• Latest
  • Trending
  • All
  • Politik
Sastra Wayang Romo Mangun

Sastra Wayang Romo Mangun

February 19, 2024
PNIB

Refleksi Hari Santri dan Sumpah Pemuda, PNIB: Bahaya Medsos dan Game Online sebagai Alat Propaganda 

October 28, 2025
Pagar Nusa

Pagar Nusa Apresiasi Polri atas Kinerja Berantas Narkoba

October 28, 2025
Wali Kekasih Allah

Ciri Wali (Kekasih) Allah: Tidak ada Rasa Takut dan Larut dalam Kesedihan

October 28, 2025
Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

Kemendikbud Siapkan 150 Ribu Beasiswa untuk Guru yang Belum S1/D4

October 27, 2025
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti

Program Wajib Belajar 13 Tahun pada 2026, PIP untuk TK dan Insentif Guru Dinaikkan

October 27, 2025
MUI

MUI Sentil Tampilnya Biduan dalam Peresmian Masjid di Jawa Tengah

October 27, 2025
Peringati Hari Santri 2025, PWNU DKI Jakarta Ajak Perkuat Nilai-nilai Kejujuran

Peringati Hari Santri 2025, PWNU DKI Jakarta Ajak Perkuat Nilai-nilai Kejujuran

October 27, 2025
Ratusan Juta Uang Rakyat Diduga Disalahgunakan: Proyek Drainase U-Ditch di Sukajaya Asal Jadi, Jalan Licin Membahayakan Warga

Ratusan Juta Uang Rakyat Diduga Disalahgunakan: Proyek Drainase U-Ditch di Sukajaya Asal Jadi, Jalan Licin Membahayakan Warga

October 27, 2025
Melda Safitri

The Ultimate Life Perspektif Islam 

October 26, 2025
BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

BEM PTNU SE-NUSANTARA Menggelar Aksi Lanjutan, Geruduk Kantor Trans7

October 26, 2025
  • Iklan
  • Kontak
  • Legalitas
  • Media Sembilan Nusantara
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Tentang
Tuesday, October 28, 2025
  • Login
Liputan9 Sembilan
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
Liputan9 Sembilan
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Sastra Wayang Romo Mangun

Oleh: Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya by Sulaiman Djaya
February 19, 2024
in Uncategorized
A A
0
Sastra Wayang Romo Mangun

Romo Mangunwijaya (Foto: Kagama.co)

502
SHARES
1.4k
VIEWS

LIPUTAN9.ID – Sebagai seorang penulis, arsitek, budayawan, sekaligus rohaniwan, YB Mangunwijaya merupakan sosok penulis yang prolifik sekaligus figur inter-(multi) disipliner. Secara pribadi, Romo Mangun adalah salah-satu penulis Indonesia yang merupakan tempat saya belajar (membaca), tentu saja melalui tulisan-tulisannya yang humoris sekaligus parodis dan satiris itu. Tentu ada beberapa alasan kenapa saya belajar darinya. Contohnya, saya justru menemukan spirit Islam saya melalui sikap dan tulisannya yang mempraksiskan agama dan spirit religius keteladanan.

Romo Mangun, demikian akrab disebut dan disapa, menjadikan praksis agama sebagai rahmat bagi mereka yang hidup, membela mereka yang lemah dan tertindas. Sebuah spirit dan praksis religius yang juga tentu saja saya dapatkan pada diri Rasulullah, Imam Ali bin Abi Thalib as, dan Imam Husain as, yang dalam bahasa kerennya adalah agama yang membebaskan dan mencerahkan, yang kalau dalam bahasa para mahasiswa/i” disebut “theology of liberation” alias teologi pembebasan atau yang dalam bahasa Romo Mangun sendiri disebut “teologi pemerdekaan”.

Dalam tulisan-tulisan dan sikap Romo Mangun, saya menemukan dan mendapatkan kesepadanan nilai dan spirit apa yang dikatakan Imam Ali, “Barangsiapa yang diam di hadapan penindasan dan kezaliman, maka sama saja bekerjasama dengan penindasan dan kezaliman”, yang edisi lengkapnya dapat kita baca dalam Nahjul Balaghah. Dan juga perkataan Imam Ali lainnya, “Jadikanlah dirimu sebagai timbangan dalam hubunganmu dengan orang lain, dan cintailah orang lain itu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri”.

BeritaTerkait:

Sastra di Banten

Sains, Imajinasi, Sastra

Sastra dan Islam?

Kenapa Menulis Penting?

