Jakarta, LIPUTAN9.ID – Semua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pemilu 2024. Terahir mendaftarkan diri pada, Rabu (25/10/23) Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sebelumnya sudah duluan mendaftar Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Melihat hal tersebut dan menyikapi dinamika perpolitikan hari ini khususnya tiga pasang bacawapres yang sudah mendaftar ke KPU, SAS Institute menyambut gembira.
“Kami mengucapkan selamat semoga ketiga kontestan tersebut dapat bersaing secara sehat, mengedepankan etika luhur ketimuran, dan menjunjung akhlaqul karimah, dengan tanpa ada provokasi dan merendahkan calon satu dengan lainnya,” tulis SAS Institue dalam rilisnya.
Menurut Direktur Ekskutif SAS Intitute Dr. KH. Sa’dullah Affandy, mengatakan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA., selaku ketua pembina dan Guru Bangsa sangat mendukung dan mendokan ketiga kontestan baik pasangan AMIN, GAMA atau Prabowo-Gibran yang akan berlaga di pilpres nanti. Semuanya adalah kader terbaik bangsa.
“Semoga hajatan lima tahunan bangsa ini akan berjalan dengan lancar, tanpa ada gesekan antar calon maupun antar pedukungnya. Semoga Capres dan Cawapres yang terpilih nanti dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemaslahatan bangsa dan mengimplementasikan secara sungguh-sungguh atas sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang hingga hari ini terutama masyarakat pondok pesantren belum mendapatkan afirmasi pembiayaan pendidikan yang setara dengan layanan pendidikan lainnya. Masyarakat Pesantren (NU) hanya menjadi perebutan elektoral semata disaat kampanye, tapi dilupakan bahkan tanpa dilirik sedikitpun kesejahteraanya ketika mereka sudah duduk di kursi Ekskutif atau Legislatif, hanya beberapa fraksi yang berlatar santri,” ujarnya.
Selanjutnya, Terkait program dari salah satu Capres/Cawapres tentang Dana Abadi Pesantren, kami menilai program itu bukanlah program baru sama sekali. Dana Abadi Pesantren secara regulatif telah diamanahkan melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019. Dalam Pasal 49 ayat (1) dinyatakan “Pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi Pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi Pendidikan”. Ayat (2) berbunyi: “Ketentuan mengenai dana abadi Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.”
Menurutnya, meskipun telah lahir Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2021 Tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren sebagai turunan dari Undang-Undang tersebut, hingga kini pendanaan untuk pondok pesantren itu secara faktual masih menunjukkan ketimpangan yang luar biasa. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari 2 (dua) data berikut.
“Pertama, dalam APBN Tahun 2023, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk fungsi pendidikan sebesar 608,3 Triliyun. Namun, pembiayaan untuk pesantren yang dikelola oleh Kementerian Agama RI hanya 1,02 triliyun saja. Ini artinya, pembiayaan pesantren tidak lebih dari 0,167 % dari total anggaran fungsi pendidikan. Kedua, pembiayaan tahun 2023 melalui Dana Abadi Pendidikan yang dikelola oleh LPDP Kementerian Keuangan sebesar 134,1 Triliyun. Namun, alokasi yang diberikan untuk pondok pesantren hanya 250 Miliar atau sekitar 0,186% saja,” paparnya.
Lebih Jauh Dr. Sa’dullah menyampaikan, melihat kedua sumber data di atas, alokasi anggaran baik melalui APBN maupun Dana Abadi Pendidikan untuk pondok pesantren sama sekali tidak menyentuh angka 1% pun, tepatnya pondok pesantren hanya mendapatkan alokasi 0,167 % dari seluruh alokasi fungsi pendidikan dan 0,186% dari Dana Abadi Pendidikan.
“Hal ini sungguh-sungguh sangat disayangkan. Meskipun telah lahir Hari Santri di tahun 2015, sudah ada Undang- Undang Pesantren di tahun 2018, namun Pemerintah belum hadir memberikan perhatian serius secara finansial untuk pondok pesantren,” jelasnya.
Untuk hal ini, dalam momentum Pilpres 2024, SAS Institute menyerukan agar seluruh komponen pondok pesantren harus mampu menjadi daya tawar terutama bagi Capres/Cawapres dan Caleg (calon legislatif). Pastikan, siapapun Capres/Cawapres dan Caleg harus mampu menjanjikan dan menjamin akan kehadiran anggaran untuk pondok pesantren secara berkeadilan, yang secara teknis sebagai berikut.
“Pertama, pondok pesantren harus mendapatkan alokasi pembiayaan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah minimal 10% dari seluruh fungsi pendidikan, baik melalui APBN maupun APBD. Pemerintah Daerah, baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota, wajib memberikan bantuan untuk pondok pesantren, bukan hanya melalui hibah atau bantuan sosial, tetapi juga melalui Dana Alokasi Khusus secara permanen,” harapnya.
“Kedua, sebagai implementasi amanah Undang-Undang Pesantren, Dana Abadi Pendidikan yang dikelola oleh LPDP Kementerian Keuangan wajib dialokasikan untuk pondok pesantren sekurang-kurangnya 20%,”lanjutnya.
“Ketiga, SAS Institute mendesak adanya Biaya Operasional Pesantren (BOP) agar pesantren tidak selalu mengharapkan dari sumbangan masyarakat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Untuk kepastian ini, sekurang-kurangnya diwujudkan dalam Keputusan Presiden (Keppres). Hal ini untuk mengatur agar Kementerian/Lembaga terkait seperti Kemenko PMK, Kemenkeu, Bappenas, Kemendikbud, Kemendagri dan Kementerian/Lembaga lainnya tunduk terhadap Keppres tersebut,” imbuhnya.
Terahir SAS Intitute berharap dalam rangka untuk menunjukkan keseriusan dalam pengelolaan pesantren oleh Pemerintah, wajib ditetapkan struktur birokrasi unit eselon 1 (satu) di Kementerian Agama dalam waktu secepatnya,” urainya dalam rilis media, Jum’at (27/10/23). (Ai)