Banten | LIPUTAN9NEWS
7
Kereta kuda putih yang membawa Misyaila, Siswi Karina, Ilias, Hagar, dan Sophia itu telah sampai di gerbang utama Negeri Farisa. Gerbang utama itu adalah juga pintu utama benteng yang sangat tebal dan tinggi yang melindungi dan mengelilingi Negeri Farisa. Benteng dan gerbang utama itu bernama Gerbang Farsana.
Dan seperti biasanya, kereta kuda yang mereka naiki itu pun segera menghilang begitu saja ketika mereka telah turun dan ketika kaki-kaki mereka telah menginjakkan tanah. Gerbang utama itu ternyata dijaga sejumlah prajurit dan tentara yang dilengkapi dengan pakaian dan topi pelindung dari bahan-bahan baja, besi, dan bahan-bahan lainnya. Senjata mereka terdiri dari pedang dan tombak, tapi bukan sembarang pedang dan tombak. Sebab tombak-tombak mereka juga berfungsi sebagai pesawat-pesawat terbang yang bisa mereka naiki ketika terjadi peperangan atau ketika terjadi situasi gawat-darurat.
Rupanya pimpinan prajurit dan tentara yang menjaga gerbang utama bernama Farsana itu telah mengenal Misyaila, namanya Roshtam.
“Selamat datang kembali, saudariku!” ujar Roshtam kepada Misyaila, “dan siapa gerangan empat orang yang bersamamu ini?” Tanya Roshtam.
Mendengar pertanyaan Roshtam, Misyaila pun segera memperkenalkan Siswi Karina, Hagar, Ilias, dan Sophia kepadanya. “Mereka-lah yang ingin kutawarkan untuk menjadi penduduk negeri ini.” Jawab Misyaila. “Jika demikian, sebaiknya kita segera menghadap Raja Nazad Hamadi.” Seru Roshtam.
Ternyata jarak dari gerbang utama ke pusat ibukota Negeri Farisa cukup jauh juga dengan hanya berjalan kaki. Dan sepanjang jalan itu pula tampak prajurit berbaris dengan khidmat dan rapih.
Ketika mereka telah sampai di kediaman Raja Nazad, sang raja itu pun segera menyambut mereka dan mempersilahkan mereka untuk duduk di kursi-kursi melingkar yang ada di istana tersebut.
“Sudah lama sekali kau tak datang.” Kata Raja Nazad kepada Misyaila. “Beberapa waktu lamanya memang aku sengaja ingin mengetahui sejumlah negeri, dan timbullah keinginanku untuk mendatangi negeri yang pernah kukunjungi.” Balas Misyaila. “Negeri apa itu?” Tanya Raja Nazad. “Telaga Kahana.” Jawab Misyaila. “Oh rupanya negeri yang dulu dipimpin salah seorang sahabatku yang kini telah wafat itu!” ujar Raja Nazad. “Yah benar, “ kata Misyaila, “dan inilah anak-anak sahabatmu itu, yang ingin kutawarkan agar ia menjadi penduduk negerimu dan dilatih oleh para jenderalmu atau dididik oleh orang-orangmu.” Lanjut Misyaila.
Setelah sejenak terdiam, Raja Nazad Hamadi akhirnya mengiyakan apa yang ditawarkan Misyaila. Sang raja itu pun memanggil beberapa prajurit untuk membawa Hagar, Ilias, dan Sophia ke sebuah tempat yang akan menjadi rumah mereka selama mereka telah diterima menjadi penduduk di Negeri Farisa.
Sementara itu, Siswi Karina dan Misyaila, diantarkan oleh beberapa prajurit dan tentara ke sebuah pemondokan yang berbeda, yang tak jauh dari kediaman Raja Nazad Hamadi. Saat itu, di luar, waktu sebentar lagi meninggalkan siang-nya. Pemandangan dan suasana pedesaan yang mengelilingi pusat ibukota tersebut sangat indah. Lanskap lembah-lembah, bukit-bukit kecil serta beberapa gunung tampak jelas terlihat dari pusat ibukota Negeri Farisa. Memang, mayoritas penduduk tersebut dapat hidup dari hasil pertanian, peternakan, dan juga kerajinan, seperti kerajinan membuat perhiasaan dan senjata.
Di antara para penduduk yang hidup di sekitar lembah-lembah dan gunung-gunung itulah, hidup para empu dan sejumlah kecil orang-orang bijak bestari yang kadangkala diundang Raja Nazad Hamadi untuk dimintai pendapat bila ada hal-hal penting menyangkut nasib Negeri Farisa, semisal bila ada ancaman agressi dari Negeri Amarik yang pernah datang dan menyerang Negeri Farisa dengan pesawat-pesawat aneh super canggih mereka yang memang terbilang belum dapat dibuat oleh orang-orang di negeri-negeri lain.
Ada pun negeri di mana Misyaila lahir, diciptakan, dan hidup adalah sebuah negeri yang jauh sangat berbeda dari negeri-negeri lainnya di muka bumi, karena negeri itu terletak di balik samudra yang teramat luas dan misterius, di mana di balik samudra tersebut ada dua gunung gaib yang belum dicapai dan diketahui manusia. Dan di antara dua gunung itulah terletak negeri di mana Misyaila berasal.
Sebagaimana Negeri Telaga Kahana yang juga dihuni oleh para penduduk setengah peri dan juga hanya dapat dijangkau oleh mereka yang memiliki kekuatan dan pengetahuan tertentu (seperti pengetahuan yang telah dikuasai oleh segelintir orang di Negeri Amarik), negeri di mana Misyaila berasal adalah negeri yang dihuni ragam makhluk dan penduduk yang ajaib yang terlarang untuk dimasuki selain oleh bangsa Misyaila. (Bersambung)
Sulaiman Djaya, Esais dan penyair