Akan tetapi, mengingat banyak dan beragamnya minat dan konsen tulisan-tulisan dan karya-karya Romo Mangun, tulisan ini tak hendak mengeksplorasi atau mengkespose spirit dan praksis religius Romo Mangun secara khusus, namun lebih pada upaya untuk mencoba menziarahi visi dan ideologi estetik Romo Mangun sebagai penulis dan sastrawan, meski spirit dan praksis religius dan minat lain Romo Mangun lainnya dalam tulisan ini pada akhirnya akan terbicarakan juga dengan sendirinya sebagai pelengkap dan cermin pinjaman untuk meneropong “dunia” tulisan-tulisan Romo Mangun.

Tak lain karena spirit dan praksis religius Romo Mangun itu sendiri merupakan kosmos dan wawasannya yang akan membentuknya sebagai seorang penulis dan pemikir kebudayaan, juga erudisinya dalam isu-isu yang lain.

Sebagaimana ia ungkapkan dalam salah-satu esainya berjudul“Novel Saya dan Lakon Wayang” (Jurnal Kalam Edisi 9 Tahun 1997, hal. 54-58) itu, Romo Mangun secara gamblang menegaskan visi dan posisi estetiknya yang yang berusaha menjembatani dan melampaui dua ideologi besar yang populer dalam sastra Indonesia: Lekra dan Manikebu, meski ia tak menyebut dua ideologi estetik itu secara eksplisit. Dalam esainya itu Romo Mangun menegaskan diri bahwa ikhtiarnya dalam menulis prosa tidak ingin jatuh pada gagrak “sastra pop” namun pada saat yang sama berusaha menjadikan realitas kehidupan keseharian, terutama dunia dan kehidupan wong cilik, sebagai bahan dan materi tulisan prosa-prosanya, bahkan juga esai-esainya.

Visi dan pilihannya itu, seperti telah disebutkan, tak terlepas dari spirit religius Romo Mangun sendiri, terlebih posisinya sebagai seorang imam diosesan Katolik, yang berusaha “membumikan” ajaran dan nilai-nilai keagamaan dalam praktek emansipatif, pencerahan, dan pembebasan masyarakat, yang dalam istilah theology of liberation lazim disebut sebagai teologi yang berpihak kepada mereka yang tertindas dan terpinggirkan.

Sastra dan Wayang

Dalam esai berjudul Novel Saya dan Wayang yang menerang-jelaskan ihwal visi estetik dan proses kreatifnya, Romo Mangun berusaha mengkomunikasikan spirit, visi, dan bentuk prosa-prosanya yang banyak mengambil khazanah dan wawasan dari wayang. Sebagai seorang yang lahir, hidup, dan akrab dengan kebudayaan Jawa, Romo Mangun adalah penulis yang berhasil, minimal dalam beberapa novel-nya semisal Burung-burung Manyar, menuliskan dan menarasikan relevansi dan universalisme nilai-nilai humanistik kebudayaan lokal bangsa sendiri.

Ia sendiri dengan terus-terang menyatakan dalam esainya tersebut bahwa lakon dan tokoh prosa-prosanya tak lain “nasion Indonesia” dengan jalan menggambarkan dan menarasikan wong cilik, meski dalam kritik dan ulasan B. Rahmanto (Y.B. Mangunwijaya: Dunia dan Karyanya, Grasindo 2001, hal. 87) wong cilik atau masyarakat bawahnya novel-novelnya Romo Mangun bukanlah para tokoh utama, tetapi lebih merupakan tokoh-tokoh tambahan. Tetapi menurut saya hal itu tidak berlaku bagi sejumlah cerita pendek yang ditulisnya yang memang menjadikan orang-orang kelas bawah, seperti pengamen, pelacur, gembel, badut, gelandangan dan lainnya di kelas yang sama, sebagai tokoh-tokoh utama sejumlah cerpennya, seperti dalam buku kumpulan cerpennya yang berjudulRumah Bambu (KPG, Mei 2006).

