Yokyakarta, LIPUTAN 9 NEWS
Semaan memiliki pengertian secara bahasa yakni berasal dari bahasa arab kata ﺳﻣﻊ: artinya mendengar, menerima, menjawab, mengabulkan, memenuhi (kamus Al ma’ani), sedangkan secara istilah adalah tradisi membaca dan mendengarkan pembacaan Al-Qur’an di kalangan masyarakat NU dan pesantren umumnya.
Bermula dari bahasa arab kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi “simaan” atau “simak”, dan dalam bahasa Jawa disebut “semaan”. Dalam penggunaanya, kata ini tidak diterapkan secara umum sesuai asal maknanya, tetapi digunakan secara khusus kepada suatu aktivitas tertentu para santri atau masyarakat umum yang membaca dan mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an, sehingga sema’an dapat dikategorikan sebagai metode hifdzul Qur’an. Sebab keterkaitan antara sema’an identik dengan menghafal Qur’an, menjadi penting dilakukan untuk mengukur diri sejauh mana kualitas hafalan apakah lancar ataukah berantakan.
Kegiatan semaan umumnya berupa kumpulan minimal dua orang/ bisa juga lebih/dalam bentuk majlis yang salah satu di antara mereka ada yang membaca Al-Qur’an (tanpa melihat teks ayat), sementara yang lainnya mendengar serta menyimaknya, mengoreksi apabila terjadi salah ayat, ataupun harokat.
Adapun sema’an baik secara formal seperti dalam rangkaian acara haul Masyayikh atau non formal seperti saling menyimak antar teman memiliki kemungkinan besar menimbulkan rasa kantuk dan bosan, karena sema’an biasanya dari juz awal hingga khatam atau beberapa surat juz sesuai kesepakatan yang telah ditentukan. Sehingga untuk meminimalisir rasa bosan disulap menjadi asyik, menyenangkan lahirlah konsep istilah “Sema’an Wisata” yang dipelopori oleh beliau ibunda nyai Hj. Durroh Nafisah Ali, putri keempat pasangan KH. Ali Maksum dan Nyai Hasyimah Munawwir. Latar belakang adanya sema’an wisata ini tidak lain untuk menjaga hafalan, mengukur kualitas kuantitas ayat yang telah dihafal sekaligus wisata sebagai tadabbur alam. Selain itu terinspirasi juga dari Gus Ulinnuha Arwani Kudus demi nderes tahfidz nya sengaja bepergian menaiki bis Kudus – Semarang bahkan tanpa tujuan pasti hanya untuk memuroja’ah Al-Qur’an didalam perjalanan itu, tutur Bu Nafis mengisahkan.
Sebagai Pengasuh Pesantren atau khodimul Ma’had Yayasan Beyt tahfidz an Nafisah dengan notabene hiruk pikuk sibuk, berdiam diri dirumah mengajar para santri, atau memenuhi macam-macam undangan, menurut Bu Nafis bepergian bisa menjadi istirahat sembari diisi dengan memuroja’ah Al-Qur’an. Perjalanan memenuhi undangan seperti haflah khotmil Qur’an ke pondok pesantren daerah Jawa Timur, Jawa tengah atau masih daerah Yogyakarta tentu jelas sekali memakan waktu sesuai dengan jarak tempuh, belum terhitung jika dijalan lampu merah lama, terjebak macet maka waktu-waktu tersebut dimanfaatkan guna melantunkan ayat Al-Qur’an. Tidak harus bepergian jauh, dekat pun semisal dari Krapyak ke Pasar Beringharjo saja selama perjalanan bergema bacaan Al-Qur’an, satu halaman dibaca secara bergantian.
Ada hal menarik dari prinsip Sema’an ketika perjalanan, tidak semua perjalanan diisi dengan sima’an. Pengecualian perjalanan tanpa Sema’an terjadi apabila ada salah satu penumpang dari satu rombongan mobil tidak tahfidz, maka bentuk toleransi kepada yang non tahfidz kegiatan sema’an ditiadakan karena nantinya jika semua orang baca muroja’ah lalu ada satu orang non tahfidz hanya bisa diam nganggur. Berbeda hal sema’an tetap berlaku jika orang non tahfidz tersebut tahu dunia tahfidz ataupun berkenan menyimak selama Sema’an berlangsung.
Di kalangan para santri terutama anak sekolah Sema’an wisata ini sangat diminati, memunculkan motivasi tersendiri yakni berkesempatan muroja’ah bersama Bu Nyai dan bonus wisata sesuai dengan perolehan. Sema’an sendiri ada banyak macamnya ada sema’an glondongan yaitu satu orang membaca sendirian hingga khatam, ada juga model halaqah terdiri dari beberapa orang lalu membaca bergantian.
Penggabungan antara sema’an dan wisata, tidak terlepas dari hikmah tersembunyi dari kedua hal tersebut. Wisata sebagai sarana healing menenangkan diri, membantu roda ekonomi pelaku wisata itu sendiri, tadabbur alam tanda bukti ayat kauniyah Allah.Dinukil dari Tafsir Al-Wajiz karya Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, memaparkan tafsir surat Ar-Rum ayat 42:
قُلْ سِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلُۗ كَانَ اَكْثَرُهُمْ مُّشْرِكِيْنَ
Wahai rasulallah, katakanlah kepada orang-orang yang mendustakan risalahmu, “Berjalanlah ke penjuru bumi dan renungkanlah tentang apa yang terjadi di sana, supaya kalian bisa memastikan kebenaran janji Kami dan lihatlah takdir umat-umat terdahulu yang Kami hancurkan, karena kebanyakan mereka menyekutukan Allah dengan tuhan lain”
Adapun teknis pelaksanaan sema’an wisata seorang santri yang sudah siap wajib mendaftarkan diri perolehan berapa dan bersama siapa saja kelompok nya, mengapa harus mendaftar? karena ditengah padat sibuk Bu Nafis tanggal lain sudah penuh terisi janji sema’an santri lain. Selanjutnya kurang dari sehari wajib diadakan gladi bersih, jika lolos kriteria lancar, mulus, besoknya deal berangkat jika belum memenuhi syarat maka diundur sampai siap. Dalam sekali perjalanan sema’an wisata membaca 10 juz saja mengingat kemampuan fisik Bu Nafis menurun ,adapun level pertama perolehan 1-10, level kedua 6-15, level ketiga 11-20, level keempat 16-25,dan level paripurna 21-30.
Setiap perolehan ada reward masing-masing, level pertama dan kedua adalah angkringan, level ketiga dan keempat restoran, dan untuk level paripurna tidak masuk sema’an wisata 10 juz tapi langsung dari 1-30 dalam 2 hari tempat pelaksanaannya di hotel berbintang. Selain reward ada pula penilaian peringkat, Maqbul saat sema’an kurang lancar maka kemudian hari wajib mengulang, lalu jayyid lancar tapi secara bacaan masih standar terakhir jayyid jiddan selain lancar bacaannya fashih, tartil, dan bi nagham. Demikian ikhtiar untuk menjaga hafalan, sesering mungkin harus diulang karena hakikat tahfidz adalah bunyinya bukan jumlahnya, menstabilisasi semangat naik turun mengingat dawuh Bu Nafis “Kabeh bumine Gusti Allah iku podo,Nang endi wae kudu tetep nderes”
Tazkiyah Nur Ashifa, Seorang santri beyt tahfidz an Nafisah sekaligus mahasantri Ma’had Aly Ali Maksum Krapyak.