• Latest
  • Trending
  • All
  • Politik
Utsman bin Yahya

Utsman bin Yahya Ulama atau Alat Kekuasaan Kolonial?

August 6, 2025
Yaqut

Didampingi Kuasa Hukumnya Yaqut Cholil Qoumas Penuhi Panggilan KPK

August 7, 2025
BEM PTNU

BEM PTNU DIY Soroti Penangkapan Pemain Judi Online: Kenapa Bukan Bandarnya yang Ditangkap?

August 7, 2025
Yaqut Cholil Qoumas

Hari Ini! KPK Panggil Eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas Terkait Kasus Korupsi Kuota Haji Khusus

August 7, 2025
Masjid Nabawi

Khutbah Jumat: Krisis Kemanusiaan di Gaza Palestina

August 7, 2025
Insentif Guru Non-ASN

Inilah Cara Cek Insentif Guru Non-ASN 2025 dengan Klik Link info.gtk.dikdasmen.go.id

August 6, 2025
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer

Indria Febriansyah: Jangan Samakan Semangat Bajak Laut dengan Perjuangan Bangsa

August 6, 2025
PWI-LS

Pelantikan Digeruduk Massa, Ketua PWI LS Depok Kiai Jufri Katakan Tak Ingin Perang Kita Cinta Damai

August 5, 2025
PWI-LS JATMA Aswaja

Tersiar Kabar PWI-LS Tolak Acara Luthfi bin Yahya di Masjid Istiqlal

August 5, 2025
KH Anwar Iskandar

MUI Desak PBB Tetapkan Palestina sebagai Negara Berdaulat

August 5, 2025
Bantuan Insentif Non ASN

Kategori Guru Non ASN Penerima Bantuan Insentif, Inilah Syarat dan Ketentuannya!

August 5, 2025
  • Iklan
  • Kontak
  • Legalitas
  • Media Sembilan Nusantara
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Tentang
Thursday, August 7, 2025
  • Login
Liputan 9
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
Liputan 9
No Result
View All Result
Home Berita Nasional

Utsman bin Yahya Ulama atau Alat Kekuasaan Kolonial?

liputan9news by liputan9news
August 6, 2025
in Nasional
A A
0
Utsman bin Yahya

Utsman bin Yahya Ulama atau Alat Kekuasaan Kolonial? (Foto: Istimewa)

500
SHARES
1.4k
VIEWS

JAKARTA | LIPUTAN9NEWS

Pada awal abad ke-20, Indonesia masih dalam cengkeraman penjajahan Hindia Belanda. Rakyat bumiputra hidup tertindas dalam sistem sosial-politik kolonial yang rasis dan eksploitatif. Di tengah penderitaan mayoritas rakyat, justru muncul segelintir elite yang diberi ruang dan kehormatan oleh pemerintah kolonial — salah satunya adalah Habib Utsman bin Yahya, tokoh keturunan Arab Hadhrami yang pada tahun-tahun terakhir hidupnya diangkat menjadi Mufti Batavia oleh pemerintah Belanda. Ia wafat pada tahun 1913.

Penunjukan seorang Mufti oleh kekuasaan kolonial menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah seorang ulama yang diangkat oleh penjajah dapat benar-benar menjadi pembela agama dan rakyat tertindas? Padahal, ulama-ulama pribumi yang berasal dari kalangan pesantren dan madrasah lokal justru pada saat yang sama dipinggirkan, diawasi, bahkan dianggap berbahaya oleh Belanda karena berada di garis depan perlawanan. Nama-nama seperti Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, KH Misbach, hingga Syekh Ahmad Khatib Sambas, adalah contoh ulama pribumi yang jelas tidak pernah duduk dalam struktur kekuasaan kolonial.

Fakta bahwa Belanda lebih memilih mengangkat seorang tokoh Hadhrami sebagai mufti resmi Islam di Batavia, ketimbang ratusan ulama pribumi yang lebih dekat dengan denyut nadi umat, mencerminkan upaya politik kolonial untuk memecah belah umat Islam dan memanfaatkan keturunan Arab untuk melanggengkan kekuasaan. Dalam konteks itu, pertanyaan kritis harus diajukan: apakah posisi Habib Utsman bin Yahya lebih berpihak pada umat Islam atau pada penguasa kolonial?

BeritaTerkait:

Menyelesaikan Polemik Nasab Ba’alawi di Indonesia

Ibnu Hajar Al-Haitami: Keturunan Nabi Asli Mustahil Berzina, Sodomi Dan Kufur: Kuliah Gratis Untuk Kiai Makruf Khozin

Menimbang Instruksi PBNU: Saat Polemik Nasab Menuntut Ruang Dialog Terbuka

Polemik Nasab Sesama Orang Arab di Indonesia Kurun 1910-1930, Tentang Baalwi Mulai dari Irsyadi Hingga Imadi

Sebagaimana dijelaskan oleh sejarawan Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, kolonialisme tidak hanya menaklukkan lewat kekuatan militer, tetapi juga dengan mengendalikan struktur sosial dan simbol-simbol religius. Mengangkat seorang “mufti” yang tidak lahir dari basis massa pribumi adalah bagian dari strategi indirect rule, yaitu menguasai lewat perantara elite lokal yang dianggap bisa dikendalikan.

Ulama dan intelektual Muslim seperti KH Imaduddin Utsman al Bantani juga menyatakan bahwa keberpihakan ulama terhadap umat tidak bisa diukur dari gelar yang diberikan oleh penjajah, melainkan dari keberanian menyuarakan keadilan, kebenaran, dan kemerdekaan.

Dengan demikian, publik diajak berpikir: mungkinkah seseorang yang diangkat oleh Belanda sebagai Mufti dapat sepenuhnya berpihak kepada Islam dan umatnya? Atau justru menjadi bagian dari proyek politik kolonial yang mengamankan kekuasaan penjajah atas nama agama?

Gaji Mufti, Jauh Melebihi Rakyat Jelata

Habib Utsman tercatat menerima gaji tetap dari pemerintah kolonial sebesar 100 gulden per bulan. Sebagai pembanding, pegawai bumiputra rendahan saat itu hanya mendapat 8–12 gulden. Artinya, satu gaji Habib Utsman setara dengan penghasilan 10–12 orang pribumi kelas pekerja—setiap bulan.

Tak hanya itu, ia juga menerima honorarium khusus setiap kali diminta memberikan fatwa penting yang relevan dengan kepentingan pemerintah kolonial. Penghasilan ini bahkan disebut lebih tinggi dibanding pedagang Arab kaya pada masa itu, yang rata-rata mengantongi 200–500 gulden per bulan. Maka, posisi Habib Utsman bukan hanya sebagai tokoh agama, tetapi juga sebagai elite ekonomi kelas atas yang sangat diuntungkan oleh sistem kolonial.

Bisnis Agama: Percetakan dan Perdagangan Kitab

Selain gaji dari kolonial, Habib Utsman memiliki percetakan sendiri, Matba‘at al-Riyadh, yang menerbitkan kitab-kitab agama dan menjadi sumber penghasilan tambahan yang sangat besar. Ia juga menjadi rujukan percetakan kitab di Batavia. Kitab-kitab ini didistribusikan luas melalui jaringan Hadhrami di Nusantara—sebuah monopoli kultural yang sarat keuntungan.

Habib Utsman juga dikenal sebagai penengah dalam sengketa bisnis antar pedagang Hadhrami, yang tentu mendatangkan kompensasi finansial. Ia bahkan disebut-sebut terlibat dalam usaha properti—walau detailnya jarang diungkap dalam arsip resmi.

Kehidupan Elitis dan Kedekatan dengan Kolonial

Ia tinggal di rumah besar di kawasan Pekojan, Batavia, kawasan elit Hadhrami yang saat itu menjadi pusat aktivitas niaga dan keislaman. Rumahnya kerap dijadikan tempat jamuan bagi pejabat Belanda dan elite Timur Tengah.

Ia pun dianugerahi gelar simbolik dari Kekhalifahan Utsmaniyah sebagai “Mufti Hindia Timur” – sebuah jabatan kehormatan yang memperkuat legitimasi sosialnya di mata publik dan elite Hadhrami.

Snouck Hurgronje, orientalis Belanda yang terkenal karena kebijakannya mengatur umat Islam di Nusantara, dalam catatannya bahkan menyebut Habib Utsman sebagai ulama yang sangat dekat dengan pemerintah dan hidup dalam kecukupan. Ia adalah bagian dari proyek kolonial untuk menjinakkan Islam.

Di Antara Dakwah dan Kooptasi Politik

Masalah terbesar dari sosok Habib Utsman bukan terletak pada kekayaannya. Namun, pada kedekatannya dengan sistem kolonial yang menindas rakyat. Ia menjadi perpanjangan tangan kekuasaan kolonial, mengeluarkan fatwa yang kerap mendukung agenda Belanda dan menjadi alat legitimasi “Islam yang patuh” versi penjajah.

Dalam logika kekuasaan kolonial, tokoh-tokoh agama seperti Habib Utsman digunakan untuk mengendalikan umat, memecah perlawanan, dan mengalihkan semangat jihad menjadi kesetiaan pada penguasa asing. Di sinilah paradoks besar terjadi: seorang yang mengaku cucu Nabi SAW, justru mendekat ke penguasa zalim, bukan membela umat yang tertindas.

Menimbang Ulang Narasi “Habib Penjaga Islam”

Kini, kita hidup di zaman ketika sejarah tidak lagi bisa diselimuti kabut mitos dan romantisme nasab. Kesadaran kritis publik menuntut kejujuran. Kita perlu memandang ulang klaim-klaim sejarah, termasuk narasi tentang keturunan Nabi atau “habib” sebagai penjaga Islam dan pahlawan umat.

Faktanya, tidak semua pihak yang mengaku dzurriyah Nabi menunjukkan keberpihakan kepada rakyat dan nilai-nilai keadilan. Justru dalam dokumen dan arsip sejarah, ditemukan bahwa beberapa tokoh dari klan Ba’alwi (yang mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW) menjalin hubungan baik, bahkan menjadi bagian dari struktur kolonial Belanda. Mereka menikmati hak-hak istimewa yang tidak dimiliki oleh rakyat bumiputra. Hal ini terekam dalam dokumen-dokumen kolonial dan karya-karya sejarawan nasional.

Contoh Sejarah Kolaborasi dengan Penjajah:

  1. Dalam buku “Mengungkap Fakta atas Klaim Habib Ba’alawi Mengenai Peran Mereka dalam Kemerdekaan RI”, terungkap bahwa banyak tokoh Ba’alwi justru bersekutu dengan pemerintah Hindia Belanda, diberi gelar kehormatan, dan dijadikan perpanjangan tangan kekuasaan kolonial.
  2. Sejarawan Prof. Dr. Anhar Gonggong mencatat bahwa perlawanan terhadap kolonialisme banyak dilakukan oleh tokoh-tokoh lokal seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, dan KH Hasyim Asy’ari, bukan dari golongan yang mengklaim habib.
  3. Adanya klaim sepihak terhadap tokoh-tokoh nasional seperti Pangeran Diponegoro dan Imam Bonjol sebagai “habib” adalah bentuk pemalsuan sejarah yang berbahaya.

Fakta Ilmiah Nasab: Klan Ba’alwi Bukan Keturunan Nabi Muhammad SAW

Penelitian modern di bidang genetika (genealogi DNA) telah membuka pintu verifikasi ilmiah terhadap klaim nasab. Hasil penelitian DNA Y-chromosome (patrilineal lineage) menunjukkan bahwa haplogroup dari keturunan Nabi Muhammad SAW adalah J1-P58, subclade yang banyak ditemukan pada keturunan Arab Quraisy, khususnya Bani Hasyim. Namun:

  1. Sampel DNA dari individu-individu klan Ba’alwi yang diuji justru tidak menunjukkan haplogroup J1-P58, melainkan haplogroup G, L, atau E, yang bukan bagian dari garis keturunan Nabi SAW.
  2. Peneliti seperti Dr. Michael Hammer (University of Arizona) dan Dr. Eugene A. Helimski (Russian Academy of Sciences) mendukung penggunaan uji DNA dalam penelitian garis keturunan patrilineal.
  3. Di Indonesia, Dr. Sugeng Sugiarto (peneliti genetika) juga mengonfirmasi bahwa pendekatan DNA bisa menjadi alat ilmiah yang akurat untuk menelusuri kebenaran garis nasab. Dalam makalahnya, ia menunjukkan perbedaan mencolok antara haplogroup para pengklaim habib dan garis Bani Hasyim yang sah.

Dengan kata lain, klaim nasab mulia tidak hanya rapuh dari sisi historis dan filologis, tetapi juga gugur secara ilmiah berdasarkan bukti genetik.

Antara Sejarah dan Tanggung Jawab Moral

Habib Utsman bin Yahya memang tokoh besar. Ia produktif menulis, berpengaruh secara sosial, dan dihormati sebagian kalangan. Namun, sejarah mencatat kedekatannya dengan kekuasaan kolonial, dan ketidakhadirannya dalam barisan perjuangan kemerdekaan.

Kita tak boleh membiarkan sejarah hanya ditulis oleh mereka yang diuntungkan. Kita harus membuka mata dan belajar: bahwa agama bisa dipakai untuk membungkus kekuasaan, dan bahwa sejarah harus adil, bukan sekadar sopan.
Pertanyaan Moral dan Historis: Masihkah Kita Netral Jika Penjajah Dibantu oleh yang Mengaku Keturunan Nabi Muhammad S.A.W.?

Sebagai warga negara Indonesia, kita mewarisi bukan hanya tanah air yang dulu dijajah, tetapi juga warisan moral dari para leluhur yang berjuang melawan penindasan kolonial. Mereka mempertaruhkan jiwa dan raga demi kebebasan, demi kehormatan bangsa. Maka wajar jika hari ini kita bertanya: bagaimana menyikapi kenyataan bahwa ada tokoh-tokoh yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, namun dalam sejarah terbukti justru berkolaborasi dengan penjajah?

Ini bukan sekadar soal politik masa lalu. Ini adalah soal moral dan kebenaran sejarah. Ketika orang-orang yang dikultuskan karena nasab justru menerima gaji dari penguasa kolonial, menjadi alat legitimasi kekuasaan asing atas rakyat sendiri, maka kita berhak mempertanyakan—dengan jujur dan tanpa takut—apakah kita masih bisa bersikap netral?

Tidak Ada Netralitas dalam Kolaborasi

Netralitas, dalam konteks sejarah penjajahan, bukanlah sikap bijak. Justru bersikap netral terhadap kolaborasi dengan penjajah adalah bentuk pengkhianatan terhadap para pahlawan. Ini bukan soal membenci kelompok tertentu, tetapi soal kejujuran terhadap sejarah dan penghormatan terhadap perjuangan bangsa sendiri.
Mengungkap peran tokoh seperti Habib Utsman bin Yahya—Mufti Batavia yang menerima gaji besar dari pemerintah kolonial Belanda dan memiliki kedekatan dengan pejabat penjajah—bukanlah tindakan anti-agama. Justru ini adalah bentuk penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW dan nilai-nilai yang beliau ajarkan: kejujuran, keberpihakan kepada yang lemah, dan penolakan terhadap kezaliman.

Klaim Nasab yang Tidak Didukung Fakta Ilmiah

Selain persoalan historis, perlu ditegaskan bahwa klaim keturunan Nabi oleh klan Ba’alwi tidak didukung oleh bukti ilmiah. Penelitian genealogi genetik menggunakan uji DNA Y-chromosome—yang digunakan secara internasional untuk melacak garis keturunan patrilineal—menunjukkan bahwa:

  1. Garis keturunan Nabi Muhammad SAW secara ilmiah (berdasarkan sampel dari keturunan sah Bani Hasyim) adalah Haplogroup J1-P58.
  2. Sementara itu, hasil uji DNA pada sejumlah individu dari klan Ba’alwi tidak menunjukkan haplogroup tersebut. Sebaliknya, ditemukan haplogroup lain seperti G, L, atau E, yang tidak terkait dengan garis Nabi Muhammad SAW.
  3. Hal ini telah dipublikasikan dalam berbagai studi ilmiah, termasuk oleh tim peneliti dari University of Arizona (Michael Hammer, dkk.) serta dikonfirmasi oleh pakar genealogis muslim dan peneliti lokal Indonesia.

Saatnya Sejarah Lebih Jujur

Maka kita perlu bertanya lebih dalam: jika klaim keturunan itu tidak sah secara ilmiah, dan dalam catatan sejarah justru mereka terbukti berada di pihak penjajah, masihkah layak kita terus mempertahankan kultus terhadap kelompok ini?

Sudah waktunya masyarakat membuka mata dan meninggalkan romantisme palsu yang selama ini menutupi fakta sejarah. Kemuliaan bukan ditentukan oleh nasab, tetapi oleh sikap dan keberpihakan kepada kebenaran. Nabi Muhammad SAW sendiri mengajarkan bahwa “barang siapa yang amalnya lambat, nasabnya tidak akan mempercepatnya.” (HR. Muslim)

Mari hormati Nabi Muhammad SAW bukan dengan mengultuskan nama-nama, tetapi dengan menegakkan nilai-nilai yang beliau perjuangkan: kejujuran, keberpihakan kepada kaum tertindas, dan menolak segala bentuk kedzaliman, termasuk dalam bentuk manipulasi sejarah.

Referensi dan Daftar Pustaka:

  1. KH Imaduddin Utsman al Bantani. Kritik Genealogi Ba’alawi. (2020).
  2. Prof. Dr. Manachem Ali. Studi Filologi dan Kritik Teks Nasab Ba’alawi. Universitas Airlangga.
  3. Dr. Sugeng Sugiarto. Genealogi DNA dan Verifikasi Nasab Leluhur Arab di Indonesia. Makalah Ilmiah.
  4. Michael F. Hammer et al. (2009). Extended Y chromosome haplotypes resolve multiple and unique lineages of the Jewish priesthood. Human Genetics.
  5. Anhar Gonggong. Pahlawan Nasional dan Distorsi Sejarah oleh Klan Ba’alawi. (2023).
  6. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI): Surat-menyurat antara pejabat kolonial dan tokoh Ba’alawi.
  7. Mengungkap Fakta atas Klaim Habib Ba’alawi Mengenai Peran Mereka dalam Kemerdekaan RI. (2022). Kompilasi riset dari tim sejarah independen.
  8. Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Pustaka Pelajar, 1993.
  9. Van den Berg, L.W.C.. Le Hadhramout et les colonies arabes dans l’archipel Indien. Leiden: Brill, 1886.
Tags: HabibNasab Ba'alwiUtsman bin Yahya
Share200Tweet125SendShare
liputan9news

liputan9news

Media Sembilan Nusantara Portal berita online yang religius, aktual, akurat, jujur, seimbang dan terpercaya

BeritaTerkait

Nasab Ba'alwi
Opini

Menyelesaikan Polemik Nasab Ba’alawi di Indonesia

by liputan9news
August 1, 2025
0

JAKARTA | LIPUTAN9NEWS Hampir tiga tahun kita disuguhi polemik antara Ba'alawi (Rabithah Alawiyah) yang diyakini mayoritas masyarakat Indonesia sebagai keturunan...

Read more
KH. Imaduddin Utsman Al Bantani, Pengasuh dan Pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum

Ibnu Hajar Al-Haitami: Keturunan Nabi Asli Mustahil Berzina, Sodomi Dan Kufur: Kuliah Gratis Untuk Kiai Makruf Khozin

July 10, 2025
Yusuf mars

Menimbang Instruksi PBNU: Saat Polemik Nasab Menuntut Ruang Dialog Terbuka

June 5, 2025
Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA

Polemik Nasab Sesama Orang Arab di Indonesia Kurun 1910-1930, Tentang Baalwi Mulai dari Irsyadi Hingga Imadi

June 4, 2025
Load More

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Gus Yahya

PBNU Respon Rais Am JATMAN yang telah Demisioner dan Teken Sendirian Surat Perpanjangan Kepengurusan

November 26, 2024
Akhmad Said Asrori

Bentuk Badan Hukum Sendiri, PBNU: JATMAN Ingin Keluar Sebagai Banom NU

December 26, 2024
Jatman

Jatman Dibekukan Forum Mursyidin Indonesia (FMI) Dorong PBNU Segera Gelar Muktamar

November 22, 2024
Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

2420
KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

740
KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

140
Yaqut

Didampingi Kuasa Hukumnya Yaqut Cholil Qoumas Penuhi Panggilan KPK

August 7, 2025
BEM PTNU

BEM PTNU DIY Soroti Penangkapan Pemain Judi Online: Kenapa Bukan Bandarnya yang Ditangkap?

August 7, 2025
Yaqut Cholil Qoumas

Hari Ini! KPK Panggil Eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas Terkait Kasus Korupsi Kuota Haji Khusus

August 7, 2025
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
  • Media Sembilan Nusantara

Copyright © 2024 Liputan9news.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Wisata-Travel
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Dunia Islam
    • Filantropi
    • Amaliah NU
    • Al-Qur’an
    • Tasawuf
    • Muallaf
    • Sejarah
    • Ngaji Kitab
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Seputar Haji
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Pendidikan
    • Sejarah
    • Buku
    • Tokoh
    • Seni Budaya

Copyright © 2024 Liputan9news.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In