Bila dilihat dari segi visi estetik, pilihannya pada wayang sebagai khazanah dan wawasan kosmologis prosa-prosanya, sebagaimana ia nyatakan langsung dengan lantang dan blak-blakkan, lebih karena menginginkan prosa-prosanya sebagai sastra adilihung, seni yang berpamor:

“Kita tahu bahwa dalam penghayatan pertunjukkan wayang kulit cara melihat siluet-siluet serba asbtrak itu diharapkan terasa pemaknaannya yang lebih dalam daripada bila orang melihat boneka-boneka wayang secara konkret wadak. Berkat pencahayaan blencong boneka wayang yang terbuat dari kulit dihadirkan sebagai bayangan, dengan kata lain bebas dari kewadakannya, alias dirohanikan. Bukan wujud, bentuk, warna dan cerita wadaknya yang punya arti dan dicari, akan tetapi pemaknaan serta pelambangannya. Itulah mengapa lakon yang dipilihnya pun tidak sembarangan. Selalu disesuaikan dengan peristiwa yang sedang dirayakan: kelahiran bayi atau pernikahan, hari ulang tahun kemerdekaan dst. Demikianlah wayang, kita tahu semua, lebih dari cuma pertunjukan, melainkan sebenarnya suatu upacara ibadat sakral yang memiliki pamor rohani” (Jurnal Kalam Edisi 9 Tahun 1997, hal.55).

Tampak jelaslah kepada kita, wayang yang diterangkan, diimajinasikan, dan diangankan Romo Mangun tersebut adalah wayang dalam mulanya yang ideal dan klasik, bukan yang dekaden seperti beberapa pentas dan pegelaran wayang belakangan ini. Dan ia mengkritik keras wayang yang telah dekaden tersebut: “Kini pertunjukan wayang kulit sayang sekali sudah dibuat dekaden, hanya dilihat sebagai pertunjukan hiburan belaka, serba dagelan bahkan pemenuhan nafsu-nafsu haus sensasi dan sering pelampiasan porno, pop komersial belaka dan dangkal karena unsur sakralnya sudah dilempar keluar. Keris tanpa pamor. Hanya besi runcing saja” (Ibid).

Beberapa kali, dalam esainya itu, Romo Mangun menekankan “pelambangan” dalam wayang yang menurutnya sepadan dengan simbolisme dalam sastra, yang kemudian ia perbandingkan dengan arsitektur Borobudur: “Setiap lakon pasti mempunyai makna serta pelambangannya. Namanya saja wayang, yang tentulah punya arti umum: bayangan, ialah bayangan yang menunjuk kepada sesuatu yang meng-atas-i cerita. Dalam seni tari ada istilah greget.

Dalam pertunjukan wayang kulit, rakyat duduk di sisi dalang, pesinden, para penabuh gamelan, dan boneka-boneka wayang kulit yang biasanya tampak dilukis beraneka-warna dan emas perada; jadi wayang dalam bentuk wadaknya yang konkret (rupa-datu: bagian bawah candi Borobudur). Sedangkan tuan rumah dan para tamu terhormat di balik kelir melihat wayang dalam bentuk bayangan-bayangan siluet saja pada kain kelir, tanpa warna-warni serta bentuknya yang konkret (a-rupa-datu: bagian teratas candi Borobudur)” (Ibid, h. 54).

Memadukan kosmos wayang dan lanskap visi estetik sastra yang digali dari kosmos wayang tersebut dalam pandangan Romo Mangun tak lain karena baik wayang maupun sastra menampilkan sejumlah tokoh, cerita, dan kosmos atau dunia cerita yang pada dasarnya tidak berbeda, hingga dalam konteks ini baik wayang atau pun prosa, terutama novel, sama-sama menyuguhkan kisah dan adegan yang melibatkan tokoh-tokoh dalam suatu konteks pengisahan dan “kosmos”, yang pada saat bersamaan baik kisah dan adegan dalam wayang dan kisah serta adegan dalam prosa (novel) merupakan cermin moral dan refleksi pemahaman dan penghayatan bathin yang dipinjam sebagai pelambangan hidup dan dunia tempat kita berada ini.

Unsur dan spirit moral dan reflektif prosa-prosa Romo Mangun tidak serta-merta terjebak atau jatuh dalam “moralisme” yang dangkal dan artifisial alias verbal semata. Seperti dapat kita baca dalam beberapa novelnya dan sejumlah cerita pendeknya itu, prosa-prosa Romo Mangun lebih merupakan dunia-dunia dan kisahan-kisahan yang menyentil kita untuk peka, bersimpati, dan sekaligus berpihak kepada mereka yang kalah dan tidak beruntung, “yang bernasib sunyi” dan yang tertindas. Meskipun demikian, prosa-prosanya tidak kehilangan humor di saat berkisah dan bercerita tentang sebuah jaman, dunia dan tokoh-tokoh yang acapkali tragis.

Suasana humor yang rileks sekaligus satiris, komedis, dan parodis itu, misalnya, dapat kita baca dan kita rasakan dalam “Pohon-pohon Sesawi” (KPG 2006).

