Bab Kelima Bagian 2
فى آداب العالم فى حق نفسه
والعاشر أن يتخلق بالزهد فى الدنيا والتقلل منها، وبقدر الإمكان الذي لا يضر بنفسه أو عياله على الوجه المعتدل من القناعة. وأقل درجات العالم أن يستقذر التعلق بالدنيا لأنه أعلم بخستها وفتنتها وسرعة زوالها وكثرة تعبها. فهو احق بعدم الإلتفات إليها والاشتغال بهمومها.
Kesepuluh: Hendaknya ia berakhlak dengan sikap zuhud terhadap dunia dan berusaha mencukupkan sedikit harta dunia (mengurangi ketergantungan padanya) sejauh yang memungkinkan tanpa membahayakan dirinya atau keluarganya, dengan tetap menjaga keseimbangan dalam bersikap qana’ah (merasa cukup). Tingkatan paling rendah bagi seorang alim adalah menganggap jijik keterikatan dengan dunia, karena ia lebih mengetahui kehinaan, fitnah, dan cepat hilangnya dunia serta banyaknya kesusah-payahan dalam memburunya. Oleh karena itu, ia lebih berhak untuk tidak menoleh kepada dunia dan tidak disibukkan oleh urusannya.
وروي عنه صلى الله عليه وسلم عز من قنع، وذل من طمع.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Seseorang yang merasa cukup (qana’ah) akan menjadi mulia, sedangkan orang yang tamak akan menjadi hina.”
وعن الشافعي رضي الله عنه لو أوصى لاعقل الناس صرف إلى الزهاد. فليت شعري من احق من العلماء بزيادَة العَقلِ و كَمالِهِ،
Imam Syafi’i ra pernah berkata: “Jika ada wasiat yang harus diberikan kepada orang yang paling berakal, maka hendaknya diberikan kepada para zahid (orang yang zuhud).”
Sebab, siapakah yang lebih berhak daripada para ulama untuk memiliki tambahan akal dan kesempurnaannya?
و قال يحيى بنُ معاذَ: لَو كانتِ الدُّنيا تَبرا يفنى والآخرَةُ خَزفا يبقى، لكان ينبغى للعاقِل ايثار الخزف الباقى على التبر الفانِي، فكيف و الدنيا خزف فان والاخرة تبر باق
Yahya bin Mu’adz berkata: “Seandainya dunia ini berupa emas yang akan binasa, dan akhirat berupa tembikar yang akan kekal, maka orang yang berakal seharusnya lebih memilih tembikar yang kekal daripada emas yang akan binasa. Lalu bagaimana jika dunia ini hanyalah tembikar yang akan binasa, sementara akhirat adalah emas yang kekal?”
و حَقِيقٌ لِمَن عَلِمَ أنَّ المالَ متروك لوارثٍ، ومصَاب بحادث، أن يَكونَ زُهدُهُ فيها أقوَى مِن رَغبَتِه، و تَركُهُ أكثَر مِن طَلبِه.
Sungguh pantas bagi orang yang mengetahui bahwa harta hanya akan ditinggalkan untuk ahli waris, dan akan musnah oleh berbagai kejadian, untuk memiliki sikap zuhud yang lebih kuat daripada keinginannya terhadap dunia, serta lebih banyak meninggalkannya daripada mencarinya.
والحَادِي عَشرَ: أن يتباعد عن دَنيء المكاسِبِ و رَذيلتِها طَبعًا، و عن مَكرُوهِها عَادَةً وشرعا، كالحجامة.
و الدِّبَاغة و الصِّرف، و الصِّيَاغة ونحو ذلكَ.
Kesebelas: Hendaknya ia menjauhi mata pencaharian yang hina dan rendah secara tabiat, serta menghindari yang makruh secara adat kebiasaan masyarakat dan syariat, seperti pekerjaan bekam, penyamakan kulit, penukaran uang, perhiasan, dan semacamnya.
