JAKARTA | LIPUTAN9NEWS
Pakar Hukum Tata Negara Prof Mahfud MD mengungkapkan, kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan 2023-2024 sebenarnya sudah terjadi dengan dua alat bukti yang sangat kuat.
Mahfud pun mempertanyakan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berlama-lama dalam menentukan siapa nama-nama yang harus ditersangkakan dalam kasus tersebut. Terlebih, sudah ada beberapa orang yang dicegah ke luar negeri.
Menurut Mahfud, KPK juga ikut menyeret beberapa nama dari ormas keagamaan terbesar di Indonesia seperti PBNU dan PP Muhammadiyah.
Dalam beberapa pernyataannya, KPK mengaku sedang menelusuri aliran dana dan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa nama di PBNU. Salah satunya yakni Sekretaris Lembaga Perekonomian PBNU Zainal Abidin. KPK juga memeriksa dan mencegah Yaqut Cholil Qoumas, mantan menteri agama yang notabene juga merupakan adik Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf.
Tidak hanya itu, KPK sempat memeriksa Prof Hilman Latief sebagai Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag. Hilman tercatat sebagai Bendahara Umum PP Muhammadiyah. KPK menyebut ada aliran uang yang diterima Dirjen PHU Kemenag.
“KPK ini kenapa nunda-nunda malah nyebut ormas ini, ormas itu dan lain sebagainya,” ujar Mahfud MD dalam podcast di kanal Youtube Mahfud MD Official, dikutip dari Republika, Selasa (23/09/2025).
Lebih lanjut, Mahfud mengimbau agar KPK tidak perlu berlama-lama ‘menggantung’ nasib orang yang namanya disebut dan diperiksa tetapi tak dilakukan penetapan tersangka. Terlebih, ujar dia, yang bersangkutan merupakan anggota ormas.
“Satu bulan lebih itu merusak ormas di dalam goncang lho ormas itu. Coba kalau segera diumumkan (tersangka), itu ormas bisa berkonsolidasi siapa diantara kami yang tidak benar dan seterusnya. Terus ormas diantara anggota dan pengurusnya bertengkar. Ada yang tidak lagi saling tegur, ada yang saling sindir di depan publik,” tegas Mahfud dengan ciri khasnya.
Sebelumnya, KPK menegaskan tidak menargetkan organisasi masyarakat keagamaan tertentu tetapi hanya personal anggota ormas, terutama yang berdinas di Kementerian Agama.
“Walaupun yang bersangkutan juga menjadi anggota atau pengurus di organisasi keagamaan, tetapi yang jelas adalah karena yang bersangkutan berdinas atau bertugas di Kementerian Agama,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/09/2020) malam.
selanjutnya, Asep menjelaskan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kemenag tahun 2023-2024, penelusuran terhadap anggota organisasi kemasyarakatan berkaitan dengan dugaan aliran uangnya.
“Selain bekerja di Kementerian Agama, mungkin dia bekerja di tempat lain atau menjadi bagian atau bahkan menjadi pimpinan dari suatu organisasi. Nah kami bergerak ke situ,” jelasnya.
Ia melanjutkan, “Jadi, kami tidak melakukan atau menargetkan organisasinya, tetapi uangnya itu lari karena mengikuti orangnya. Orangnya ada di mana, bekerja di mana, nah di situ kami lihat, pasti kan juga ada berkaitan dengan tempat yang bersangkutan bekerja.” pungkasnya.
























