Takdir Tuhan bagi manusia adalah perbedaan, baik suku, ras, bahasa, adat istiadat dan keyakinan agama. Itu tidak bisa dibantah dan diragukan karena sudah pada posisi ontologisnya. Kita hanya perlu tahu bahwa perbedaan tidak perlu disikapi perlawanan, tetapi justru perbedaan adalah warna indahnya kehidupan dalam bingkai kebersamaan.
Ada yang ekstrim dalam klaim kebenaran agama, dan dalam klaim kesukuan. Semua salah, semua yang berbeda denganya adalah kesalahan dan kesesatan. Tidak ada di dalam ruang pikiran sedikitpun pemahaman bahwa kebenaran tidaklah memihak, karena kebenaran selalu berpihak pada kebenaran itu sendiri.
Jangan karena orang lain berbeda suku dianggap suku yang rendah, jangan karena orang lain berbeda bahasa lalu sesuka hati melecehkan, jangan karena beda adat istiadat lalu dihukumi sebagai kesesatan, jangan karena beda agama kemudian menuduhnya salah jalan. Agama-agama yang ada di kita akan selalu didasari keyakinan benar menurut masing-masing pemeluknya. Pada titik ini tidak boleh ada pemaksaan.
Kita melihat perbedaan agama harus disikapi dengan sikap bijak dan tidak kerdil, sudah masing-masing kebenaran miliknya, yang perlu adalah sikap beragama yang saling menghargai dan menghormatinya, ini adalah proses dan ikhtiar yang tak berkesudahan dan tak berakhiran (never ending process).
Sikap wasath atau tengah adalah sikap yang adil dan mendamaikan, bukan dalam posisi sikap mendua atau oportunis. Pikiran luas, sikap di hati dengan iman yang kuat, istiqamah dalam menjalankan agama, adil menyikapi, seimbang dalam menilai dan tegak lurus di tengah, tidak condong ke kanan juga tidak condong ke kiri.
Agama itu mendamaikan, agama itu mengantarkan manusia pada keselamatan, agama adalah petunjuk, agama selalu memanusiakan manusia dan tidak pernah merugikan manusia.
Bagiku Islam yang aku yakni ini adalah yang benar, begitupun bagimu yang bukan Islam meyakininya juga yang benar. Suatu keniscayaan untuk bersama-sama memelihara dan merawat perbedaan masing-masing ini hingga akhir dunia, dan jangan biarkan anak cucu kita kehilangan sikap saling menghargai dan menghormati ini. Karena dua hal ini adalah rohnya kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
KHM. Hamdan Suhaemi, Pengajar Pesantren Ashhabul Maimanah Sampang Susukan Tirtayasa Serang, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten, Sekretaris komisi Haub MUI Banten, dan Sekretaris Tsani Idaroh wustho Jam’iyah Ahlith Thoriqah Mu’tabaroh An-Nahdliyah Jatman Banten.
Comments 1