Jakarta, Liputan9.id – Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta pemerintah Indonesia melarang penyebaran paham Wahabi Salafi Takfiri. PBNU menjelaskan penganut paham Wahabi Takfiri sering mengkafirkan sesama muslim jika berbeda pendapat keagamaan.
“Yang dimaksud adalah paham Salafi Takfiri, yang mengkafirkan sesama muslim karena beda pendapat keagamaan sebagaimana yang diyakini oleh penganut aliran garis keras ISIS. Namun tidak semua Wahabi Takfiri terafiliasi aliran ngaris keras, hanya sebagian saja,” kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), saat dihubungi, Minggu (30/10/2022).
Dia mengatakan paham Wahabi Takfiri merupakan paham intoleran, misalnya yang mengharamkan tradisi seperti ziarah kubur. Padahal, menurutnya, masyarakat diimbau untuk saling menghormati serta dilarang saling meyalahkan apalagi mengkafirkan agar tidak terjadi perpecahan.
“Yang sering menyebar paham intoleran, suka mengharamkan amaliah masyarakat tradisional seperti ziarah kubur, tahillan, maulid dan lain-lain. Pihaknya selalu mengklaim diri paling benar, bahkan menjadi hakim kebenaran bagi orang lain. (Wahabi Takfiri harus dibubarkan: Red) agar masyarakat hidup rukun, saling menghargai dan menghormati tidak merendahkan satu sama lain,” kata Gus Fahrur.
Namun Gus Fahrur mengaku kurang paham soal penyebab mengapa acara Hijrah Fest diusulkan pelarangan oleh Lembaga Dakwah PBNU. Namun, dia menjelaskan, PBNU pada prinsipnya ingin ada dakwah Islam yang moderat dan toleran tanpa kekerasan.
“Soal hijrah fest saya kurang paham, apa penyebabnya. Yang jelas kita ingin melakukan dakwah Islam wasathiyah, moderat dan toleran tanpa kekerasan dan menegakkan NKRI, seperti yang telah dilakukan oleh NU dan Muhammadiyah selama ini,” katanya.
Gus Fahrur mengatakan ormas Islam yang ada di Indonesia seperti PBNU dan Muhammadiyah bersepakat dakwah ahlussunnah waljamaah yang moderat, saling menghargai dan menghormati satu sama lain meskipun beda pandangan keagamaan dalam beberapa hal. Selain itu, ormas Islam yang ada di Indonesia juga disebut menerima bentuk negara NKRI adalah final. Namun hanya sebagian kecil aliran baru Wahabi Takfiri yang masuk Indonesia yang intoleran.
“Hanya sebagian kecil saja aliran baru Wahabi Takfiri yang masuk ke Indonesia yang cenderung radikal dan intoleran atau menginginkan bentuk negara khilafah. Ini yang harus dicegah, agar tidak menjadi bibit radikalisme agama atau ajaran kebencian,” ungkapnya.
“Intinya kita akan merangkul dan bekerjasama dengan semua aliran moderat dalam bernegara dan beragama,” tambahnya.
Sebelumnya, Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta pemerintah Indonesia melarang penyebaran paham Wahabi. Selain itu, LD PBNU minta gelaran event HijrahFest atau HijabFest dilarang.
Rekomendasi ini disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IX LD PBNU pada 25-27 Oktober 2022 di UPT Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Rakernas ini menghasilkan sejumlah rekomendasi internal dan eksternal NU. Salah satu poin rekomendasinya adalah melarang penyebaran paham Wahabi.
“Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah (dalam hal ini Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag) untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah, baik melalui majelis taklim, forum kajian, media online, maupun media sosial (dalam bentuk tulisan, audio, maupun visual),” bunyi rekomendasi itu seperti dikutip detikcom dari laman LD PBNU, Jumat (28/10).
Selain itu, LD PBNU merekomendasikan pemerintah Indonesia agar melarang penyelenggaraan event yang menolak NKRI dan Pancasila. Beberapa di antaranya event milenial HijrahFest atau HijabFest.
“Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk mewaspadai dan tidak memberikan izin penyelenggaraan kegiatan/event yang bertujuan untuk menolak NKRI dan Pancasila yang dibalut dengan penyelenggaraan kegiatan festival keagamaan ala milenial yang menarik minat generasi muda, seperti Hijrah Fest atau HijabFest,” lanjutnya.
Rekomendasi ini karena paham Wahabi dinilai kerap melontarkan tudingan bid’ah dan pengkafiran. “Bahwa pada masyarakat muslim akar rumput kerap terjadi perdebatan, tudingan bid’ah, bahkan pengkafiran atas tradisi keagamaan yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam oleh kelompok Islam yang mengikuti paham Wahabiyah,” ujarnya.
“Intinya kita akan merangkul dan bekerjasama dengan semua aliran moderat dalam bernegara dan beragama,” imbuhnya. (Sumber: Harakatuna.com)