PROBOLINGGO | LIPUTAN9NEWS
Beberapa tahun yang lalu, saya kedatangan dua orang tamu dari desa sebelah dalam rangka mengundang saya untuk mengisi ceramah pada acara walimatul ursy putera sulungnya dengan pujaan hatinya teman kuliah program magister di Bojonegoro. Sedianya, tuan rumah sudah mengundang muballigh kondang yang terkenal kocaknya, namun menjelang H-7 yang bersangkutan minta uang puluhan juta rupiah.
Tentu saja, permintaan itu cukup mengagetkan dirinya sehingga pihak tuan rumah memutuskan untuk menggalkan undangan itu dan sebagai gantinya tuan rumah mengundang saya. Selain itu, disamping mubaligh sebelumnya transaksional juga yang bersangkutan mencari muballigh yang bergelar doktor sebab keluarga besan dan anak mantunya semua bergelar magister. Tujuannya, agar saat ceramah saya bisa memberi motivasi agar mantunya melanjutkan studi program doktoralnya.
Selain itu, beberapa tahun ini, saya kerapkali kali memenuhi dakwah dibelahan Nusantara mulai dari seminar, ceramah, tausiah, hijamah, ruqyah massal dan kegiatan keagamaan lainnya Alhamdulillah saya belum pernah masang tarif dengan kata lain dakwah transaksional. Bahkan, kerapkali tidak dapat uang sama sekali alias gratisan. Saya tidak marah, karena dakwah itu bukan bisnis dan bukan instrumen mata pencaharian untuk menopang kebutuhan hidup sehari hari.
Syahdan, belakangan ini, nama pendakwah kondang Ustaz Yusuf Mansur kembali menjadi perbincangan publik. Bukan karena ceramahnya, melainkan karena aksi barunya yang viral di media sosial: menawarkan jasa doa berbayar secara online.
Dalam sebuah siaran langsung yang tersebar luas di berbagai platform, Yusuf Mansur terlihat berbicara kepada para penontonnya sambil mengajak mereka berdonasi. Ia mengatakan bahwa siapa pun bisa mengirimkan sejumlah uangbaik kecil maupun besar dan dirinya bersama ratusan orang yang menonton akan ikut mengaminkan doa khusus bagi para donatur.
Fenomena ini segera memicu perdebatan sengit di dunia maya. Banyak yang penasaran apakah video itu merupakan konten baru atau rekaman lama, sementara sebagian lainnya mempertanyakan motif di balik jasa doa berbayar tersebut.
Awal Mula Viral: Yusuf Mansur Tawarkan Jasa Doa Online. Dalam siaran langsung yang dikutip pada Sabtu (11 Oktober 2025), Yusuf Mansur tampak mempersilakan penonton untuk memberikan sumbangan melalui sistem pembayaran digital. “Rp50 ribu boleh, seribu pakai PayTren boleh lho,” ujarnya sambil tersenyum.
Tak lama berselang, ia membaca notifikasi donasi dari salah satu penonton yang mengirim uang sebesar Rp2 juta. Yusuf Mansur kemudian bertanya, adakah yang bersedia memberikan nominal lebih besar. Ia bahkan menawarkan doa khusus (Fatihah) untuk mereka yang berdonasi hingga Rp10 juta.
“Belum ada yang Rp10 juta ini? Rp10 juta, Rp20 juta saya Fatihah khusus nih. Bismillah di-Fatihah-in sama 500 orang, yang Rp10 juta besok Senin eksekusi, atas nama orang tua dan keluarga,” katanya dalam video tersebut.
Klip tersebut dengan cepat menyebar di media sosial seperti X (Twitter), Instagram, hingga TikTok. Banyak warganet merasa heran dengan pendekatan dakwah yang dikaitkan langsung dengan nominal uang.
Setelah video jasa doa Yusuf Mansur viral, berbagai komentar membanjiri dunia maya. Sebagian pengguna media sosial menilai tindakan tersebut sebagai komersialisasi ibadah, sementara yang lain menilai mungkin itu hanya bagian dari program penggalangan dana.
Salah satu pengguna akun X menulis dengan nada sinis:
“Dia ini dagang agama terang-terangan banget. Doa dijual kayak barang dagangan,” tulis akun @june***s.
