Bekasi, Liputan9– Dalam sebuah rutinan pengajian mingguan setiap malam Selasa, KH. Agus Salim HS senantiasa memotivasi para jemaahnya untuk selalu memperkuat amaliahnya dengan banyak tawashul dan dzikir kepada Allah Subhanahu wata’ala. Pengajian dilaksanakan di Gedung Yayasan Manbaul Hikmah Warrisalah, sebuah lembaga pendidikan islam terpadu yang di pimpinnya.
Dalam keterangan pengajian setelah diawali dengan kegiatan kuhususiyah, KH. Agus Salim HS, menyampaikan bahwa pada hakekatnya manusia adalah butuh Allah. Para salikin yang menempuh jalur thoriqoh hendaknya menempatkan dirinya sebagai seorang makhluk ciptaan yang sadar akan kelemahan dan kealpaannya. Karena pada prinsipnya seorang salik harus menempa dirinya sekaligus menjadikan Allah satu-satunya dzat yang menjadi tujuan dalam perjalanannya.
Lalu Kiai Agus, menyampaikan satu ayat dalam Al-Qur’an, sebagai berikut;
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku (saja)” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56).
Hanya untuk tujuan beribadah kepada Allah Ta’ala (bertauhid) sajalah umat manusia ini diciptakan. Allah kepada hambannya adalah makrifah sebagaimana disebut dalam QS. Adz-Dzaariyaat: 56 di atas, bahwa jin dan manusia diciptakan untuk liya`budun yang diartikan Ibnu Abbas sebagai liya`rifun (makrifat kepada Allah). bahkan Junaid al-Baghdadi mengatakan bahwa makrifah merupakan awal dari kebutuhan hamba dari hikmah.
Salah satu metode yang harus dilakukan oleh seorang salik adalah dengan banyak-banyak dzikrullah di awali tawashul kepada rasul, nabi, sahabat, para walinya Allah, dan seorang mursyid thoriqoh yang ditetapi sebagai guru yang mampu dan mau membimbing jiwa kita untuk sampai kehadirat Allah Subhanahu wata’ala.
KH. Agus Salim HS menyerukan, mengajak para jemaahnya agar selalu bertawashul, karena rahasia dari tawashul itu adalah “Tawashul menguatkan jiwa.” Dengan istiqomah tawashul dan dzikrullah, maka jiwa batin kita akan menjadi kuat, tidak mudah goyah oleh godaan syetan yang berupa hawa nafsu. “Jangan bosan-bosan kita untuk tawashul, sampai kita ushul kepada Allah Subhanahu Wata’ala.”
Boleh kita tidak tawashul lagi ketika sudah mencapai derajat wushul, yaitu puncak perjalanan spiritual para penempuh jalan thoriqoh atau seorang salik setelah melewati beragam tingkatan spiritual (al-maqamat) yakni kemantapan tauhid dan makrifat. (ASR)