Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tidak akan mengakui Banom yang berbadan hukum. Bagi PBNU, hanya ada satu payung hukum (perkumpulan) di Kementerian Hukum dan HAM RI, yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Jadi, seluruh Banom (badan otonom) berada di bawah payung hukum NU.
Wakil Ketua Umum PBNU, KH Amin Said Husni, kepada media memberikan penjelasan mengenai kedudukan Perkumpulan Ahlith Thoriqoh Al Mutabarah An Nahdliyyah yang berbadan hukum sendiri. Itu bukan jamiyyah di bawah NU. Lebih tepat disingkat PATMAN (Perkumpulan Ahlith Thoriqoh Al Mutabarah An Nahdliyyah). Bukan JATMAN yang berada di bawah NU.
Dilansir dari Liputan9news sebelumnya, PATMAN didaftarkan menjadi badan hukum dan mendapatkan SK dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tahun 2019. Di dalam SK itu, terlampir Susunan Organ Perkumpulan yang menempatkan Muhammad Luthfi Ali (Habib Luthfi) sebagai Ketua Umum PATMAN, Mashudi sebagai Sekretaris Umum, dan Bambang Irianto sebagai Bendahara Umum.
Menurut Kiai Amin Said PATMAN berbeda dengan (JATMAN. Karena PBNU tidak akan mengakui Banom yang berbadan hukum. Ia menegaskan PATMAN dan JATMAN merupakan dua entitas organisasi yang berbeda.
JATMAN merupakan organisasi badan otonom NU, sedangkan PATMAN sama sekali tak ada kaitannya dengan Perkumpulan NU.
“Yang satu itu adalah Jam’iyyah Ahlu Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah yang merupakan badan otonom NU, dan yang kedua Perkumpulan Ahlith Thariqah Al Mutabarah An Nahdliyah yang didirikan Habib Luthfi. Perkumpulan ini sudah berdiri sejak 2019. Tapi PBNU baru tahu dokumennya beberapa hari belakangan ini,” kata Kiai Amin Said.
Lebih lanjt, Kiai Amin Said menyampaikan, memang dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD PRT) JATMAN, disebutkan sebagai badan otonom NU. Sementara di dalam Anggaran Dasar Perkumpulan Ahlith Thariqah yang didirikan Habib Luthfi dengan akta notaris itu sama sekali tidak menyebut NU.
“Jadi, (PATMAN) nggak ada kaitannya sama sekali dengan NU. Itu artinya ini merupakan dua organisasi yang berbeda. Yang satu adalah badan otonom NU, yang satu adalah badan hukum tersendiri,” imbuhnya.
Kiai Amin Said juga menjelaskan soal Anggaran Dasar NU Pasal 13, bahwa, organisasi badan otonom merupakan bagian tak terpisahkan dari Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
“Jadi, Perkumpulan Nahdlatul Ulama ini di dalamnya ada struktur NU, badan otonom, ada lembaga-lembaga, itu berada dalam satu Perkumpulan. Nah ketika ada badan hukum baru, itu artinya dia sudah bukan lagi bagian atau menjadi satu kesatuan dari Perkumpulan Nahdlatul Ulama itu,” tegasnya.
“Jadi bunyinya (memang) bukan dilarang. Ya masak harus dibunyikan, dilarang mendirikan badan hukum sendiri, kan nggak gitu. Tetapi ini kita memahami dari kesatuan secara utuh konstruksi AD ART NU,” jelas Amin Said.
Menurutnya, ketika Habib Luthfi dan Kiai Mashudi mendaftarkan pendirian PATMAN ke notaris dan kemudian mendapatkan pengesahan dari Kemenkumham, itu berarti mereka mendirikan organisasi baru dalam bentuk Perkumpulan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan NU.
“Karena di anggaran (PATMAN) sama sekali tidak menyebut-menyebut NU, sekalipun orang-orangnya sama, tetapi kan bukan soal orangnya, tapi soal organisasinya. Orangnya sama, tapi tidak berarti kemudian organisasi itu satu,” pungkas dia.
Sementara, beredar penjelasan Idarah Aliyah JATMAN, sebagaimana yang sampai di redaksi duta.co. Penjelasan tersebut dikeluarkan Idarah Aliyah JATMAN, tertanggal 25 November 2024. Dokumen ini ditandatangani Wakil Rois ‘Am JATMAN KH Ali Mas’adi, Wakil Plt Katib ‘Am JATMAN KH M Munawir Tanwir, Wakil Mudir ‘Am JATMAN KH Ali Ridho Hasyim, dan Sekretaris Jenderal JATMAN KH Mashudi.
Di dalam dokumen ini, terdapat empat poin penjelasan. Pertama, soal keberadaan badan hukum JATMAN yang dinilai tidak melanggar AD ART Perkumpulan NU karena memang tidak ada larangan. Dibentuknya badan hukum karena alasan agar Idarah Wustha dan Idarah Syubiyah menjadi lebih mudah mengamankan harta kekayaan JATMAN agar tidak disalahgunakan.
“Apalagi pembentukan badan hukum ini pun dilatarbelakangi oleh permintaan para muhibin dan muridin JATMAN,” demikian penjelasan itu.
Menurut penjelasan tersebut, Badan otonom di lingkungan PBNU dapat memiliki badan hukum sendiri, namun hal ini harus sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan Peraturan Perkumpulan PBNU serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Masih soal aturan. Menurut penjelasan itu, tidak ada satu pun aturan dalam PBNU yang melarang badan otonomnya memiliki akta badan hukum dari Kemenkumham cq Dirjen AHU. Dalam struktur organisasi NU, badan otonom (Banom) adalah organisasi yang berada di bawah PBNU yang melaksanakan program NU sesuai dengan batas usia, kelompok masyarakat, profesi dan/atau kekhususan lainnya, seperti GP Ansor, IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), Muslimat NU, Fatayat NU, Jatman dan lain-lain.
“Badan otonom ini biasanya didirikan untuk mengelola kegiatan yang lebih spesifik dan terfokus sesuai dengan karakteristik kelompok yang menjadi anggotanya,” tuliasnya dalam penjelasan bernomor Al.022/0-SU/XI/2024, bersifat Sangat Penting, tentang Hasil Kajian Lajnah Advokasi dan Bantuan Hukum Idaroh Aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah dalam Rangka Menjawab dan Merespon Persoalan Idaroh Aliyyah JATMAN.
Kedua, tentang Pembubaran dan Pembekuan Idarah Aliyah Jatman. Dalam penjelasan itu, mereka mempertanyakan bisakah PBNU membubarkan Jatman karena memiliki SK Badan hukum yang karenanya dianggap telah keluar dari organ PBNU?
“Sebagaimana Pasal 4 ayat (1) Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Perangkat Perkumpulan yang menentukan bahwa PBNU dapat mengusulkan pembentukan dan pembubaran badan otonom melalui ketetapan hasil konferensi besar dan dikukuhkan dalam muktamar. Jadi tidak bisa dengan cara lain selain melalui forum tersebut,” tegasnya.
Ketiga, tentang Pembentukan Kereteker Idarah Aliyah Jatman PBNU juga tidak memiliki kewenangan untuk membentuk karateker kepengurusan Badan otonom, karena pada Bab V Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Tatacara Pengesahan dan Pembekuan Kepengurusan, PBNU dalam kondisi tertentu hanya dapat membentuk caretaker kepada organ dibawahnya, yakni PWNU, PCNU dan PCINU.
“Sehingga dalam hal ini PBNU juga tidak bisa mengambil alih kepengurusan Idarah Aliyah Jatman dengan membentuk Karateker. Oleh karena itu jika ada pihak yang merasa Idarah Aliyah Jatman tidak berjalan sesuai AD/ART maka dapat ditempuh melalui musyawarah yang rutin dilakukan oleh pengurus Idaraha Aliyah Jatman, atau kalaupun tidak puas maka bisa menempuh Muktamar,” tulisnya.
Keempat, siapa Pihak yang Berhak Menyelenggarakan Muktamar Idarah Aliyah Jatman? Menurut Anggararan Rumah Tangga NU pada Bab XXIII Pasal 89 menentukan bahwa permusyawaratan Badan Otonom diatur sendiri dan dimuat dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Badan Otonom yang bersangkutan.
“Dari berbagai peraturan di atas, baik peraturan PBNU dan peraturan Idarah Aliyah Jatman maka hanya pihak Idarah Aliyah Jatman yang bisa menyelenggarakan Muktamar. Tidak ada pihak manapun yang berhak menyelenggarakan muktamar Jatman selain Idarah Aliyah Jatman yang sekarang masih dipegang oleh Maulana Al- Habib Muhammad Luthfy bin Yahya sebagai Rais Am dan seluruh jajaran Pengurus Idaroh Aliyyah,” terangnya.
Semoga perbedaan pemahaman ini cepat memperoleh jalan keluar. “Kita berdoa semoga ada jalan keluar terbaik. Ikhtiar PBNU menata organisasi, patut kita apresiasi. Begitu juga upaya JATMAN selama ini, menjadi penting untuk kondusifitas atau kelangsungan jamiyah kita,” tegas H Mukhlas Syarkun, Ketua Umum Jamaah Dzikir Nurul Wathan Al-Hambalangi dikutip dari duta.co Kamis (19/12/24). (MFA)