Komentar lain lebih tajam lagi, menyebut bahwa tindakan seperti itu bisa mencederai makna doa itu sendiri.
“Ini bukan dakwah, tapi dagang. Menjual tembus ke langit dengan harga 10 juta itu penistaan terhadap ibadah,” tulis akun @jendela***a.
Namun di sisi lain, ada pula yang membela. Beberapa pengikutnya menilai bahwa jasa doa Yusuf Mansur bukan bentuk jual-beli doa, melainkan sedekah dengan tambahan doa bersama. “Kalau orang mau sedekah dan ustaz ikut mendoakan, apa salahnya?” tulis seorang pendukung di kolom komentar Instagram.
Perdebatan pun terus berlanjut. Meski begitu, satu hal yang pasti: video tersebut berhasil menarik perhatian luas dan kembali menempatkan Yusuf Mansur di sorotan publik.
Apakah Video Jasa Doa Itu Baru atau Lama?
Banyak yang mempertanyakan, apakah video jasa doa tersebut merupakan siaran lama yang kembali beredar atau memang konten baru yang dibuat pada 2025.
Berdasarkan penelusuran sejumlah media, termasuk Harian Massa (Sabtu, 11/10/2025), rekaman tersebut merupakan video terbaru, bukan arsip lama. Video itu dibuat dan disiarkan langsung dari akun resmi Yusuf Mansur di salah satu platform streaming.
Hal ini dikonfirmasi oleh kalimat dan konteks yang relevan dengan situasi saat ini, termasuk penyebutan platform PayTren, yang notabene sudah lama dikaitkan dengan Yusuf Mansur.
Berapa Tarif Doa Online Yusuf Mansur?
Dalam beberapa potongan video yang beredar, Yusuf Mansur menegaskan bahwa dirinya tidak mematok harga tertentu untuk doa online. Ia menyebut bahwa siapapun boleh berdonasi mulai dari Rp1.000 hingga jutaan rupiah, tergantung kemampuan masing-masing.
Meski demikian, penggalan ucapannya seperti “yang Rp10 juta saya Fatihah khusus” dianggap publik seolah menunjukkan adanya perbedaan perlakuan doa berdasarkan nominal. Di sinilah kemudian muncul kritik bahwa doa tidak seharusnya dikaitkan dengan nilai uang.
Bagi sebagian orang, tindakan Yusuf Mansur mungkin dianggap sebagai cara kreatif mengumpulkan donasi, sementara bagi yang lain justru dilihat sebagai bentuk komersialisasi ibadah.
Hingga kini, belum ada klarifikasi langsung dari Yusuf Mansur terkait viralnya video jasa doa tersebut. Namun, dalam beberapa kesempatan sebelumnya, ia pernah menjelaskan bahwa sedekah dan doa adalah dua hal yang saling menguatkan.
Menurutnya, seseorang boleh memberikan sedekah dengan niat baik, dan orang lain yang menerima sedekah tersebut bisa ikut mendoakan agar kebaikan berbalik kepada pemberi. Ia menegaskan bahwa tidak ada transaksi jual-beli doa, melainkan bentuk solidaritas spiritual di antara umat.
Pernyataan itu pernah ia sampaikan dalam wawancara tahun-tahun sebelumnya ketika isu serupa sempat mencuat. Meski begitu, publik tetap menuntut penjelasan lebih tegas, terutama karena kali ini video yang beredar menunjukkan konteks yang lebih eksplisit.
Dalam pandangan alfakir, bahwa pada dasarnya, ustadz atau ustadzah, kyai, ibu nyai, boleh menerima pemberian atau semacam penghargaan atas “jasa” qiraah, pengajaran Al-Qur’an, kirim doa, khataman Al-Qur’an, ceramah agama dan hal lain yang berkaitan dengan ritual agama.
Mengutip tulisan al-Hafidz Kurniawan dalam tulisannya yang mengatakan bahwa kebolehan ini didasarkan pada pengalaman sejumlah sahabat nabi dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang singgah di perkampungan Arab dan kemudian berhasil menyembuhkan kepala suku setempat yang tersengat reptil melalui jalan ruqyah. Ketika dihadiahkan masakan kambing, mereka baru menerimanya setelah konsultasi kepada Rasulullah saw yang tersenyum dan memerintahkan mereka untuk mengambilnya.
