Jakarta, LIPUTAN9.ID – Momentum hijrahnya Rasulallah sebagai titik balik bulan Muharram sebagai tahun baru islam. Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender hijriah, memiliki makna dan keutamaan yang istimewa bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Bulan ini dipandang sebagai salah satu bulan mulia dan diberkahi oleh Allah SWT. Muharram adalah bulan yang penuh dengan peristiwa penting dalam sejarah Islam. Salah satu peristiwa yang sangat berarti adalah hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah.
Dalam hal ini KH. Agus Salim HS Ketua Umum Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) mengajak seluruh umat islam untuk senantiasa menjadikan tahun baru islam sebagai sprit menguatkan keliaslaman kita.
Artikel terkait:
KH. Agus Salim HS: Hakikat Muhasabah itu Ingat Allah
KH. Agus Salim HS: Pentingnya Luruskan Niat dalam Ziarah
“Penting kobarkan semangat dalam menyambut tahun baru islam pada bulan Muharram ini, tentunya dalam rangka syiar dan peningkatan kualitas kemaimanan,” ucap Kiai Agus saat menyaksikan perayaan Tahun Baru Hijriyah yang diadakan DKM Masjid Al Hikmah, Cikarang Utara, Bekasi, Selasa (18/07/23).
Meurut Kiai Agus Slim, pada awalnnya Muharram disebut dengan bulan Shafar Awal, karena posisinya yang terletak sebelum bulan shafar. Sebelum Khalifah Umar Bin Khattab menetapkan momentum hijrahnya Rasulullah saw. dari Makkah ke Madinah sebagai titik penentu perhitungan hijriyah.

“Muharram sendiri secara bahasa dapat diartikan sebagai bulan yang diharamkan. Bulan yang didalamnya orang-orang Arab diharamkan dilarang, diharamkan berperang. Itulah kebiasaan mereka tempo dulu mengkhususkan bulan-bulan peperangan dan bulan-bulan gencatan senjata,” tutur Kiai Agus pada jamaah yang hadir.
Hal tersbut sejalan dengan sebuah keterangan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir yang menerangka sebagaimana berikut:
أَنَّ الْمُحَرَّمَ سُمِّيَ بِذَلِكَ لِكَوْنِهِ شَهْرًا مُحَرَّمًا، وَعِنْدِي أَنَّهُ سُمِّيَ بِذَلِكَ تَأْكِيدًا لِتَحْرِيمِهِ؛ لِأَنَّ الْعَرَبَ كَانَتْ تَتَقَلَّبُ بِهِ، فَتُحِلُّهُ عَامًا وَتُحَرِّمُهُ عَامًا
“Dinamakan bulan Muharram karena bulan tersebut memiliki banyak keutamaan dan kemuliaan, bahkan bulan ini memiliki keistimewaan serta kemuliaan yang sangat amat sekali dikarenakan orang arab tempo dulu menyebutnya sebagai bulan yang mulia (haram), tahun berikutnya menyebut bulan biasa (halal).”
Dahulu kala orang Arab berkeyakinan bahwa bulan Muharram adalah bulan suci sehingga tidak layak menodai bulan tersebut dengan peperangan. Sementara bulan lain seperti shafar, boleh melakukan peperangan. Nama shafar sendiri memiliki arti sepi atau sunyi dikarenakan tradisi orang Arab yang pada keluar untuk berperang atau untuk bepergian pada bulan tersebut.
صَفَرٌ: سُمِّيَ بِذَلِكَ لِخُلُوِّ بُيُوتِهِمْ مِنْهُ، حِينَ يَخْرُجُونَ لِلْقِتَالِ وَالْأَسْفَارِ
“Dinamakan bulan shafar karena rumah-rumah mereka sepi, sedangkan para penghuninya keluar untuk berperang dan bepergian.”
Jadi, menurut Kiai Agus Salim HS moemntum seperti jangan disia-siakan sebagai kegiatan yang terkesan hura-hura saja. Mengingat mulia bukan ini harus diisi dengan hal-hal yang baik.
“Hendaknya momentum bulan Muharram sebagai tahun baru hijriyah, kita isi banyak-banyak dzikir pada Allah dengan istighfar, shalawat, berdoa dan amalan lainnnya sesuai tuntunan syariat,” paparnya.
Kiai Agus Salimjuga menegaskan pentingnya tafakur, muhasabah, dan berbuat baik antara sesama di salah satu bulan yang di muliakan Allah.
“Selain dzikrullah, perbanyak tafakur. Tafakur dalam artian (musyawarah), jangan tafakur sendiri. Tafakur melalui guru isnyaallah manfaat dan barokah,” ujar Kiai Agus, yang juga Rois Idaroh Syu’biyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyah tersbut.
Oleh sebab itu sesuai dengan penamaannya bulan Muharaam merupakan bulan yang dimuliakan dan di larang berperang. Allah SWT. telah menentukan empat bulan yang dimuliakan, tiga di antaranya berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, satu lagi bulan Rajab yang terletak di antara bulan Jumadal Ula dan Sya’ban. (RDW)
























