JAKARTA | LIPUTAN9NEWS
Pemrakarsa 98 Resolution Networks, Haris Rusly Moti memberikan pandangannya terkait perlunya membangun jaring peduli sosial. Menurutnya, hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya gerakan kejutan dari masyarakat.
“Pertama, menurut pandangan saya kita perlu membangun jaring peduli sosial untuk mencegah terjadinya kejutan gerakan yang disebut political blitzer, serangan kilat politik, seperti yang terjadi pada tanggal 25-31 Agustus 2025,” ujar Haris dalam keterangan persnya.
Ia memberikan contoh gerakan Arab Spring, yang dalam beberapa pekan dikejutan oleh “Asian Blitzer”, gerakan kilat politik di Asia. “Philipina, Malaysia, Bangladesh, Timor Leste, Indonesia hingga yang sangat ekstrim dan mengerikan berlangsung di Nepal, rezim lama digulingkan dan digantikan rezim baru. Tidak hanya Asia, gerakan protes sosial telah menjadi “pandemi” yang menular secara global, Australia, Perancis hingga Turki,” papar Haris.
Haris melanjutkan, political blitzer tidak mencerminkan sebuah gerakan sosial yang mempunyai tradisi diwadahi secara organisasi dan terpimpin secara programatik. “Basis gerakan sosial adalah tindakan politik yang terpimpin secara organisasi yang ditujukan untuk melahirkan kesadaran programatik,” sambungnya.
“Gerakan ini (political blitzer) tidak membutuhkan tradisi kepemimpinan organisasi. Bahkan tujuan yang diusung ditampilkan secara samar. Namun target dari gerakan political blitzer dapat dipastikan untuk melahirkan situasi distrust, disorder dan disobidience.”
“Gerakan “political blitzer” mengeksploitasi kerentanan ekonomi dan keresahan sosial akibat perilaku negatif pejabat, dengan memainkan sentimen negatif di media sosial dan open source. Kita mengakui memang daya beli masyarakat terpukul dan pemerintah memang sedang berupaya keras mengatasinya. Namun, dampaknya tidak bisa secepat kilat dirasakan oleh rakyat.”
Dari gerakan protes 25-31 Agustus 2025, Haris menilai gerakan political blitzer dilakukan secara kejutan tanpa bentuk, bergerak secara simultan, cepat dan intens mengkombinasikan seluruh instruman dan metode, baik metode gerakan massa maupun instrumen media sosial dan open source.
“Gerakan political blitzer dipicu menggunakan AI generatif untuk melakukan sabotase algoritma dan meracuni data medsos. Jika kita perhatikan gerakan 25 – 31 Agustus 2025, semuanya bermula dari huru-hara di media sosial. Dalam kasus Nepal, gerakannya diinspirasi dari Indonesia. Namun, dengan kecepatan transmisi informasi era digital, kita patut mewaspadai munculnya poltical blitzer yang direinspirasi dari Nepal,” sambung Haris.
“Kedelapan, dampak yang diharapkan dari political blitzer diantaranya: pertama, meracuni mindset pejabat pemerintahan untuk menciptakan benturan antar institusi negara maupun konflik antar pejabat pemerintahan. Kedua, meracuni cara pandang masyarakat untuk melakukan sabotase dan pembangkangan sosial. Di Perancis, protes dan sabotase sosial mengusung tema “Block Everything” (blokir semuanya).”
Ia juga menyinggung jika rakyat membutuhkan jawaban jangka pendek untuk mencegah political blitzer dan mengamankan jalannya visi dan kebijakan strategis Presiden Prabowo.
“Jawaban jangka pendek memang bukan solusi mengatasi persoalan mendasar yang dihadapi rakyat. Namun dibutuhkan untuk mencegah gerakan political blitzer yang ditujukan untuk mengganggu dan menghambat upaya mewujudkan program strategis Presiden Prabowo yang berdampak positif secara jangka panjang,” kata Haris.
“Jawaban jangka pendek yang kami maksud adalah untuk memitigasi isi kantong dan isi perut kelompok yang rentan secara ekonomi. Di pihak kementerian dan lembaga pemerintah diharapkan untuk secepatnya mengaktivasi jaring perlindungan sosial. Kebijakan paket stimulus ekonomi 8-4-5 yang telah diumumkan pemerintah adalah satu bentuk mitigasi jangka pendek dan menengah yang perlu dipercepat realisasinya.”
“Kita harapkan juga pihak BUMN, swasta dan individu warga negara dapat bergotong royong untuk mengaktivasi jaring peduli sosial yang ditujukan kepada kelompok yang rentan secara ekonomi, namun tidak menjadi sasaran dari program jaring perlindungan sosial dari pemerintah. Kerentanan ekonomi tersebut yang dapat menjadi objek eksploitasi untuk melancarkan gerakan kilat political blitzer. Karena memang program strategis Prabowo tidak secepat kilat mengatasi persoalan kesenjangan ekonomi dan ketimpangan sosial.”
Di akhir pernyataannya, Haris menjelaskan arah dan kebijakan Presiden Prabowo sudah sangat tepat dan mendasar menjawab persoalan rakyat dan bangsa.
“Jika dibandingkan dengan tuntutan dari protes sosial yang muncul, sebetulnya Presiden Prabowo jauh lebih mendasar memimpin secara programatik melampaui yang dituntut oleh gerakan sosial. Demikian juga dalam pandangan politik yang disampaikan di berbagai forum, Presiden Prabowo telah sampai pada kesimpulan tentang kaum serakahnomic, yang melakukan subversi terhadap pasal 33 UUD 1945.”
“Mereka menjarah sumber-sumber kekayaan negara. Menurut kami, pandangan Presiden Prabowo terkait serakahnomic merepresentasikan 27 an tahun tuntutan gerakan sosial era reformasi,” pungkasnya.