Berbeda dengan mereka yang mengkritik wayang yang masih berpegang teguh pada pakem klasik tersebut, Romo Mangun meminjam “dunia” wayang lebih karena “dunia” dan “pelambangannya” sesuai atau sama dengan realitas sosial-politik Indonesia di masa-masa ia produktif menulis dan kenyataan hidup masyarakat bawah yang acapkali tak berdaya berhadapan dengan “kebijakan” dan “manipulasi” politik yang ia gambarkan, ia kiaskan, dan ia narasikan melalui prosa-prosanya, terutama cerpen-cerpennya yang berkisah tentang nasib dan hidup wong cilik, seperti kumpulan cerpennya dalam buku Rumah Bambu (KPG, Mei 2006).

Sulaiman Djaya, Forum Seniman Banten

Tags: Romo MangunSastraWayang
Share201Tweet126SendShare
Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya, lahir di Serang, Banten. Menulis esai dan fiksi. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Koran Tempo, Majalah Sastra Horison, Indo Pos, Pikiran Rakyat, Media Indonesia, Majalah TRUST, Majalah AND, Majalah Sastra Kandaga Kantor Bahasa Banten, Rakyat Sumbar, Majalah Sastra Pusat, Jurnal Sajak, Tabloid Kaibon, Radar Banten, Kabar Banten, Banten Raya, Tangsel Pos, Majalah Banten Muda, Tabloid Cikal, Tabloid Ruang Rekonstruksi, Harian Siantar, Change Magazine, Banten Pos, Banten News, basabasi.co, biem.co, buruan.co, Dakwah NU, Satelit News, simalaba, dan lain-lain. Buku puisi tunggalnya Mazmur Musim Sunyi diterbitkan oleh Kubah Budaya pada tahun 2013. Esai dan puisinya tergabung dalam beberapa Antologi, yakni Memasak Nasi Goreng Tanpa Nasi (Antologi Esai Pemenang Sayembara Kritik Sastra DKJ 2013), Antologi Puisi Indonesia-Malaysia, Berjalan ke Utara (Antologi Puisi Mengenang Wan Anwar), Tuah Tara No Ate (Antologi Cerpen dan Puisi Temu Sastra IV di Ternate, Maluku Utara Tahun 2011), Sauk Seloko (Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI di Jambi Tahun 2012)), Kota, Kata, Kita: 44 Karya Para Pemenang Lomba Cipta Cerpen dan Puisi 2019, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Yayasan Hari Puisi, Antologi Puisi ‘NUN’ Yayasan Hari Puisi Indonesia 2015, dan lain-lain.

BeritaTerkait

Sulaiman Djaya, Pekerja Budaya
Uncategorized

Sastra di Banten

by liputan9news
April 30, 2024
0

Banten, LIPUTAN 9 NEWS Saya mengenal secara langsung para penulis di Banten yang karya-karya mereka mendapatkan tempat secara nasional, sebutlah...

Read more
Riwayat Singkat Fatimah Az-Zahra

Sains, Imajinasi, Sastra

April 15, 2023
Sulaiman Djaya

Sastra dan Islam?

April 14, 2023
Sulaiman Djaya

Kenapa Menulis Penting?

August 18, 2022
Load More

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Gus Yahya

PBNU Respon Rais Am JATMAN yang telah Demisioner dan Teken Sendirian Surat Perpanjangan Kepengurusan

November 26, 2024
Akhmad Said Asrori

Bentuk Badan Hukum Sendiri, PBNU: JATMAN Ingin Keluar Sebagai Banom NU

December 26, 2024
Jatman

Jatman Dibekukan Forum Mursyidin Indonesia (FMI) Dorong PBNU Segera Gelar Muktamar

November 22, 2024
Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

2463
KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

757
KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

141
PNIB

Refleksi Hari Santri dan Sumpah Pemuda, PNIB: Bahaya Medsos dan Game Online sebagai Alat Propaganda 

October 28, 2025
Pagar Nusa

Pagar Nusa Apresiasi Polri atas Kinerja Berantas Narkoba

October 28, 2025
Wali Kekasih Allah

Ciri Wali (Kekasih) Allah: Tidak ada Rasa Takut dan Larut dalam Kesedihan

October 28, 2025
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
  • Media Sembilan Nusantara

Copyright © 2024 Liputan9news.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Wisata-Travel
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Dunia Islam
    • Filantropi
    • Amaliah NU
    • Al-Qur’an
    • Tasawuf
    • Muallaf
    • Sejarah
    • Ngaji Kitab
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Seputar Haji
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Pendidikan
    • Sejarah
    • Buku
    • Tokoh
    • Seni Budaya

Copyright © 2024 Liputan9news.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In