Bila ajang Piala Dunia adalah even, siapa yang banyak mendapat manfaatnya?
Bila ajang Piala Dunia adalah pertandingan, pemenangnya tentu saja Argentina, meskipun ada yang bilang Qatar karena dua pemain inti Argentina, Messi dan Mbappe merupakan pemain PSG yang dimiliki Qatar. Bahkan melihat mereka berasal dari klub Perancis, maka pertandingan melawan Perancis seperti laga dalam negeri saja.
Bila ajang Piala Dunia adalah even bisnis, tentu Qatar yang banyak “nanggok” cuan.
Namun bila ajang Piala Dunia sebagai ruang pencitraan, maka agama Islam dan juga bangsa Arab, tidak hanya Qatar, yang diuntungkan. Bahkan kampanye Barat soal isu pelanggaran HAM dibalik persiapan Piala Dunia oleh Qatar, maupun kampanye LGBTQ, dan isu lainnya, gagal total. Yang mengcounter pencitraan negatif Barat tersebut, seperti biasanya kepada dunia Islam, justru warga asing yang datang disana dan mereka rata-rata non-muslim.
Justru disini menariknya. Ajang Piala Dunia kali ini terjadi banyak pembalikan atas tradisi Piala Dunia selama ini.
Dimulai dari bahwa ini Piala Dunia pertama di negeri Arab, bahkan negeri Muslim. Kesempatan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Qatar untuk memperkenalkan (atau kontra narasi) tentang Islam yang ramah, toleran, dan penuh welas asih. Banyak video menceritakan bagaimana digambarkan para penonton warga negara asing mendapatkan penyambutan dan pelayanan yang mereka gambarkan belum pernah terjadi. Di sekitaran stadion, penduduk setempat berebut membagikan makanan dan menyediakan rumahnya sebagai tempat menginap. Situasi ini membawa kesan manis bagi warga asing yang hadir disana.
Kedua, efek samping berikutnya adalah pemahaman terhadap agama Islam yang diperoleh langsung dari tangan pertama, yaitu kaum Muslim Qatar. Banyak ketertarikan terhadap Islam, ajarannya, ritualnya, termasuk adzan yang bagi warga asing sesuatu yang menarik. Citra Islam di negeri itu adalah orang-orang yang ramah, santun, suka menolong,, dermawan, dan sosok negeri yang sangat makmur dan kaya. Islam hadir dalam wajah terindah saat ini di Qatar, tentu itu patut disyukuri. Namun, Qatar juga sejak awal menyatakan prinsip keislamannya, sehingga inilah pertama kali Piala Dunia tanpa alkohol. Digambarkan nyaris tidak ada bentrok antar suporter. Efeknya, banyak dari warga asing tersebut yang akhirnya bersyahadat masuk Islam.
Ketiga, kesan positif terhadap Muslim juga disumbang oleh negeri Maroko, yang pemainnya digambarkan sangat religius dan penuh nilai kekeluargaan, dimana pemainnya menghampiri dan memeluk ibunya saat meraih kemenangan, sesuatu yang oleh pengamat Barat digambarkan sudah hilang dari mereka. Pemain mereka kebanyakan menampilkan gadis-gadis seksi pacarnya dan berpesta kemenangan dengannya, saat orang tua mereka justru tinggal di panti jompo. Maroko tiba-tiba menjadi pahlawan Bangsa Arab yang penampilannya disaksikan secara antusias dan penuh doa dari seluruh negeri-negeri Muslim.
Piala Dunia telah berakhir. Namun, kenangan manis masih sangat terasa dimana-mana. Bagi Barat, kontra narasi kampanye negatifnya terhadap dunia Islam di ajang tersebut mungkin mengecewakan. Namun, warga dunia semakin lama makin melek bahwa Islam tidak buruk sebagaimana selalu diberitakan. Semoga ke depan umat Muslim bisa semakin menunjukkan keindahan Islam ini sehingga cahaya Islam makin bersinar ke penjuru dunia.
KH. Jamaluddin F. Hasyim, SH, MH Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Antar Lembaga Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU).