Bondowoso | LIPUTAN9NEWS
Selama ini tidak sedikit kaum muslimin menduga bahwa puasa itu hanya dilakukan oleh agama Islam saja, tak salah jika mereka menanyakan hal itu pada saya apakah sebelum Islam itu puasa sudah dilakukan oleh umat umat terdahulu.
Momentum itu saya mengutip tulisan Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur Pascasarjana IAIN Metro) yang mengatakan bahwa puasa itu sudah dilakukan oleh umat-umat sebelum datangnya agama Islam.
Well, salah satu kewajiban bagi setiap muslim sebagaimana yang termaktub di dalam rukun Islam adalah mengerjakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Perintah puasa itu secara jelas difirmankan oleh Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 183. Jika kita membaca pada surat dan ayat tersebut dijelaskan bahwa kewajiban puasa ini juga telah diwajibkan bagi kaum atau orang-orang sebelum Islam. Pertanyaannya, puasa orang-orang sebelum Islam itu sesungguhnya seperti apa?
Ada yang memahami puasa orang-orang sebelum Islam itu adalah puasanya umat dari Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW dari Nabi Adam hingga Nabi terakhir. Berarti puasanya umat semisal umat Nabi Daud, Ibrahim, Musa, Isa dan Nabi-Nabi yang lainnya. Namun ada pula yang memahami umat sebelum Islam adalah kaum Nasrani. Tulisan ini mengambil pendapat yang pertama bahwa umat sebelum Islam adalah umat Nabi Adam hingga Rasulullah SAW.
Dalam beberapa riwayat dan kitab-kitab tafsir, puasanya orang-orang sebelum Islam itu adalah sebagaimana berikut ini.
Pertama adalah puasanya Nabi Daud, yaitu puasa yang dilaksanakan sehari puasa, sehari berbuka dan puasa lagi di hari berikutnya dan seterusnya. Umat Islam sering menyebutnya dengan puasa Daud yaitu sehari puasa sehari tidak. Disebut puasa Daud karena puasa itu dahulu telah dilaksanakan oleh Nabi Daud dan para pengikutnya.
Penjelasan soal puasa Daud ini didasarkan pada sebuah Hadits: “Sebaik-baik shalat disisi Allah adalah shalatnya Nabi Daud ‘alaihissalam. Dan sebaik-baik puasa disisi Allah adalah puasa Daud. Nabi Daud dulu tidur di pertengahan malam dan beliau shalat di sepertiga malamnya dan tidur lagi di seperenamnya. Adapun puasa Daud yaitu puasa sehari dan tidak berpuasa di hari berikutnya” (HR.Bukhari). Meskipun puasa ini oleh Rasulullah dinyatakan sebagai sebaik-baik puasa namun di dalam Islam puasa Daud ini merupakan puasa Sunnah dan bukan merupakan puasa wajib karena puasa wajib hanya satu saja yaitu puasa satu bulan di bulan Ramadhan.
Kedua, puasa tanggal 10 bulan Muharam sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Yahudi yang merupakan umat Nabi Musa ‘alaihissalam. Sebelum Islam datang, orang-orang Arab terutama kaum penganut agama Yahudi sudah terbiasa melakukan puasa pada tanggal sepuluh di bulan Muharram. Karena dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram, maka puasa itu kemudian disebut dengan puasa ‘Asyura. Praktek puasa ‘Asyura ini kemudian masih dilaksanakan oleh Nabi sebagai metode dakwah untuk mengajak Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) untuk masuk Islam. Dengan Nabi berpuasa ‘asyura ini, orang Yahudi akan berfikir ternyata syariat Islam tidak jauh berbeda dengan syariat nabi mereka, Musa ‘alaihissalam.
Menurut sejarah dan dijelaskan dalam sebuah hadits, awalnya Rasulullah saw berpuasa ‘Asyura ketika masih berada di Mekah dan pada saat itu Beliau tidak memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun, ketika beliau tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi melaksanakan puasa ‘Asyura dan memuliakan hari tersebut. Maka, Nabi memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Puasa ‘Asyura diwajibkan pada masa itu, namun setelah ada perintah kewajiban puasa Ramadhan, puasa ‘Asyura ditetapkan oleh Nabi menjadi puasa Sunnah.
Ketiga, puasa yang pernah dilakukan oleh kaum Nasrani. Banyak perintah puasa dalam agama Nasrani sebagaimana dijelaskan dalam Al-Kitab baik di Perjanjian Lama maupun perjanjian baru. Ada yang disebut dengan puasa mutlak yaitu jenis puasa dimana seseorang tidak makan dan minum sama sekali. Pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi pelaku puasa. Contoh puasa mutlak ini adalah puasa Musa yaitu 40 hari 40 malam tidak makan dan minum, puasa Ester yaitu puasa 3 hari 3 malam tidak makan dan tidak minum, dan puasa Yesus yaitu 40 hari 40 malam tidak makan dan minum.
Di kalangan agama Nasrani juga ada puasa yang disebut puasa Normal, yakni pelaku tidak makan sama sekali. Namun, mereka dapat minum sebanyak-banyaknya. Puasa ini dapat dilakukan selama beberapa hari, tergantung kondisi pelaku. Contoh puasa normal ini adalah puasa Daud, yaitu tidak makan dan semalaman berbaring di tanah. Lalu ada puasa Sebagian, yaitu puasa dengan menghindari makanan dan minuman tertentu selama kurun yang ditentukan. Contoh puasa jenis ini adalah puasa Daniel, yakni puasa 10 hari hanya makan sayur serta minum air putih.
Nabi dan Rasul yang lain dinyatakan juga melakukan puasa. Menurut Ibnu Katsir, penulis Tafsir Ibnu Katsir, Nabi Adam ‘alaihissalam berpuasa selama tiga hari tiap bulan sepanjang tahun. Dalam riwayat lain Nabi Adam berpuasa tiap tanggal 10 Muharram sebagai ungkapan rasa syukur lantaran Allah mengizinkannya bertemu dengan istrinya, Hawa, di Arafah. Nabi Nuh ‘alaihissalam juga melakukan puasa ketika sedang berada di atas perahu bersama umatnya ketika banjir bandang besar terjadi.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berpuasa ketika Raja Namruz memerintahkan pengumpulan kayu bakar untuk membakar diri Nabi Ibrahim. Ketika beliau dilemparkan ke dalam api yang berkobar beliau dalam keadaan berpuasa sampai akhirnya Allah memerintahkan agar api itu menjadi dingin dan tidak sedikitpun membakarnya. Nabi Yusus ‘alaihissalam juga berpuasa ketika sedang menjalani masa tahanan akibat difitnah telah berbuat tidak senonoh dengan Zulaikha. Nabi Yunus ‘alaihissalam berpuasa ketika berada dalam perut ikan paus. Nabi Ayub ‘alaihissalam yang diuji dengan banyak cobaan juga berpuasa sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Demikianlah puasa para ahli Kitab dan para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Boleh dikatakan ibadah puasa hampir dilakukan oleh para Nabi dan umat-umat sebelum Islam. Yang membedakannya hanya pada tata cara atau kaifiyat puasanya. Tujuannya sama yaitu berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa. Wallahu a’lam bishawab.
Salam akal sehat, Bondowoso, 11 Maret 2025
Dr. KH. Muhammad Saeful Kurniawan, MA, Penulis buku Desain Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Teori dan Praktik Penelitian