Jakarta, LIPUTAN 9
Ada sebuah wawancara menarik antara entah siapa dengan Syeikh Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi.
Berikut petikan wawancara tersebut:
– فى الاونه الاخيرة ايضا
عملية الاذان بصوت عالى
من خلال ميكروفونات عالية وضجيج وهناك المرضى وهناك…
-Akhir-akhir ini ada (masalah tentang) aktivitas adzan dengan suara yang kencang dan (menimbulkan) kebisingan, padahal di sana ada yang sedang sakit, ada yang…
+ غوغائية التدين…
+ _Itu adalah sikap urakan dalam beragama…_
– ما حكمها فى الدين؟
– _Apa hukumnya di dalam agama?_
+ باطلة… باطلة…
اللى قاعد نايم طول النهار
وبعدين يطلع قبل الفجر بساعة يهبهب…
وناس عايزة تنام وناس وراها اعمال وناس مريضة…
الميكوفون ده اكبر نقمة منيت بها الامة الحديثة.
Bathil…bathil…
Ada orang yang nganggur sepanjang hari, lalu satu jam sebelum (adzan) Subuh dia Yuhabhab (teriak-teriak di microphone)…_
Padahal ada orang yang sedang tidur, ada orang yang butuh istirahat karena paginya banyak pekerjaan, ada orang yang sedang sakit…
Microphone ini adalah petaka terbesar yang dialami ummat zaman ini.
– لماذا؟
– Mengapa demikian?
+ هيعمل صمم عند الناس
+ _Bikin budeg (kuping) orang!_
Secara umum, saya tidak perlu memberikan _syarh_ (anotasi) untuk dialog tersebut. _Toh_ isi dan maksud perkataan Syeikh as-Sya’rawi sangat jelas, lugas dan terang benderang.
Namun ada yang menggelitik saya tentang dua diksi yang digunakan Syeikh as-Sya’rawi dalam dialog di atas.
Yang pertama, diksi غوغائية.
Kata ini memuat beberapa arti, antara lain Rusuh, Bising, Carut Marut, Liar, Urakan, Sampah, dan seterusnya.
Yang kedua, diksi يهبهب
Kalau kita lihat di kamus-kamus, kata ini antara lain bermakna “suara yang ditimbulkan oleh hewan yang sedang bersetubuh”.
Bahkan di dalam kamus, salah satu contoh penggunaan kata kerja هبهب adalah هبهب الكلب yang tidak lain bermakna Anjing Menggonggong atau Menyalak.
Penting saya paparkan makna dua diksi di atas, agar kita dapat _feel_-nya, apalagi bahasa yang beliau gunakan adalah bahasa Arab Amiyah (pasaran) Mesir.
Jika cara berpikir dan pisau analisa sebagian manusia Indonesia Zaman Now yang kita pakai, maka kesimpulannya bisa jadi:
- Syeikh as-Sya’rawi mengatakan bahwa aktivitas adzan adalah aktivitas urakan, liar, bising dan seterusnya;
- Syeikh as-Sya’rawi telah menyamakan adzan dengan anjing menggonggong.
_Nah lho… (?!)_
Akhirnya, saya hanya ingin bersyukur…
_Alhamdulillâh_ Syeikh as-Sya’rawi bukan orang Indonesia, tidak berada di Indonesia, pun bukan Menteri Agama Republik Indonesia. Jika hal itu yang terjadi, betapa kasihannya beliau, saat ini pasti beliau sedang banjir hujatan, didemo, bahkan plus dilaporkan ke aparat keamanan.
Dan memang, Guru Mulia ini telah wafat dan istirahat selamanya dari berbagai macam keburukan dan kejahatan.
واجعل الموت راحة لنا من كل شر
Jika di hati Anda terbetik sedikit saja hasrat untuk menghujat beliau, saran saya: _Please_ tahan dulu hujatan Anda.
Kenali dan pelajari dulu siapa ia, plus berbagai kiprah dan jasanya untuk Islam dan kaum Muslimin, serta kedudukan keulamaannya di Dunia Islam.
Tahan dulu caci maki Anda, daripada nanti Anda terlanjur malu sendiri, malu semalu-malunya, setelah sumpah serapah, bully-an dan caci maki Anda muntahkan kepada orang lain.
Apalagi jika Anda berkenan untuk membandingkan: Siapa ia dan siapa Anda?… Wah…malunya bisa semakin berlimpah ruah.
KH. Ade Muzaini Aziz, Lc., MA., Pengasuh Yayasan Al-Mu’in Kota Tangerang