Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Ketua Umum Pengurus Pusat Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (PP SNNU), H. Witjaksono meminta Pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk segera mencabut Sertifikat Hak Guna Gangunan (SHGB) di pagar laut Tangerang, Banten, yang meresahkan masyarakat.
Witjaksono menjelaskan bahwa PP SNNU merupakan Badan Otonom (Banom) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). SNNU ditugaskan melakukan pemberdayaan serta perlindungan nelayan dan masyarakat pesisir.
“Kami menyoroti isu pemagaran areal laut yang diprotes para nelayan di Tangerang,” kata Witjaksono melalui keterangan pers yang diterima awak media Rabu, (29/01/2025).
Menurut Witjaksono, ia mengatakan bahwa pemagaran di areal laut wilayah Kabupaten Tangerang menyebabkan kegiatan nelayan di sana menjadi terbatas. Katanya, pada akhirnya menganggu perekonomian rumah tangga mereka yang sangat bergantung dari hasil melaut.
Lebih lanjut, Witjaksono juga memaparkan, fakta kepemilikan HGB atas areal laut dan pemasangan pagar laut sebagai upaya perampasan ruang laut atau familiar disebut dengan istilah Ocean Grabbing. Padahal, lanjut dia, kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas laut tidak dibenarkan oleh peraturan perundangan.
“Berdasarkan Putusan MK Nomor 3 Tahun 2010, kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah melalui terbitnya UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, kepemilikan Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) tidak diperkenankan alias dapat dikatakan sebagai suatu hal yang illegal,” paparnya.
Witjaksono juga menyebut tidak ada dasar bagi pihak-pihak perorangan maupun unit usaha untuk melakukan klaim atas areal laut berdasar pada penerbitan SHGB apalagi sampai dilakukan pemagaran yang membuat susah nelayan.
“Meskipun, kata dia, ada pihak yang berdalih bahwa areal yang bersertifikat areal laut itu sebelumnya merupakan daratan, kemudian menjadi tanah musnah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 3 Tahun 2024,” ungkapnya.
“Apabila berita yang beredar benar mengenai kepemilikan SHGB tersebut, maka pemerintah perlu mengusut tuntas dan membatalkan kepemilikan SHGB atas areal laut tersebut. Bagi kami nelayan, tidak ada alasan untuk SHGB tersebut tidak dicabut oleh Pemerintah,” sambungnya.
Kemudian, Witjaksono menerangkan, bahwa pemagaran laut di Tangerang, menjadi indikasi masih terdapat loophole dalam peraturan yang ada maupun dari aspek penegakan hukum.
“Bukan tidak mungkin sindikat atau mafia tanah memanfaatkan situasi tersebut, yang menyebabkan persoalan serupa di daerah pesisir Indonesia lainnya,” terangnya.
Karena itu, Witjaksono menegaskan Serikat Nelayan NU sebagai Badan Otonom PBNU bidang nelayan, mengecam keras kejadian pemagaran areal laut di wilayah Proyek Strategis Nasional (PSN) Kabupaten Tangerang.
“Kami mendesak pemerintah melakukan pembatalan PSN PIK 2 yang bermasalah, dan juga melakukan pengkajian ulang terhadap PSN lain yang terindikasi merugikan masyarakat kecil. Bagi kami lebih terbaik setelah PSN PIK 2 tersebut dicabut, pengelolaannya dikembalikan kepada Pemerintah,” pungkasnya. (YZP)