Bandung | LIPUTAN9NEWS
Sebagai penggiat kontra radikalisme dan deradikalisasi, kadang merasa kegiatan dan program tersebut tidak bermakna apa-apa bilamana melihat perilaku korupsi dari aparat dan pejabat pemerintahan yang berkolaborasi dengan pihak swasta.
Aparat dan pejabat pemerintahan sudah tidak ada rasa sungkan menilep uang rakyat dengan sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Tanpa tedeng aling-aling lagi.
Semua mata anggaran ditelisik celahnya untuk dikorupsi. Andaikata tidak dapat dikorupsi secara legal, maka korupsilah secara ilegal dengan resiko kalau ketahuan mendapat hukuman.
Lalu, apakah negara tidak hancur kalau begini terus?! Apa bedanya mereka dengan kelompok radikal teror?! Bukankah mereka sama-sama akan menghancurkan negara?!
Jika Indonesia ibarat sebuah kapal di tengah lautan; Kelompok radikal teror melubangi lambung sebelah kanan. Komplotan koruptor melubangi lambung sebelah kiri.
Saya kira semua agama mengharamkan perbuatan mencuri dengan segala variasinya. Mencuri uang rakyat salah satu pencurian yang hanya dapat dilakukan oleh aparat dan pejabat pemerintahan. Karena mereka yang punya wewenang merencanakan dan menggunakan anggaran negara.
Aparat dan pejabat pemerintahan adalah orang-orang yang berpendidikan. Punya IQ bagus. Status sosial tinggi.
Semakin tinggi jabatannya, semakin tinggi pula tingkat pendidikan dan status sosialnya. Semakin besar pula potensi, peluang dan kesempatan untuk melakukan korupsi.
Akan tetapi tingkat pendidikan, IQ dan jabatan sebenarnya tidak memaksa seseorang untuk melakukan korupsi. Terbukti tidak semua aparat dan pejabat yang menjadi koruptor.
Korupsi adalah masalah kejiwaan. Didorong oleh keinginan, harapan, impian, khayalan, nafsu syahwat yang sulit diwujudkan dengan cara-cara benar, baik, bersih dan halal.
Syaikh Ibnu ‘Athaillah mengatakan: “Tidak ada sesuatu pun yang lebih kuat menuntunmu dibandingkan angan-angan.” Angan-angan maksudnya adalah dugaan dan khayalan.
Kata Syaikh Zarruq, “tidak diragukan lagi, nafsu dipimpin serta dipandu oleh khayalan. Jika nafsu mengkhayal sesuatu atau menduga-duganya, lahirlah tamak dan sifat-sifat pengiringnya, sehingga seseorolang jatuh dalam kehinaan, keterhalangan dan kelelahan lahir dan batin.”
Dikatakan: “Kalaulah bukan karena tamak yang penuh dusta, sungguh orang-orang tidak akan menyembah apa pun yang terlintas di benak mereka.”
Syaikh Ibnu ‘Athaillah melanjutkan hikmahnya. “Kau bebas dari sesuatu yang darinya kau berputus asa. Dan kau adalah budak untuk sesuatu yang kepadanya kau bersikap tamak.” Sebab, kata Syaikh Zarruq, “apa pun yang kau tamaki, ia akan mengambil dan menguasai hatimu sehingga kau berserah diri kepadanya sepenuh hati.”
Koruptor dimetaforakan dengan hewan tikus. Perilaku tikus yang kerap mencuri makanan dengan cara-cara yang kotor murni 100% dorongan dari hawa nafsunya. Tikus tidak pernah sekolah. Punya nilai IQ hampir mendekati 0.
Karena itu, mengangkat pejabat di posisi strategis yang mengelola anggaran super jumbo harus memperhatikan aspek kejiwaannya. Apakah sudah dapat mengendalikan hawa nafsunya atau belum?
Bila tidak maka, itu artinya memberi lumbung padi untuk tikus.
Ayik Heriansyah, Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jawa Barat, Aktivis kontra terorisme dan radikalisme, Mahasiswa Kajian Terorisme SKSG UI, dan Direktur Eksekutif CNRCT, Penulis artikel produktif yang sering dijadikan rujukan di berbagai media massa, pemerhati pergerakkan Islam transnasional, khususnya HTI yang sempat bergabung dengannya sebelum kembali ke harakah Nahdlatul Ulama. Kini aktif sebagai anggota LTN di PCNU Kota Bandung.