Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Memasuki abad sains dan teknologi, kita menyaksikan segala macam kemajuan dalam berbagai aspeknya. Dunia yang luas dirasa begitu sempit dan transparan. Segala kegiatan yang terjadi di suatu daerah dengan cepat sekali dapat diketahui di berbagai tempat lain. Kemajuan seperti ini sering disebut dengan era globalisasi. Perkembangan ekonomi negara-negara maju sangat pesat yang diikuti oleh negara-negara berkembang. Kemajuan ekonomi yang serba cepat itu menimbulkan dampat positif bagi hidup dan kehidupan manusia.
Namun demikian, dampak negatifnya juga tidak sedikit. Negara-negara berkembang belum memiliki persiapan yang matang untuk menghadapi perkembangan yang serba cepat itu, sehingga sering menimbulkan berbagai goncangan dan kekacauan. Menghadapi kenyataan ini, maka peran pendidikan dan pengajaran menjadi sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan umat dan pembentukan generasi yang unggul. Dengan demikian, generasi penerus kita akan menjadi kebanggaan bagi bangsanya sendiri yang dikagumi bangsa-bangsa lain.
Manusia yang hidup di negara berkembang, mudah terpengaruh dan terpukau oleh kemewahan duniawi, sehingga mengarah pada sifat konsumtif dan melenturnya solidaritas terhadap sesama. Mental kagetan yang menandai kehidupan masyarakat dunia, berkembang sering mengarah pada sikap berlebihan, baik dalam memamerkan kekayaan ataupun perubahan perilaku. Sikap kebersamaan, keluhuran moral, dan kesederhanaan sedikit demi sedikit mengalami erosi. Identitas yang luhur itu lama kelamaan terkikis habis dari kehidupan masyarakat.
Sebagai bangsa yang besar, yang memiliki falsafah hidup yang tinggi dan berkepribadian, tidak selayaknya terjerembab oleh kebiasaan yang buruk itu. Pada hakikatnya, kekayaan itu tidak semata-mata terletak pada harta dan kekayaan lahiriah. Yang teramat penting adalah memiliki kekayaan batin. Nabi bersabda:
ﻟَﻴْﺲَ اﻟﻐﻨﻰ ﻋَﻦْ ﻛَﺜْﺮَﺓِ اﻟﻌَﺮَﺽِ، ﻭَﻟَﻜِﻦَّ اﻟﻐِﻨَﻰ ﻏِﻨَﻰ اﻟﻨَّﻔْﺲِ
Hakikat kaya bukan dari banyaknya harta, namun kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan jiwa .” (HR Bukhari, 6446, Muslim, 1051).
Sebagai umat bergama, kita harus membekali diri dengan persiapan yang cukup untuk mengantisipasi berbagai perkembangan zaman. Kemajuan atau keruntuhan di bidang ekonomi, kemajuan sains dan teknologi, dan berbagai perubahan yang terjadi harus diantisipasi dengan baik. Manusia beragama dibentuk untuk tidak bermental kagetan, suka berbangga diri secara berlebihan, berpola hidup konsumtif, serta tidak dapat mengendalikan diri. Manusia beriman dibentuk agar bersikap dewasa dalam menghadapi perkembangan dan perubahan di sekelilingnya. Ia senantiasa merasa cukup dengan karunia dan rizki yang diperolehnya setelah berusaha secara maksimal.
Kebahagiaan seseorang tidaklah terletak pada kekayaan atau limpahan materi dan fasilitas yang serba modern. Akan tetapi, terletak pada rasa syukurnya dan merasa cukup terhadap apa yang dimilikinya. Nabi bersabda:
طُوبَى لِمنْ هُدِيَ للإسلامِ ، وكانَ عيشُه كَفَافًا وقَنَعَ
Berbahagialah bagi orang yang mendapat petunjuk agama Islam, dan rizkinya cukup dan ia merasa cukup dengan apa yang ada. (HR. Tirmidzi, 2349).
Dalam hadis lain disebutkan:
قَدْ أَفْلَحَ مَن أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بما آتَاهُ.
Sungguh telah beruntung bagi orang muslim dengan rizki yang cukup, serta Allah memberikan rasa puas terhadap apa yang Dia anugerahkan kepadanya. (HR. Muslim, 1054).
Insan muslim yang memahami ajaran agamanya akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencukupi kehidupannya dan mensyukuri apa yang diperolehnya. Ia terus memacu diri untuk mengejar kemajuan-kemajuan, serta memiliki harga diri yang tinggi. Dengan harga diri itu, ia tidak akan menyandarkan kehidupannya pada orang lain dan pantang meminta-minta atau mencari belas kasihan orang lain.
Ajaran Islam mencela keras dan bahkan memerangi orang yang suka meminta-minta. Nabi menjelaskan:
مَن سَأَلَ النَّاسَ أمْوالَهُمْ تَكَثُّرًا، فإنَّما يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ، أوْ لِيَسْتَكْثِرْ
Barang siapa yang meminta-minta pada seseorang untuk memperbanyak hartanya, maka seseungguhnya ia meminta bara api. Maka terserah kepadanya apakah ia memperbanyak bara api itu atau menghilangkannya. (HR. Muslim, 1041).
Setiap orang muslim yang mengkuti ajaran agamanya dengan baik, pasti akan menjadi manusia yang berkualitas dan memiliki keunggulan dalam berbagai hal. Ia memacu dirinya untuk meraih kesuksesan demi kesuksesan dan menghindari berbagai macam kegagalan dan keterbelakangan.
Dr. KH. Zakky Mubarok Syakrakh, MA., Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) dan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)