و الثَّانِي عَشرَ: ان يجتنب مَواضِع التُّهَمِ، وإن بَعُدَتْ، فَلا يَفعَلُ شَيئًا يتضمن نقص مُروءَة ويستنكر ظاهرًا.
وإن كانَ جائزا باطنا، فَإنه يعرض نفسه لتُهمَة وعرضه لِلوَقيعَةِ، و يَرفَعُ النَّاس في الظُّنونِ المَكرُوهِة وتأثيمُ الوَقيعَةِ، فَإنَ اتفق شيء مِن ذلِكَ لحَاجَة أو نحوها، أَخبرَ من شَاهده بحكمه وبعذره، و مَقصُوده كيلا يأثم بسببه او ينفر عنه فلَا يَنْتفِع بِعِلْمِهِ وَلا يسْتَفيذ الجَاهِل به،
Keduabelas: Hendaknya ia menghindari tempat-tempat yang menimbulkan kecurigaan buruk, meskipun kemungkinan tuduhan itu jauh. Ia tidak boleh melakukan sesuatu yang dapat mencoreng martabatnya atau menimbulkan kecurigaan secara lahir, meskipun secara batin hal itu diperbolehkan. Sebab, ia akan membuka peluang bagi orang-orang untuk berprasangka buruk dan memperbincangkannya, dan membuat masyarakat jatuh dalam perasangka jelek dan dosa membicarakannya (memfitnahnya). Jika ia terpaksa melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan tuduhan karena suatu kebutuhan, maka hendaknya ia menjelaskan kepada orang yang melihatnya tentang hukumnya, alasannya, dan tujuannya, agar ia tidak menjadi penyebab dosa atau menjadikan orang lain menjauhinya, sehingga orang tidak dapat mengambil manfaat dari ilmunya, dan orang bodoh tidak dapat belajar padanya.
وَلذَا قَالَ النَّبِيُّ ﷺ:
“لِرَجُلَيْنِ رَأياه يَتَحَدَّث مَعَ صفيةٍ، ثُمَّ أَجَازَا عَلَى رسلكما، انها صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ.” ثُمَّ قَالَ: “إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ، فَخَشِيتُ أَنْ يقْذفَ فِي قُلُوبِكُمَا شَيْئًا فتهلك.”
Karena itulah, Nabi ﷺ pernah berkata kepada dua orang yang melihat beliau berbicara dengan Shafiyyah binti Huyay : “Berhentilah kalian, ini adalah Shafiyyah binti Huyay.” Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh manusia seperti aliran darah. Aku khawatir ia akan membisikkan sesuatu ke dalam hati kalian lalu kalian binasa.”
وَالثَّالِثُ عَشَرَ: ان
يحافظ عَلَى الْقِيَامِ بِشعَائِرِ الْإِسْلَامِ وَظَوَاهِرِ الْأَحْكَامِ، كَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ فِي مَسَاجِدِ الْجَمَاعَةِ، وَإِفْشَاءِ السَّلَامِ لِلْخَوَاصِّ وَالْعَوَامِّ، وَالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ مَعَ الصَّبْرِ عَلَى الْأَذَى، صادعا بالحق عند الكبرياء باذلا نفسه لله تعالى لا يخاف فيه لومة لائم، ذاكرا قوله تعالى، : واصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ. وَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَغَيْرُهُ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِ من الصَّبْرُ عَلَى الْأَذَى،