Ada juga dalil lain yang membolehkan seseorang untuk menerima upah atas jasa pengajaran baca tulis Al-Qur’an.
إِنَّ أحقَّ مَا أَخَذْتُم عَلَيْهِ أَجْراً كِتَابُ الله
Artinya, “Sungguh yang paling layak untuk kalian ambil upah ialah (jasa membacakan atau mengajarkan) Al Qur’an,” (HR Bukhari dan Muslim).
Muhammad Ibrahim Al-Hafnawi mengatakan, tidak dosa padanya ketika seorang qari atau qariah menerima upah atas jasanya. Tetapi berlebihan dalam mengambil upah tentu sebuah perbuatan tidak terpuji. Kebanyakan mereka tidak membacanya secara khusyuk. Mereka hanya memperhatikan performa yang baik di depan publik. (Al-Hafnawi, Fatawa Syar’iyyah Mu’ashirah, [Kairo, Darul Hadits: 2012 M/1433 H], halaman 609).
Al-Hafnawi mengatakan, Islam memang membolehkan pemberian upah kepada mereka yang membaca Al-Qur’an pada acara takziah sebagai kompensasi atas waktu mereka.
والخلاصة : أن أخذ الأجرة على قراءة القرآن وتحفيظه لا شيء فيه ، لكن المبالغة في أخذ الأجرة أمر ممقوت
Artinya, “Simpulannya, menerima upah atas bacaan atau tahfizh Al-Qur’an tidak masalah, hanya saja berlebihan dalam mengambil upah tersebut ialah sesuatu yang dibenci dan menjijikan,” (Al-Hafnawi, 2012 M/1433 H: 610).
Dari beberapa penjelasan ini kita dapat menyimpulkan:
Pertama, memberi upah berupa uang atau makanan secara sukarela sebagai kompensasi atas jasa qari/qariah, khutbah, ceramah agama, khataman, pengajaran Al-Qur’an, kirim doa, Yasin, atau Al-Fatihah, atau jasa ruqyah hukumnya boleh sesuai kemampuan tuan rumah.
Kedua, memberi upah berupa uang atau biasanya makanan sebagai jamuan dalam menghormati kehadiran tamu undangan boleh sesuai kemampuan tuan rumah.
Ketiga, menerima upah atas jasa qari/qariah, khutbah, ceramah agama, khataman Al-Qur’an, pengajaran Al-Qur’an, kirim doa, Yasin, atau Al-Fatihah, atau jasa ruqyah boleh sesuai kemampuan pemberi (tuan rumah) yang beragam. Bukan pasang tarif dengan jumlah nominal yang tidak masuk akal.
Keempat, meminta upah secara berlebihan atas jasa qari/qariah, khutbah, ceramah agama, khataman, pengajaran Al-Qur’an, kirim doa, Yasin, atau Al-Fatihah, atau jasa ruqyah ialah perbuatan tercela dalam Islam. Termasuk -jika benar informasi itu- yang dilakukan ustad Yusuf Mansur.
Dalam kesempatan ini, alfakir menyarankan, ustadz dan ustadzah, kyai dan Bu nyai yang memberikan layanan keagamaan dapat melakukannya secara khusyuk dan ikhlas. Alfakir juga menyarankan agar mereka tidak meminta-minta apalagi dengan tarif fantastis yang tercela menurut syariat, akal sehat, dan norma kepantasan sosial.
Di samping itu, pihak yang menerima layanan keagamaan hendaknya juga memiliki pengertian dan penghargaan yang layak sebagai bentuk kompensasi dan penghormatan atas ilmu, waktu, dan tenaga yang telah diberikan, apalagi jika ustadz/ustadzah tersebut diundang secara khusus ke rumah.
Demikian jawaban yang dapat alfakir kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Alfakir selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Salam akal sehat, Probolinggo, 12 Aktober 2025
Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA, Penulis






















