Nishfu Sya’ban kalau di tradisi Nusantara dikenal rowahan kelanjutan dari tradisi bubur suro di bulan Muharram, rebo wekasan di bulan Safar, muludan Kanjeng Nabi di bulan Robi’ul Awwal, mulud Fatimah di bulan Robi’ul Tsani, rajaban di bulan Rajab. Semua itu ajaran Islam yang kuat hujjahnya yang dikemas dengan budaya ala Nusantara, khusus Jawa.
Begitu membuminya Islam di kita sehingga sebagian para penceramah belakangan yang baru pulang belajar menduganya bid’ah atau yang lebih ekstrim tradisi sesat. Mudah dari mereka mengatakan bahwa dalil haditsnya tidak shahih. Karena itu dilabeli sebagai ajaran yang tidak berdasarkan dalil-dalil agama yang kuat. Padahal para ulama terdahulu yang jauh kapasitas kealimannya dari pendakwah sekarang ibarat langit dan bumi, kita sebut tong kosong nyaring bunyinya.
Nishfu Sya’ban dan pemaknaan masing-masing bulan itu telah dielaborasi oleh ulama kita terdahulu dengan cara mendekatkan ke jiwanya umat, dan tidak menyampaikan dalil terlebih dulu, karena yang utama umat tahu fadilah ( keutamaan ) dari bulan-bulan tersebut yang mengandung ibadah, dan itu sudah diajarkan oleh Rosulillah S.a.w. Sikap ulama kita dulu itu karena pemahaman umat yang awam tidak harus dikenalkan dalilnya, yang penting ajarannya dulu, kecuali bagi para santri tentu kiai kita menjelaskan dalil-dalilnya. Jadi ulama kita dulu cerdas melihat kondisi riil umatnya.
Dalam tulisan ini titik fokusnya pada pemaknaan Nishfu Sya’ban yang oleh masyarakat kita disebut rowahan. Membaca kitab ” Risalatu al-kasyfi wa al-bayani ‘an fadloili lailati al-nishfi min Sya’bana ” karya Syaikh Salim al-Sanhuri al-Maliki ini setidaknya ada pencerahan soal apa yang kita lakukan di separo bulannya para malaikat ini.
Terdapat riwayat dari Atho bin Yasar radiallahu ‘anhu, bahwa.
إذا كانت ليلة النصف من شعبان نسخ ملك الموت عليه الصلاة والسلام كل من يموت من شعبان إلى شعبان
Artinya: apabila datang malam setengah dari bulan Sya’ban maka malaikat maut ( pencabut nyawa ) mengganti ( merubah ) setiap orang yang mau mati dari Sya’ban ke Sya’ban berikutnya.
Kita ketengahkan pula riwayat Sayyidah Aisyah binti Sayyidina Abi Bakar al-Shiddiq, ini jelas sahih.
وروي عن عائشة رضي الله عنها قالت : كان رسول الله صلى عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر و يفطر حتى نقول لا يصوم و كان أكثر صيامه من شعبان فقلت يا رسول الله اراك أكثر صيامك في شعبان قال : يا عائشة إنه شهر ينسخ فيه لملك الموت من يقبض وانا احب ان لا ينسخ اسمي الا و انا صائم.
Artinya: Diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah radiallahu’anha berkata, bahwa Rasulullah tengah berpuasa dan aku katakan tidak berbuka kemudian berbuka sehingga aku berkata Rosulullah tidak sedang berpuasa, dan beliau banyak puasanya di bulan Sya’ban, maka aku berkata ya Rasulullah aku lihat engkau banyak berpuasa di bulan Sya’ban, Rosulullah menjawab ya Aisyah sesungguhnya bulan Sya’ban adalah bulan yang bagi malaikat maut merubah ajal orang yang dalam genggamannya, dan aku menyukai namaku tidak dirubah kecuali aku berpuasa.
Tentu hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah binti Sayyidina Abi Bakar al-Shiddiq ini sudah termasuk shahih, karena banyak termaktub dalam kitab Shahih al-Bukhori. Karena itu kita mendasarkan puasa di Nishfu Sya’ban tersebut berdasarkan hadits riwayat Aisyah ini, dan itu jadi hujjah kuat untuk kita melaksanakan puasa di separo bulan Sya’ban.
Dalam kitab ‘Unwanu al-Majalisi, Syaikh Habib Abu Abdullah Thohir bin Muhammad bin Ahmad al-Haddadi telah mengatakan bahwa Nishfu Sya’ban itu disebut lebarannya para malaikat, beliau menjelaskan begini.
إن للملائكة في السماء ليلتى عيد كما أن المسلمين يعني من البشر يومى عيد فعيد الملائكة ليلة البراءة يعني ليلة النصف من شعبان
Artinya: Sesungguhnya bagi malaikat di langit terdapat malam yang dirayakan ( ‘id ) seperti halnya kaum muslimin dari rasa senang disebut hari raya, maka hari rayanya malaikat itu adalah malam Lailatul baro’ah yakni malam nisfhu ( separo ) Sya’ban.
Berpijak dari keterangan di atas untuk memperbanyak amal ibadah kita, baiknya kita mengamalkan apa-apa yang sudah diajarkan oleh Rosulillah S.a.w tanpa perlu ragu lagi. Terutama anjuran untuk sholat tasybih di malam Nishfu Sya’ban seperti halnya sholat tasybih dilakukan setelah sholat Jum’at.
Kita Muslim Nusantara sebaiknya melakukan ibadah dan keutamaan-keutamaannya di setiap keutamaan bulan yang ditentukan tidak perlu ragu, atau diragukan. Karena semua sudah diajarkan oleh Rasulullah, kemudian para kiai, ulama kita mengerjakan apa yang diajarkan Rosulillah tersebut, dan sama sekali itu tidak keluar dari sanadnya.
KHM. Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten, Sekretaris komisi Haub MUI Banten, dan Sekretaris Tsani Idaroh wustho Jam’iyah Ahlith Thoriqah Mu’tabaroh An-Nahdliyah Jatman Banten.