Jakarta, LIPUTAN 9 NEWS
Habaib dihormati dan dicintai karena ada darah Rasulullah saw di dalam diri mereka. “Bagi (warga) Nahdlatul Ulama, menghormati dan mencintai habaib itu min waajibatil Islamiyyah (termasuk yang diwajibkan dalam agama Islam),” tegas Kiai Said di tengah puluhan Habaib se-Jabodetabek bersilaturahmi ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus mengikuti acara Maulid Nabi Muhammad, Rabu (16/3/16).
Panggilan “Habib” bentuk penghormatan masyarakat Indonesia kepada keturunan Nabi Muhammad saw yang mewarisi ilmu dan akhlak-nya. Di antara akhlak Rasulullah saw yang agung dan mulia adalah Beliau saw amat sangat cinta dan belas kasihan kepada umatnya. Sebagaimana yang direkam di dalam al-Qur’an dua ayat terakhir surat al-Taubah.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
Artinya: Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”. (QS. Al-Taubah: 128-129).
Sebenarnya karena hukum sosiallah (cinta belas kasihan kepada umat Muhammad saw), para anak keturunannya dipanggil Habib. Dan karena hukum sosial pula habib dibenci umat Nabi Muhammad karena kebencian, arogansi dan caci maki mereka kepada umat Nabi Muhammad saw.
Panggilan “habib” adalah sebutan sosiologis, bukan gelar keagamaan. Karena ilmu dan akhlak tidak dapat diwariskan dan diwarisi layaknya DNA.
Ilmu dan akhlak Nabi Muhammad saw tidak otomatis terinstall dalam diri para keturunannya. Ilmu dan akhlak adalah soal “nasib”, bukan nasab. Harus diusahakan dengan cara menuntut ilmu, mujahadah dan riyadlah. Jika tidak, maka seorang keturunan Nabi Muhamad saw tidak akan dapat warisan ilmu dan akhlak Nabi saw.
Oleh sebab itu, pada kenyataannya ada Habib yang jahil dan tidak berakhlak. Melanggar hukum syariat dan hukum negara. Gemar mencaci maki, mengumpat dan mengucapkan kata-kata keji lagi kotor, yang sesungguhnya tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw.
Datuknya para Habaib, insan paling mulia Baginda Nabi Muhammad Saw adalah orang yang paling adil dalam menerapkan hukum. Tanpa memandang status dan kedudukan. Kesamaan orang di depan hukum ditegaskan Nabi Saw dalam sebuah hadits. Dari ‘Urwah bin Zubair, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah dan menyampaikan,
أَمَّا بَعْدُ ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ النَّاسَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ ، وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Amma ba’du: Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang-orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan (tidak dikenakan hukuman). Namun ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka mewajibkan dikenakan hukuman hadd. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari no. 4304 dan Muslim no. 1688).
Kadang antara nasab dan “nasib” seorang habib, tidak sinkron. Ada habib yang juhala dan berakhlak tercela. Ceramahnya penuh amarah murka, umpat sana sini, caci maki, mencela secara membabi buta sampai mengeluarkan kata-kata kotor kepada umat Nabi Muhammad saw.
Namun demikian, tidak semua habib berperilaku keparat dan bangsat. Masih banyak habaib yang alim, tawadlu’, dan berakhlak mulia. Oleh karenanya, bersikap proporsional terhadap mereka lebih selamat ketimbang bersikap ekstrim dalam mencintai atau membencinya.
Ayik Heriansyah, Aktivis kontra terorisme dan radikalisme, Mahasiswa Kajian Terorisme SKSG UI, dan Direktur Eksekutif CNRCT, Penulis artikel produktif yang sering dijadikan rujukan di berbagai media massa, pemerhati pergerakkan Islam transnasional, khususnya HTI yang sempat bergabung dengannya sebelum kembali ke harakah Nahdlatul Ulama. Kini aktif sebagai anggota LTN di PCNU Kota Bandung dan LDNU PWNU Jawa Barat.