kata lain, seorang muslim tidak dibenarkan hanya memiliki kualitas kesalehan pribadi, tetapi dia juga harus memiliki kualitas kesalehan sosial.
Tugas Kekhalifahan dan tanggungjawab keumatan. Dalam Al-Quran kita bisa baca, inni ja’ilun fil ardi khalifah, sesungguhnya Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka Bumi (QS 2:30 ). Jadi, manusia itu diciptakan untuk sebuah misi: menjadi khalifah, yang bertugas untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi (baca pula QS Hud 11:61).
Dengan begitu, di pundak seorang manusia, khususnya manusia muslim, terletak amanat untuk menyelenggarakan kemakmuran kehidupan di bumi ini melalui masjid. Bukan sekedar untuk umat yang seagama, tetapi untuk seluruh umat, bahkan untuk seluruh makhluk ciptaan Allah, atau alam semesta dan segala isinya.
Dan itu adalah tugas yang sangat berat, sampai-sampai Quran menyatakan, “bahkan langit, bumi dan gunung-gunung sekalipun enggan memikulnya.” (QS Al-Ahzab 33:72 ).
Maka, misi diciptakannya manusia ini seiring sejalan dengan misi keagamaan Islam. Karena itu, sekali lagi perlu ditekankan, bahwa diturunkannya Islam dan Al-Quran sebagai pedoman yang berisikan petunjuk-petunjuk dari Allah, tentu bukan sekedar untuk tujuan-tujuan yang bersifat pribadi.
Adapun ayat yang menyatakan bahwa tidaklah diciptakannya jin dan manusia kecuali untuk beribadah, adalah spirit bagi seorang muslim di dalam segala aktivtasnya. Jadi, tugas kekhalifahan seseorang harus diberi spirit peribadatan, artinya manusia dengan segala aktivitasnya harus memenuhi unsur peribadatan sebagai seorang hamba dan untuk memenuhi tugas kekhalifahan.
Itulah makna tugas keumatan bagi seorang muslim dengan memberi manfaat sebesar-besarnya (rahmatan lil ‘alamin).melalui manajemen masjid dari umat untuk umat.
Sebuah upaya strategi keumatan berbasis masjid. Sejarah mencatat bahwa kemunduran sebuah komunitas (lembaga, organsasi, negara atau peradaban) selalu dimulai dari dalam komunitas tersebut. Dan hampir dipastikan dari sumber daya manusianya.
Oleh karena itu tidak ada strategi yang lain untuk membawa Islam (baca: umat Islam) menuju kejayaan, kecuali peningkatan sumber daya manusia muslim melalui masjid.
Yang harus dilakukan pertama kali adalah membentuk mindset yang benar tentang keberadaan dirinya: apa misi diciptakannya, apa fungsi dan misi agama diturunkan ke muka Bumi.
Islam itu secara keilmuan tidak tertandingi, nabinya juga tak ada bandingannya, tetapi kalau umatnya mindsetnya salah, maka selama itu pula umat Islam tidak akan mengalami kejayaan.
Kalimat-kalimat bahwa di akhir zaman nanti agama Islam akan mengalami kejayaan, umat Islam adalah umat terbaik, semua itu harus dimaknai sebagai sesuatu yang bersyarat, bukan dengan sendirinya. Wallaahu a’lam.
Salam perjuangan, Tapen, 6 Januari 2024
Dr. KH. Muhammad Saeful Kurniawan, MA, Penulis buku Desain Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Teori dan Praktik Penelitian