Ketigabelas: Hendaknya ia menjaga pelaksanaan syiar-syiar Islam dan hukum-hukum lahirnya, seperti mendirikan salat berjamaah di masjid, menyebarkan salam kepada semua orang baik yang dikenal maupun tidak, serta menjalankan amar ma’ruf nahi munkar dengan penuh kesabaran menghadapi gangguan. Ia harus berani menyampaikan kebenaran di hadapan orang-orang yang sombong, menyerahkan dirinya kepada Allah tanpa takut celaan siapa pun. Ia harus selalu mengingat firman Allah:
“Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang diwajibkan.” (QS. Luqman: 17)
وَمَا كَانُوا يَتَحَمَّلُونَهُ فِي اللَّهِ تَعَالَى مِنْ إِنْكَارِ اتبَاعهم عليهم مِثْل قصَصِ آدم مع بنِيهِ، وشيث مع قومه، وَنُوحٍ وَهُودٍ وَصَالِحٍ معَ قَوْمِهِم، وَإِبْرَاهِيمَ مَعَ نَمْرُودٍ وابيه، وَيَعْقُوبَ مَعَ بنيهِ، وَيُوسُفَ مَعَ إِخْوَتِهِ، وَأَيُّوبَ وَمَا ٱبْتُلِيَ بِهِ، وَمُوسَى مَعَ بنى إِسْرَائِيلَ بَعْدَ مَا نجَوا مِنَ ٱلْبَحْرِ، وَعِيسَى مَعَ أَصْحَابِ ٱلْمَائِدَةِ، وَمُحَمَّدٍ ﷺ مَعَ قَوْمِهِ، ثُمَّ مَعَ أَصْحَابِهِ فِي يَوْمِ ٱلْحُدَيْبِيَةِ، وَيَوْمِ ٱلْقسمة ، حَتَّى قَالَ رَحِمَ ٱللَّهُ أَخِي مُوسَى لَقَدْ أُوذِيَ بأكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ،
Para rasul dan nabi juga telah bersabar atas gangguan yang mereka alami dalam jalan dakwah. Mereka menghadapi berbagai penolakan dari pengikutnya, seperti kisah Nabi Adam dengan anak-anaknya, Nabi Syits dengan kaumnya, Nabi Nuh, Hud, dan Shalih dengan umat mereka, Nabi Ibrahim dengan Namrud dan ayahnya, Nabi Ya’qub dengan anak-anaknya, Nabi Yusuf dengan saudara-saudaranya, Nabi Ayyub dengan berbagai ujian yang menimpanya, Nabi Musa dengan Bani Israil setelah mereka selamat dari laut, Nabi Isa dengan para pengikutnya yang meminta hidangan dari langit, serta Nabi Muhammad ﷺ dengan kaumnya, lalu dengan sahabat-sahabatnya pada hari Hudaibiyah dan hari pembagian harta rampasan perang. Bahkan, beliau pernah berkata:
“Semoga Allah merahmati saudaraku Musa, ia telah mengalami gangguan yang lebih berat dari ini, namun tetap bersabar
ثُمَّ مَا جَرَى لِأَبِي بَكْرٍ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُ بَعْدَ وَفَاةِ ٱلنَّبِيِّ ﷺ مَعَ ٱلصَّحَابَةِ خَاصَّةً، ثُمَّ مَعَ أَهْلِ ٱلرِّدَّةِ، ثُمَّ مَا جَرَى لِلصَّحَابَةِ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ مِنْ مقَاساةِ ٱجلَافِ ٱلنَّاسِ عَلَى كَثْرَةِ ٱخْتِلَافِ ٱلْمَقَاصِدِ، ثُمَّ ٱلتَّابِعِينَ وَتَابِعِيهِمْ إِلَى يومنا هذا، فلهُ فِيهِمْ اسوة حسَنة.
Kemudian pula apa yang terjadi pada Abu Bakar radiya Allahu anhu setelah wafatnya Nabi ﷺ, baik dalam menghadapi para sahabat maupun dalam menghadapi kaum yang murtad. Demikian pula yang dialami oleh para sahabat radliya Allahu anhum dalam menghadapi berbagai tantangan, sebagaimana banyaknya perbedaan tujuan. Hal ini terus berlanjut hingga para tabi’in dan pengikut-pengikut mereka hingga zaman kita ini. Maka, dalam diri mereka terdapat teladan yang baik baginya.
Agus Amar Suchaemi AlBarbasy (Gus Amar), Nyantri di Lirboyo Alumni IKAHA (UNHASY) Tebuireng Jombang.